”Regulatory Sandbox” Solusi Lembah Kematian Inovasi

- Editor

Rabu, 15 April 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Keberhasilan unit alih teknologi di negara maju didukung oleh perangkat legal ”Regulatory Sandbox” yang memberikan ruang gerak yang luas dalam melakukan proses inovasi.

Daya saing sebuah negara sangat bergantung pada kemampuan menciptakan produk yang menguasai pasar global. Penciptaan produk tersebut diawali dengan kegiatan riset yang intensif sampai adanya prototipe. Prototipe tersebut harus dikembangkan lebih lanjut agar menjadi produk unggulan global, di mana tidak hanya aspek teknis produk yang perlu diperhatikan, tetapi juga aspek komersial dan proses produksi massal sehingga nilai tambahnya tinggi.

Negara maju memiliki daya saing global karena tingginya nilai tambah produk yang dipasarkan global. Hal tersebut terjadi karena kemampuan mereka untuk menghasilkan produk unggulan (inovasi) yang berasal dari hasil riset yang menghasilkan terobosan (invensi). Proses perwujudan invensi menjadi inovasi tidaklah mudah, tidak sekadar memproduksi prototipe menjadi produk komersial.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pengalaman negara maju, hanya 0,1 persen dari paten yang dihasilkan yang mampu menghasilkan royalti. Di samping itu, dari prototipe yang siap diproduksi hanya maksimal 30 persen yang mampu menjadi produk komersial unggulan. Proses perwujudan prototipe menjadi produk unggulan mempunyai risiko kegagalan yang tinggi karena kompleksitas dan tingkat ketidakpastian yang tinggi sehingga tidak ada yang berani investasi.

Pihak swasta tidak mau mengambil risiko rugi, berarti pemerintah yang harus investasi untuk inovasi. Di negara maju, pemerintahnya mempunyai komitmen untuk investasi besar-besaran dalam bidang riset dasar untuk invensi dan dalam bidang inovasi. Mereka sadar bahwa untuk bersaing secara global harus mampu berinovasi.

Lembah kematian
Proses yang sangat sulit tersebut dikenal dengan istilah ”Lembah Kematian”, ada jurang pemisah yang sangat dalam antara tahap prototipe dan tahap produksi komersial unggulan. Lembah kematian terjadi karena institusi riset tak mampu membuktikan bahwa prototipenya akan menjadi produk komersial unggulan karena memang bukan tugasnya. Sebaliknya, pihak industri belum berani investasi untuk memproduksi prototipe itu karena belum terbukti komersial dan unggulan.

Untuk menjembatani lembah kematian ini diperlukan suatu entitas yang mampu melakukan pembuktian bahwa prototipe itu akan mampu menjadi produk komersial unggulan. Entitas tersebut berperan sebagai unit alih teknologi yang mampu melakukan hal-hal sebagai berikut: investigasi pasar, pengembangan teknologi, pengujian prototipe teknologi sesuai dengan kondisi operasional, pengujian aktual teknologi sesuai kualifikasi, pengujian aktual teknologi sesuai kondisi operasional, proteksi kekayaan intelektual, rencana bisnis, pencarian modal awal, pembentukan kapital ventura, dan pembentukan tim produksi.

Kesiapan sebuah prototipe untuk dapat dikomersialkan dapat ditentukan berdasarkan technology readiness level (TRL), di mana kalau TRL 9 prototipe tersebut dapat dikomersialkan. Prototipe yang dihasilkan oleh institusi riset umumnya berada pada TRL 4, dan untuk mencapai TRL 9 harus ditangani unit alih teknologi. Negara maju memiliki unit alih teknologi yang kuat dan didanai penuh oleh pemerintahnya sehingga menghasilkan berbagai inovasi unggulan yang menguasai pasar global.

Pengembangan inovasi di Indonesia masih sangat rendah, padahal banyak sekali hasil riset yang berkualitas dan berpotensi terobosan serta produk unggulan. Rendahnya inovasi bukan karena ketidakmampuan para ahli yang ada saat ini, melainkan karena Indonesia belum memiliki unit alih teknologi yang mampu menjembatani lembah kematian.

Para peneliti dan pengembang prototipe (TRL 4) berharap pihak industri akan memproduksi prototipe tersebut secara komersial, sedangkan pihak industri baru akan investasi untuk komersialisasi prototipe tersebut setelah mencapai TRL 9. Peran Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) seharusnya dapat diarahkan menjadi unit alih teknologi, karena sejak awal pendiriannya oleh almarhum Prof BJ Habibie memang dimaksudkan untuk peran ini.

Oleh karena itu, penulis mengusulkan agar BPPT diberi amanah oleh pemerintah untuk menjadi unit alih teknologi sesuai deskripsi pada paragraf sebelumnya. Untuk mengemban amanah tersebut, BPPT harus melakukan reformasi tata kelola dan pergeseran paradigma dari semula sebagai kantor pemerintah yang struktural birokratis menjadi badan hukum yang independen yang dibiayai negara.

BPPT membutuhkan ruang gerak yang luas dan fleksibel serta bebas intervensi untuk dapat menjadi unit alih teknologi yang kredibel. Kredibilitas tersebut penting agar pihak industri percaya terhadap rekomendasi BPPT sehingga berani melakukan investasi. BPPT juga perlu mengembangkan sumber daya manusia yang relevan dengan fungsi alih teknologi seperti tertera di atas, baik dari segi jumlah, kualifikasi, kapasitas, maupun pola pikirnya.

”Regulatory Sandbox”
Inovasi membutuhkan ekosistem yang kondusif, yaitu ruang gerak yang luas tanpa kendala apa pun, termasuk kendala legal. Tidak berarti inovasi dibenarkan melanggar hukum, tetapi kendala legal harus diminimalkan atau dilonggarkan sedemikian rupa sehingga hasil inovasinya maksimal. Semakin besar kendala legal yang ada, ruang gerak inovasi semakin sempit dan berakibat pada hasil inovasi yang tidak maksimal, bahkan gagal.

Keberhasilan unit alih teknologi di negara maju didukung oleh perangkat legal ”Regulatory Sandbox” yang memberikan ruang gerak yang luas dalam melakukan proses inovasi. Regulatory Sandbox adalah suatu pendekatan pengaturan yang memungkinkan proses inovasi dilaksanakan bersama dengan regulator.

Regulatory Sandbox memfasilitasi dialog intensif antara pihak pelaku inovasi dn regulator untuk menghasilkan kebijakan yang menyeimbangkan antara keberhasilan inovasi dan mitigasi risiko yang akan muncul. Dengan konsep ini, biaya inovasi menjadi lebih murah, dan memungkinkan regulator memperoleh pandangan yang penting dalam menyusun regulasi terkait.

(Satryo Soemantri Brodjonegoro, Ketua AIPI, Penasihat Khusus Menko Kemaritiman dan Investasi Bidang Kebijakan Inovasi dan Daya Saing Industri)

Sumber: Kompas, 14 April 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB