Hujan Asam Tinggi, Persiapan Minim

- Editor

Kamis, 27 November 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pantauan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan, tren keasaman air hujan di Indonesia terus meningkat sejak 13 tahun terakhir. Namun, ancaman gangguan kesehatan hingga daya korosivitas terhadap berbagai infrastruktur itu belum direspons kebijakan.


Pengukuran derajat keasaman air hujan dilakukan di Jakarta, Serpong (Banten), Kototabang (Sumatera Barat), Bandung, dan Maros (Sulawesi Selatan). Nilai rata-rata keasaman (pH) berkisar 4,3-5,6. Tahun lalu 4,5-5,6.

”Terjadi hujan asam nyata dari lima titik pantau. Fakta ini harus bisa melengkapi kebijakan pemerintah dan kampanye penyadaran publik,” kata Arief Yuwono, Deputi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Selasa (25/11) sore, saat dihubungi di Pekanbaru, Riau.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Senin siang, ia menandatangani instrumen memperkuat Pemantauan Deposisi Asam di Asia Timur (EANET) yang diikuti 13 negara sejak 1998. Deposisi asam atau umum disebut hujan asam adalah proses terbawanya senyawa asam di atmosfer melalui tetes air hujan, kabut, embun, dan salju.

Asam-asam itu terkait dengan aktivitas manusia, seperti pembakaran batubara rendah kalori dan BBM berkualitas rendah atau letusan gunung berapi. Air hujan alami ber-pH 5,6 menjadi asam karena pengaruh gas sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx) yang diemisikan industri dan kendaraan bermotor menjadi senyawa asam H2SO4 dan HNO3.

Kepala Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan Wahyu Marjaka mengatakan, hujan asam mempercepat korosivitas infrastruktur yang menggunakan besi, batu, dan kapur, termasuk tulang struktur beton pada bangunan/jalan. ”Hujan asam belum dipertimbangkan dalam berbagai rencana pembangunan dan proyek fisik,” ujarnya.

hujan asam03Terkait kesehatan manusia, asam bereaksi dengan senyawa lain menciptakan kabut polusi penyebab iritasi paru, asma, bronkitis, dan penyakit pernapasan. Pada tanaman, hujan asam menghilangkan nutrisi tanah dan membebaskan elemen beracun, seperti aluminium dan merkuri.

”Senyawa beracun mengontaminasi aliran sungai dan air tanah yang meracuni tumbuhan. Tanah minim nutrisi dapat memperlambat pertumbuhan tanaman. Dalam konteks swasembada pangan, ini sangat membahayakan,” kata Wahyu. (ICH)

Sumber: Kompas, 27 November 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 124 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB