Investasi di bidang pendidikan dan infrastruktur, juga peningkatan riset teknologi dan ilmu pengetahuan, akan menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan kesejahteraan untuk kita semua.
William J Clinton (Presiden Amerika Serikat 1993-2001)
HINGGA dua kali debat calon presiden, pengembangan ilmu pengetahuan, riset, dan teknologi sebagai sarana pengembangan sumber daya manusia kurang banyak terungkap. Padahal, sebagaimana diungkapkan Presiden Clinton, pengembangan riset dan teknologi, terutama yang mampu menjawab tantangan industrialisasi, akan lebih cepat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi suatu negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut data Badan Pusat Statistik, dari total angkatan kerja yang mencapai 118,19 juta orang pada Agustus 2013, yang bekerja adalah 110,80 juta orang dan pengangguran 7,39 juta orang. Dari jumlah mereka yang menganggur tersebut, proporsi terbesar adalah lulusan SMA umum sebanyak 1.925.563 orang. Sementara jumlah sarjana yang tidak mendapat pekerjaan sebanyak 441.048 orang.
Hasil penelitian menunjukkan, hampir 80 persen mahasiswa menggeluti bidang studi pendidikan dan ilmu-ilmu sosial. Sisanya kuliah di bidang teknologi dan sains. Padahal, di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, saat ini lebih banyak diperlukan sumber daya manusia yang menguasai teknologi dan sains untuk menjawab tantangan nasional.
Kehadiran para insinyur penting untuk membangun infrastruktur dan industri manufaktur yang banyak menyerap tenaga kerja. Namun, yang terjadi pertumbuhan industri manufaktur kalah dengan sektor jasa karena minimnya inovasi.
Masuk visi-misi
Pada visi-misi dan program kerja kedua kandidat presiden yang dimuat di laman Komisi Pemilihan Umum, sebenarnya masing-masing sudah menyinggung visi iptek tersebut.
Kandidat presiden nomor satu Prabowo-Hatta menyebutkan pentingnya memanfaatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memajukan karsa dan karya bangsa yang berdaya saing tinggi. Caranya dengan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mewajibkan kembali kurikulum matematika dan bahasa Inggris untuk sekolah dasar.
Prabowo-Hatta juga menjanjikan perbaikan kualitas dan fasilitas pendidikan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi dengan mengalokasikan bantuan dana. Selain itu, ada program penyediaan komputer dan pembangunan internet gratis.
Pada kandidat presiden nomor dua Jokowi-JK, upaya mewujudkan bangsa yang berdaya saing adalah melalui program Indonesia Pintar dan Indonesia Sehat. Indonesia Pintar menjamin wajib belajar 12 tahun dan bebas pungutan. Pendidikan dasar akan menekankan 70 persen pembangunan karakter dan 30 persen sains. Proporsi itu terus berubah sampai akhirnya di perguruan tinggi 60 persen politeknik dan 40 persen sains.
Pasangan Jokowi-JK juga mewajibkan pengetahuan dan penguasaan teknologi sebagai kurikulum pendidikan, selanjutnya memprioritaskan pembiayaan kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta teknologi unggulan.
Selanjutnya ada pembangunan science and techno park, politeknik dan SMK-SMK, dengan prasarana dan sarana teknologi terkini. Ini menjadi sumber daya untuk meningkatkan akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional melalui industri manufaktur.
Mana visi iptek yang membumi? Anda semua yang menentukan.
Oleh: Agnes Aristiarini
Sumber: Kompas, 19 Juni 2014