Setidaknya 14 fasilitas superkomputer dari beberapa pusat penelitian di Eropa berhasil diretas. Peretas diduga berkeinginan untuk membajak sistem berkemampuan komputasi tinggi tersebut untuk menambang uang kripto.
US DEPARTMENT OF ENERGY—Dalam foto yang diambil pada 15 Februari 2017 ini, seorang peneliti sedang berdiri di samping superkomputer Theta, milik Argonne National Laboratory, Departemen Energi AS. Theta menjadi salah satu sistem superkomputer yang tergabung dalam Covid-19 High Performance Computing Consortium. Konsorsium ini diciptakan hasil kerja sama pemerintah federal AS, pelaku industri, dan perguruan tinggi.
Setidaknya 14 fasilitas superkomputer dari beberapa pusat penelitian di Eropa berhasil diretas. Peretas diduga berkeinginan untuk membajak sistem berkemampuan komputasi tinggi tersebut untuk menambang uang kripto. Padahal, sejumlah superkomputer tersebut juga digunakan untuk riset Covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rangkaian serangan ini bermula ketika University of Edinburgh melaporkan pada Senin (11/5/2020) bahwa ada peretasan yang terjadi pada superkomputer ARCHER yang dimilikinya.
Pada hari yang sama, bwHPC—organisasi yang mengoordinasikan proyek lintas superkomputer di negara bagian Baden-Wurttemberg, Jerman—juga mengumumkan bahwa serangan siber telah berdampak pada lima fasilitas superkomputer yang dikelolanya.
Salah satu superkomputer yang terdampak adalah HAWK di High-Performance Computing Center Stuttgart (HLRS) University of Stuttgart.
BEN DERZIAN FOR HLRS—Superkomputer Hawk yang berlokasi di High-Performance Computing Center Stuttgart (HLRS) University of Stuttgart, Jerman.
Lusanya, Rabu, peneliti keamanan siber Felix von Leitner menyatakan melalui blognya bahwa sebuah superkomputer di Barcelona, Spanyol, harus dilepas dari internet setelah terjadi peretasan.
Pada Kamis keesokan harinya, Leibniz Computer Center (LRZ) di Julich, Jerman, juga harus memutuskan koneksi internet dari kluster superkomputernya setelah terjadi upaya pembobolan sistem keamanan siber.
Esok harinya, Jumat, Julich Research Center juga harus mematikan tiga superkomputernya setelah sistem keamanannya berhasil diretas. Alasan yang sama juga membuat Technical University Dresden harus mematikan Taurus, superkomputer yang mereka miliki.
Tidak berhenti di situ, pada Sabtu, peneliti Robert Helling, menulis pada blognya bahwa sebuah superkomputer di Fakultas Fisika Ludwig-Maximilians University di Muenchen, Jerman, juga terkena infeksi malware, seperti yang dilaporkan ZDnet.
Swiss Center of Scientific Computations (CSCS) di Zurich, Swiss, juga mengeluarkan pernyataan resmi bahwa pihaknya telah menutup akses internet menuju infrastruktur superkomputernya akibat sebuah insiden serangan siber.
”Kami saat ini sedang menginvestigasi adanya akses ilegal ke infrastruktur kami,” kata Direktur CSCS Thomas Schulthess melalui laman resmi CSCS.
CSCS—Superkomputer Piz Daint yang dimiliki oleh Swiss Center of Scientific Computations (CSCS) di Zurich, Swiss
”Cyptojacking”
Peretasan ini diduga kuat bermotif cryptojacking atau membajak komputer untuk menambang uang kripto. Hal ini berdasarkan pernyataan European Grid Infrastructure (EGI), lembaga koordinator riset superkomputer Eropa pada keterangan resminya pada Sabtu kemarin.
Mengambil sampel malware dari serangan siber yang terjadi, EGI menyimpulkan bahwa salah satu serangan bertujuan untuk menambang mata uang kripto Monero (XMR).
Firma keamanan siber Cado Security yang turut menganalisis sampel yang diunggah oleh EGI mengatakan bahwa peretas mendapatkan akses terhadap superkomputer melalui pencurian kredensial login.
Kredensial atau informasi login yang berhasil dicuri tersebut diduga berasal dari sejumlah universitas di Kanada, China, dan Polandia.
—Ancaman siber dan kebocoran data terus meningkat setiap tahun, sesuai dengan data yang dimiliki oleh firma keamanan siber Fortinet. Data ini ditunjukkan dalam konferensi virtual Fortinet Accelerate 2020, Rabu (13/5/2020).
Pakar keamanan siber University of Surrey Alan Woodward mengatakan, pencurian informasi login ini menunjukkan bahwa manipulasi korban melalui penipuan sederhana atau phishing merupakan mata rantai lemah dalam keamanan siber.
”Metode yang digunakan kemungkinan besar bukan cara-cara yang sangat teknis tingkat tinggi,” kata Woodward kepada mingguan Inggris New Statesman.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Vice President firma keamanan siber Fortinet John Maddison pada konferensi Accelerate pada pekan lalu, yang menyatakan bahwa 50 persen dari pembobolan yang terjadi bermula pada social engineering, atau manipulasi psikologi. Hal ini dapat dilakukan melalui phishing, misalnya.
Cofounder Cado Security, Chris Doman kepada ZDNet mengatakan meski tidak ada bukti yang dapat menginfirmasi bahwa seluruh serangan tersebut berasal dari satu kelompok.
Namun, fakta bahwa adanya kemiripan nama berkas malware dan asal jaringan menunjukkan kemungkinan bahwa satu kelompok peretas bertanggung jawab terhadap seluruh serangan tersebut.
Riset Covid-19
Padahal, beberapa fasilitas superkomputer yang diserang tersebut digunakan untuk penelitian terkait penyakit Covid-19 dan virus penyebabnya, SARS-CoV-2.
Gauss Centre for Supercomputing, lembaga yang mengoordinasikan pusat superkomputer di Jerman telah memberikan hibah penggunakan tiga fasilitas superkomputer kepada 18 riset Covid-19 sejak akhir April 2020 lalu.
Contohnya, Jose Antonio Encinar Hidalgo dari Miguel Hernandes University, Spanyol, menggunakan HLRS University of Stuttgart untuk melakukan penelitian berjudul ”Potential Inhibitors of SARS-CoV-2 Protein: Detection with Molecular Dynamics”.
JOSÉ ANTONIO ENCINAR HIDALGO/GCS—Menggunakan superkomputer HAWK, penelitian yang dimpimpin oleh Jose Antonio Encinar Hidalgo berhasil mensimulasikan 9.000 zat kimia dan menemukan 34 yang memiliki karakteristik dapat menghentikan penyebaran virus Covid-19 dalam tubuh.
Encinar mensimulasikan 9.000 zat kimia yang diduga dapat menghambat penyebaran virus SARS-CoV-2 dalam sel manusia. Setelah simulasi selama dua pekan, ia berhasil menemukan 34 zat kimia yang memiliki karakteristik yang diinginkan.
Sementara LRZ digunakan oleh pusat penelitian biotek Spanyol, Nostrum Biodiscovery untuk mendesain obat antiviral Covid-19 melalui penelitian berjudul ”Polypharmacology-based antiviral design”.
Penggunaan superkomputer untuk riset Covid-19 tidak dilakukan oleh negara-negara Eropa saja.
Sebelumnya, sejumlah perusahaan teknologi dan perguruan tinggi bekerja sama dengan Pemerintah AS untuk membentuk Covid-19 High Performance Computing Consortium (Covid-19 HPC Consortium) pada akhir Maret lalu.
Menilik laman resminya, kini ada lebih dari 50 penelitian aktif yang menggunakan belasan superkomputer di AS tersebut.
Oleh SATRIO PANGARSO WISANGGENI
Editor: KHAERUDIN KHAERUDIN
Sumber: Kompas, 18 Mei 2020