Pendidikan Program Doktor (S-3) di Indonesia

- Editor

Sabtu, 22 Maret 1997

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

PENINGKATAN sumber daya manusia yang berkualitas merupakan salah satu program utama pemerintah dalam PJP II. Kita semua menyadari bahwa faktor manusialah yang terpenting dalam pembangunan negara kita. Oleh karena itu sektor pendidikan dalam PJP II diharapkan akan memperoleh anggaran yang cukup besar. Masalah pendidikan di negara kita yang sedang berkembang ini, dengan penduduk sebanyak 200 juta orang tidak mungkin ditangani oleh pemerintah saja. Partisipasi masyarakat, dalam hal ini pihak swasta, sangat dibutuhkan. Usaha pemerintah dalam memenuhi kebutuhan ini sudah cukup banyak, baik berupa pendidikan formal maupun nonformal, pada tingkat menengah maupun tingkat pendidikan tinggi.

Kegairahan masyarakat untuk belajar dan menambah ilmu juga sangat tinggi. Banyak departemen pemerintah yang bekerja sama dengan institusi pendidikan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya. Di samping itu banyak pula departemen pemerintah, demi untuk peningkatan keterampilan pegawainya, mengadakan pelatihan baik untuk pegawainya sendiri maupun bagi pegawai departemen lain. Usaha peningkatan sumber daya manusia ini dilaksanakan juga oleh pihak-pihak nonpemerintah atau swasta. Hal ini menunjukkan suatu peran serta masyarakat yang baik sekali, yang patut mendapat dukungan pemerintah.
***
BERKAT usaha pemerintah dan partisipasi masyarakat ini, maka lulusan perguruan tinggi tingkat sarjana (S-1) pada saat ini sudah banyak sekali, bahkan menurut berbagai berita tenaga mereka banyak yang tidak tersalurkan. Dibukanya program pascasarjana oleh pemerintah di beberapa perguruan tinggi terkemuka (10 perguruan tinggi negeri) di Indonesia dua dekade yang lalu, lebih menyemarakkan lagi usaha peningkatan pendidikan tinggi di negara kita. Pada mulanya program pascasarjana dibuka dengan tujuan peningkatan kualitas ilmu para staf pengajar di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Dalam tugasnya sebagai staf pengajar di institusinya, diharapkan paling tidak mereka yang mengajar pada pendidikan tingkat sarjana (S-1) ialah seorang staf pengajar yang berpendidikan magister (S-2) dalam ilmunya, syukur bila ada yang berpendidikan doktor (S-3) atau bahkan guru besar.

Mereka yang mengajar pada tingkat magister (S-2), diharapkan telah berpendidikan tingkat doktor dan seterusnya. Untuk tujuan itu pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, telah menyediakan dana untuk beasiswa para peserta pendidikan pascasarjana tersebut, baik untuk pendidikan tingkat magister maupun doktornya. Dana tersebut yang terdiri dari dana rupiah dan dana pinjaman luar negeri, diatur oleh Dikti dan dialokasikan mula-mula kepada 10 perguruan tinggi setelah melalui prosedur dan proses yang tidak mudah. Kesepuluh perguruan tinggi tersebut ialah: IPB, ITB, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, Unpad, UGM, Unair, IKIP Malang, Unhas, dan UI.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Perguruan tinggi tersebut diberi tugas mendidik para peserta program pascasarjana dari seluruh perguruan tinggi negeri terutama di Indonesia. Sesuai dengan perkembangan ilmu dan kebutuhan masyarakat maka program studi di setiap perguruan tinggi itu berkembang terus. Perkembangan program studi itu berada di bawah pengawasan Dikti yang melihat keseluruhannya secara nasional. Hal ini diperlukan demi efisiensi dan kualitas baik pendidikan maupun lulusannya.
***
SEJAK beberapa tahun yang lalu jumlah perguruan tinggi yang diizinkan mendidik jenjang magister diperbanyak sampai mencapai tidak kurang dari 22 perguruan tinggi negeri. Di samping itu pemerintah mengizinkan pula beberapa perguruan tinggi swasta untuk menyelenggarakan pendidikan tingkat magister, dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh Dikti. Dapat dipahami bila pemerintah belum berani memberikan izin kepada perguruan tinggi swasta untuk menyelenggara-kan pendidikan tingkat doktor (S-3), oleh karena pendidikan tingkat doktor ini tidak semudah pendidikan tingkat magister. Pendidikan jenjang doktor (S-3) ialah pendidikan yang berdasarkan penelitian yang mendalam, yang umumnya menghasil-kan penemuan atau pengetahuan baru di bawah bimbingan seorang promotor, dan bahkan merupakan suatu penulisan makalah biasa. Penemuan-penemuan baru ini harus dipertahankan di depan forum senat perguruan tinggi sebagai ujian terhadap hasil penelitiannya itu.

Penemuan-penemuan baru itu bisa berupa ilmu-ilmu dasar atau terapan yang siap dimanfaatkan untuk keperluan masyarakat banyak. Untuk melakukan pendidikan tingkat doktor itu, harus ada kesiapan yang kuat dari pihak penyelenggara pendidikan yakni program pascasarjana, baik dari segi pembimbingnya maupun dari pihak peserta. Dari pihak penyelenggara pendidikan, diperlukan adanya promotor yang kuat dalam bidang ilmu yang akan diteliti promovendus, dana yang cukup serta segala sarana dan prasarana yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian tersebut. Dari pihak peserta perlu ada kesiapan mental, fisik dan finansial serta dukungan keluarga, di samping tentunya penguasaan ilmu dalam bidang yang akan ditelitinya. Sebagian besar waktu harus disisihkan untuk penelitian dan penulisan disertasinya. Ada PP 30/90 yang sebenarnya mempermudah penyelenggaraan program pascasarjana ini. Jenjang doktor (S-3) merupakan jenjang tertinggi dalam bidang akademik atau keilmuan. Oleh karena itu tidak heran bahwa para pendidik di perguruan tinggi berlomba-lomba mengejar dan memperoleh tingkat kesarjanaan ini. Tetapi oleh karena kendalanya besar maka tidak semua yang menginginkannya dapat meraih gelar yang sangat bergengsi itu. Demikian besar gengsi tingkat kesarjanaan doktor itu di masyarakat kita, sehingga bukan saja para staf pengajar yang ingin mengejar jenjang akademik tertinggi ini, tetapi juga banyak pimpinan departemen pemerintah yang menginginkan jabatan-jabatan penting tertentu dijabat oleh seseorang yang bergelar doktor. Maka tidak heran bila juga pejabat-pejabat pemerintah yang bukan staf pengajar, untuk promosi jabatannya, menginginkan gelar tersebut.

Tidak heran pula bila “pasaran” doktor yang tinggi ini diingini oleh berbagai institut penyelenggara pendidikan.Sangatlah tepat bahwa pemerintah dalam hal ini Dikti pada saat ini masih mengadakan restriksi terhadap penyelenggaraan program doktor itu, dengan maksud untuk menjaga kualitas para lulusannya.

(* Iskandar Wahidiyat, Direktur Program Pascasarjana UI periode 1989-1996.)

Sumber: Kompas, Sabtu, 22 Maret 1997

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB