Tujuh jutaan mahasiswa mengikuti pembelajaran jarak jauh di tahun akademik 2020/2021. Kebutuhan kuota internet yang terjangkau dan akses merata menjadi persyaratan mutlak agar mahasiswa bisa tetap belajar.
Pelaksanaan tahun akademik 2020/2021 akan diikuti sekitar 1,5 juta mahasiswa baru dan 5,3-6 juta mahasiswa yang sedang menyelesaikan masa studi. Mereka mengikuti pembelajaran jarak jauh atau PJJ.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Paristiyanti Nuwardani mengatakan, Selasa (4/8/2020), di Jakarta, pihaknya terus menjalin koordinasi dengan para operator telekomunikasi untuk menyediakan paket-paket internet khusus bagi mahasiswa dan dosen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pandemi Covid-19 sangat berdampak kepada sivitas akademika, baik perguruan tinggi negeri maupun swasta. Hal itu terlihat dari penerimaan mahasiswa baru.
Untuk di perguruan tinggi negeri memang tidak ada penurunan jumlah penerimaan mahasiswa baru. Namun demikian, di perguruan tinggi swasta terjadi penurunan penerimaan mahasiswa baru sekitar 20-30 persen dibanding tahun sebelumnya. Harapannya, pasca pengumuman hasil ujian tertulis berbasis komputer-seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (UTBK-SBMPTN), penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi swasta bisa naik.
“Mudah-mudahan pandemi Covid-19 segera berlalu. Kami tetap mendorong agar kesehatan dan keselamatan sivitas akademika diutamakan,” kata dia saat menghadiri penandatanganan nota kesepahaman tentang penyediaan paket telekomunikasi terjangkau untuk perguruan tinggi dengan Indosat Ooredoo.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud telah menandatangani nota kesepahaman tentang penyediaan paket telekomunikasi terjangkau untuk perguruan tinggi dengan PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel).
Lebih dari 30 giga
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam menyampaikan, berdasarkan hasil survei yang dilakukan Kemendikbud, rata-rata mahasiswa menghabiskan kuota internet sebesar satu sampai lima gigabyte (GB) sehari untuk mengikuti PJJ. Artinya, dalam sebulan, rata-rata mahasiswa membutuhkan lebih dari 30 GB.
“Tidak semua mahasiswa sanggup membeli kuota paket data sebesar itu. Begitu pula, kemampuan kampus untuk mensubsidi pembelian kuota seperti itu juga susah,” ujar dia.
Nizam memandang, PJJ yang masih akan terus berlangsung membutuhkan kepedulian semua pihak, termasuk pelaku usaha. Akses konektivitas, mutu, dan kestabilan layanan internet menjadi urat nadi PJJ.
Sejumlah aplikasi edukasi vital dipakai saat pelaksanaan PJJ, seperti Zoom dan Cisco Webex. Aplikasi tersebut membutuhkan kuota internet untuk mengakses.
Dia berharap, para penyedia layanan telekomunikasi seluler memanfaatkan momentum itu untuk mengembangkan paket sesuai kebutuhan dunia pendidikan tinggi dan terjangkau bagi pemakainya.
Menurut Nizam, Kemendikbud telah lama mendorong pembelajaran daring dimanfaatkan saat kondisi masih normal. Dia memperkirakan, dorongan ini telah muncul sejak 20 tahun lalu, tetapi sebatas baru diterapkan sebagai mata pelajaran pengayaan.
Sampai sekarang, dia mengakui belum banyak perguruan tinggi mempunyai sistem PJJ daring yang matang. Lebih banyak perguruan tinggi menggunakan sistem campuran antara PJJ langsug dengan tidak langsung.
Paristiyanti menambahkan, terlepas dari adanya pandemi Covid-19, pihaknya berharap kampus-kampus selalu beradaptasi terhadap perubahan akibat teknologi digital. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi bahkan telah mengeluarkan surat edaran kepada perguruan tinggi negeri ataupun swasta agar menyiapkan substansi ataupun mata kuliah berhubungan dengan perkembangan teknologi digital, misalnya kompetensi analisa data berukuran besar.
Senior Vice President – Head of Public Sector & Energy Indosat Ooredoo Asrul Ardianto mengatakan, setiap kerja sama yang akan dibuat baik dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud maupun kampus, perusahaan selalu mendengarkan masukan dosen dan mahasiswa. Misalnya, harga harus terjangkau dan daftar aplikasi edukasi yang harus bebas biaya akses. Program paket kuota terjangkau disusun berdasarkan masukan tersebut.
“Detail kerja sama bisa dikemas sesuai kebutuhan kampus. Penandatangan nota kesepahaman kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi menjadi dasar agar semua layanan kami ke kampus berstandar,” kata dia.
Oleh MEDIANA
Editor: ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Sumber: Kompas, 5 Agustus 2020