Beras Rendah Glikemik Tinggi Protein

- Editor

Minggu, 15 Desember 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Nasi pada umumnya memiliki indeks glikemik tinggi sehingga memicu diabetes. Hal ini mendorong peneliti diaspora di Amerika Serikat mengembangkan beras rendah glikemik.

Nasi memiliki indeks glikemik rata-rata 73. Nilai ini amat tinggi jika dibandingkan dengan pangan pokok lainnya, seperti jagung 55 dan sagu yang hanya memiliki indeks glikemik sekitar 20.

Selain dapat memicu diabetes, pangan dengan indeks glikemik tinggi lebih cepat dicerna oleh tubuh sehingga lebih mudah lapar. Karena itu, seseorang yang mengonsumsi nasi dalam porsi besar cenderung lebih berisiko mengalami obesitas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sayangnya, kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi nasi ini sulit untuk digantikan. Tidak hanya di Indonesia, hampir separuh penduduk di dunia menjadikan nasi sebagai makanan utamanya. Akibatnya, risiko untuk mengalami diabetes serta obesitas pun tidak terhindarkan.

Di tingkat global, jumlah penderita diabetes yang tercatat sebanyak 463 juta atau 9,3 persen dari populasi dunia. Jika tidak ada intervensi, beban penyakit diabetes di dunia bisa meningkat menjadi 10,2 persen pada 2030. Sementara di Indonesia, prevalensi diabetes sebesar 8,5 persen pada 2018.

AFP/ADEK BERRY—-Penjual beras di salah satu pasar di Jakarta menunggu konsumen, Rabu (13/11/2019). Beras yang dimasak jadi nasi menjadi makanan pokok mengandung serat dan vitamin. Namun, pola makan yang tidak seimbang, terlalu banyak nasi, terkait dengan penyakit diabetes.

Ketika sudah mengalami diabetes, manajemen gizi serta pola makan yang benar menjadi kunci utama untuk mengontrol kadar gula darah dalam tubuh. Jika tidak terkontrol, risiko penyakit yang lebih buruk bisa terjadi, seperti serangan jantung, stroke, gagal ginjal, dan kebutaan.

Konsumsi nasi dengan indeks glikemik tinggi pun sebaiknya dihindari oleh penderita diabetes. Namun, kebiasaan mengonsumsi nasi di masyarakat sulit dihilangkan. Sebagian penderita diabetes pun sulit menghindari nasi dalam pola dietnya.

Kondisi ini yang kemudian menginspirasi peneliti diaspora Indonesia, Herry Utomo yang saat ini menjadi profesor di Louisiana State University, AS, untuk mengembangkan beras dengan indeks glikemik rendah. Penelitian yang dimulai sejak 2015 tersebut, kini sudah menghasilkan produk yang siap untuk dipasarkan.

Beras yang dikembangkan ini memiliki indeks glikemik sebesar 41 yang diklaim paling rendah di dunia. Bahkan, ini lebih rendah dari beras basmati yang memiliki indeks glikemik cukup rendah sebesar 55.

”Beras yang kami hasilkan ini, menutu rencana, segera dikomersialisasikan dan siap masuk ke pasaran di AS pada Agustus 2021. Paten juga sudah didapatkan dari USPTO (United States Patent and Trademark Office) dan lisensi dari Louisiana State University kepada industri yang tertarik untuk memproduksi dan memasarkannya,” kata Herry.

DOKUMENTASI HERRY UTOMO—-Herry Utomo yang saat ini menjadi profesor di Louisiana State University, AS

Selain memiliki indeks glikemik rendah, beras yang dihasilkan ini berkadar protein yang lebih tinggi dari beras yang beredar di pasaran saat ini. Umumnya beras biasa memiliki kadar protein sebesar 6 persen, sedangkan beras yang dikembangkan ini memiliki kadar protein sampai 10,5 persen.

Keunggulan lainnya, produksi beras ini juga lebih besar. Dibandingkan dengan produksi beras basmati yang sekitar 3-4 ton per hektar, beras rendah glikemik ini bisa diproduksi sampai 7 ton per hektar.

Sekalipun memiliki kadar glikemik rendah serta protein yang lebih tinggi, beras ini tidak mengalami perubahan rasa, warna, serta bau. Ukuran bulir berasnya pun sama seperti beras umumnya sehingga diharapkan tetap nyaman untuk dikonsumsi.

Kerja sama industri
Selain Prof Herry, terdapat dua peneliti lain yang terlibat dalam pengembangan beras rendah glikemik ini, yakni Steve Linscombe yang juga berasal dari Lousiana State University dan Bob Butcher yang mewakili industri.

Herry menuturkan, peran industri pun amat penting dalam proses pengembangan. Penelitian yang memang dilakukan untuk menghasilkan produk yang dipasarkan ke masyarakat harus melibatkan industri, terutama pada hal yang menyangkut kebutuhan pasar.

”Dengan pelibatan industri ini pula peneliti bisa mendapatkan gambaran yang lebih luas terkait komersialisasi produk yang sesuai dengan pasar. Kami pun saat ini ditantang untuk bisa menghasilkan produk beras serupa dengan tingkat produksi yang lebih besar sampai delapan ton per hektar,” kata Herry.

HERRY UTOMO—–Proses pengembangan beras rendah glikemik

Bioteknologi
Herry menyampaikan, secara teknis, pengembangan beras rendah glikemik ini dilakukan melalui proses bioteknologi. Analisis awal dilakukan melalui proses sekuensing atau pengurutan genom. Beras yang dihasilkan juga telah melalui berbagai seleksi sel yang bermutasi dengan bantuan senyawa kimia khusus. Seleksi ini dilakukan sampai ditemukan beras yang kandungannya sesuai dengan yang diharapkan.

Setelah itu, proses regenerasi dilakukan pada tanaman padi sampai bisa menciptakan marka DNA dan protokol yang tepat. ”Jadi, dalam proses seleksi ini hanya sel yang mengalami perubahan dengan kadar glikemik rendah yang bisa ditumbuhkan. Sementara padi yang tidak sesuai dengan akan mati. Kita terus tanam padi sampai sekitar 1.500 macam baru bisa menemukan padi dengan bulir yang sesuai seperti yang diinginkan,” katanya.

Selanjutnya, uji klinik pada manusia juga dilakukan untuk mengukur indeks glikemik dari beras yang dihasilkan. Uji genetik pada varietas beras yang dihasilkan dijalankan pula di beberapa lokasi.

Jenis padi yang dihasilkan pun kini sudah terbukti kestabilannya sehingga ketika ditanam oleh petani tetap memiliki kualitas yang sama. Cara penanamannya pun tidak berbeda, termasuk dalam proses pemupukan dan pemanenan. Sekalipun bisa diproduksi dalam jumlah yang lebih besar, biaya produksi yang diperlukan tidak berbeda.

Untuk sementara, beras yang dihasilkan ini bisa stabil untuk ditanam di wilayah Amerika Tengah dan Puerto Riko. Pengembangan pada varietas padi lainnya masih perlu dilakukan untuk memastikan kestabilannya jika ditanam di wilayah lain.

DOKUMENTASI HERRY UTOMO—-Contoh bulir beras rendah glikemik yang dihasilkan

”Tentu pengembangan juga bisa dilakukan untuk varietas beras yang ditanam di Indonesia. Kerja sama dengan peneliti di Indonesia bisa dilakukan untuk mengembangkan beras rendah glikemik ini. Harapannya bisa mendukung ketahanan kesehatan nasional, terutama terkait diabetes dan obesitas,” kata Herry.

Selain itu, beras rendah glikemik ini juga bisa menjadi solusi untuk mengatasi persoalan gizi buruk di Indonesia. Dengan kadar protein yang cukup tinggi, konsumsi beras ini bisa membantu peningkatan asupan protein bagi masyarakat.

Diaspora
Secara terpisah, Kepala Pusat Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ratih Retno Wulandari menyampaikan, pengembangan riset dan inovasi di Indonesia terus dilakukan. Itu termasuk dengan meningkatkan peran peneliti diaspora Indonesia.

”Fokus pemerintah adalah bagaimana merekrut sebanyak mungkin talenta unggul yang kita miliki, baik di dalam ataupun di luar negeri untuk memberikan karya yang baik untuk Indonesia, salah satunya lewat inovasi. Negara ingin memberikan ruang untuk peneliti diaspora atau lulusan S-3 terbaik di Indonesia untuk berkreasi sesuai bidangnya,” katanya.

Oleh DEONISIA ARLINTA

Editor: ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 19 Juli 2021

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB