KJA SMART, Agar Masa Depan Tak Makin Suram

- Editor

Senin, 24 Februari 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Eutrofikasi jadi masalah besar bagi ekosistem perairan banyak waduk di Indonesia. Selain menurunkan kualitas air, fenomena ini juga memicu sedimentasi kawasan perairan.

Eutrofikasi menjadi masalah besar bagi ekosistem perairan banyak waduk di Indonesia. Selain menurunkan mutu air, fenomena ini juga memicu sedimentasi kawasan perairan. Jika itu terjadi, fungsi waduk sebagai sumber mata pencarian warga, pembangkit listrik, sumber air minum, dan cadangan irigasi jelas terancam.

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA–Pegawai Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan (BRPSDI) Kementerian Kelautan dan Perikanan menjelaskan cara kerja inovasi teknologi keramba jaring apung dengan Sistem Manajemen Air Resirkulasi dan Tanaman (SMART) di Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (11/2/2020).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Eutrofikasi merupakan kejadian berlebihnya jumlah nutrien pada ekosistem perairan air tawar. Salah satu tandanya adalah ledakan jumlah fitoplankton dan tumbuhan air. Nutrien ini bersumber dari pupuk pertanian hingga pakan ikan yang dibudidaya dalam keramba jaring apung (KJA) di waduk yang sering kali melebihi kapasitas ideal.

Sebagai contoh, tiga waduk yang terdapat di sepanjang aliran Sungai Citarum, yakni Saguling, Cirata, dan Jatiluhur. Data Dinas Perikanan dan Kelautan Jabar mencatat jumlah KJA di Jatiluhur saat ini ada 33.888 petak, padahal daya dukung maksimum hanya 2.100 petak, Saguling 32.000 petak dari daya dukung 2.800 petak, dan sebanyak 93.641 petak di Cirata dari daya dukung 12.000 petak.

Peneliti bidang pengelolaan sumber daya perikanan atau ekonomi di Balai Riset Pemulihan Sumberdaya Ikan Amula Nurfiarini menyebut tingginya kandungan nitrogen (N) dan fosfor (P) dari pakan menyebabkan peningkatan kategori subur hingga sangat subur (eutrofik-hipereutrofik) tumbuhan air dan fitoplankton. Hal itu berdampak pada penurunan mutu air dan ekosistem perairan.

Pesatnya pertumbuhan tumbuhan air juga mengakibatkan penurunan kandungan oksigen karena penetrasi cahaya matahari tidak bisa menembus hingga lapisan bawah air. Sementara endapan lain berpotensi menjadi umbalan (upwelling) atau bahan di dasar waduk naik ke permukaan sehingga menyebabkan kematian massal ikan.

Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta mendata produksi ikan di KJA Jatiluhur menurun dalam kurun waktu 2016-2018. Total produksi ikan mencapai 63.290 ton tahun 2016. Produksi ikan menurun menjadi 58.599 ton pada 2017 dan 53.396 ton pada 2018. Penurunan itu disebabkan beberapa hal, antara lain penertiban KJA dan kematian massal ikan.

Kondisi tersebut menginspirasi peneliti di Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Lismining Pujiyani Astuti, bersama tim untuk mengembangkan KJA inovasi baru. KJA ini dibuat dengan sistem manajemen air melalui resirkulasi dan tanaman (KJA SMART).

”Teknologi ini untuk mengurangi bahan pencemar ke perairan,” ucap Lismining, di Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (11/2/2020).

Lismining dan tim memodifikasi sistem akuaponik untuk diterapkan di waduk dengan sejumlah perlakuan. Penelitian ini dimulai tahun 2014, setidaknya membutuhkan waktu sekitar lima tahun untuk mendapatkan konstruksi yang sesuai.

Konstruksi KJA SMART dilengkapi berbagai komponen, yakni kolam keramba dengan penampung pakan, pompa penyedot sisa pakan, dan penampung yang dilengkapi filter. Selain itu, ada juga perangkat hidroponik, komponen lahan basah (wetland), hingga komponen filter fisik.

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA–Maket keramba jaring apung (KJA) dengan Sistem Manajemen Air Resirkulasi dan Tanaman (SMART). Inovasi teknologi itu diluncurkan oleh Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan (BRPSDI) Kementerian Kelautan dan Perikanan di Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (11/2/2020).

Tambahan lapisan
Perbedaan antara KJA SMART dan konvensional terletak pada tambahan lapisan yang menghambat penguraian dan penampung sisa pakan di bagian bawah. Sementara kolam KJA konvensional hanya jaring yang tak ideal menampung sisa pakan.

Kolam KJA SMART terdiri atas tiga bagian. Pertama adalah kolam bagian atas dengan penutup berfungsi agar pakan yang diberikan di permukaan tidak menyebar ke bagian perairan lainnya.

Selanjutnya, ada kolam tengah berfungsi sebagai lapisan sirkulasi udara dan air, dan terakhir adalah kolam kedap di lapisan terbawah sebagai penampung sisa pakan ikan. Pada bagian bawah konstruksi kolam terdapat pipa dan pompa yang terhubung pada bak penampung atas.

Kemudian, air yang disedot ke atas akan melewati filter pada bak penampung atas untuk pemisahan partikel padat dan cair. Kotoran didiamkan di bak penampung sekitar tiga hari untuk proses dekomposisi bahan organik menjadi nutrisi pupuk cair yang dimanfaatkan untuk tanaman hidroponik.

Air tersebut lantas dialirkan ke komponen wetland yang ditanami vetiver (Chrysopogon zizanioidesi). Penggunaan tanaman ini bekerja sama dengan Loka Penelitian Teknologi Bersih LIPI dan berfungsi sebagai fitoremediasi polutan atau menyerap pencemaran organik dan logam berat.

Sebelum dikembalikan ke perairan, air tersebut dialirkan terlebih dulu ke filter fisik yang terdiri dari pasir, serabut, dan batu kapur. ”Prinsipnya seperti penjernihan air pada umumnya. Filter sebagai penjaga terakhir untuk menyaring sisa bahan organik yang mungkin masih ada pada air tersebut,” kata Lismining.

Pembuatan satu unit KJA SMART menghabiskan biaya Rp 80 juta-Rp 90 juta dengan menggunakan bahan baru. Sementara biaya yang dikeluarkan untuk membuat KJA konvensional Rp 45 juta- Rp 56 juta per unit. Pengecekan konstruksi dilakukan setidaknya setahun sekali, khususnya pada kolam penampung berbahan terpal dan pompa penyedot.

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA–Pegawai Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan (BRPSDI) Kementerian Kelautan dan Perikanan menjelaskan cara kerja inovasi teknologi keramba jaring apung dengan Sistem Manajemen Air Resirkulasi dan Tanaman (SMART) di Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (11/2/2020).

Respons positif
Inovasi ini telah diujicobakan di Waduk Jatiluhur dan mendapatkan respons positif dari pembudidaya ikan. Namun, mereka menilai biaya yang dikeluarkan cukup besar untuk pembuatan konstruksi baru tersebut.

Ketua Paguyuban Pembudidaya Ikan di Waduk Jatiluhur Yana Setiawan (45) berharap inovasi KJA SMART ini dapat menjadi solusi dari keberadaan KJA agar tidak digusur semuanya dari Waduk Jatiluhur. Tahun lalu, ia bersama kelompoknya bereksperimen untuk membuat duplikasi dari teknologi tersebut.

Biaya besar dapat ditekan dengan memodifikasi KJA konvensional yang hanya membutuhkan biaya tambahan Rp 10 juta-Rp 15 juta per unit. Komponen KJA konvensional terdiri dari konstruksi kolam, saung, dan galangan (gladag) untuk berjalan. Atribut tambahan untuk melengkapi KJA SMART antara lain terpal, pompa, pipa, bak penampung, penyaring, dan filter fisik.

”Biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. Kami berharap ada bantuan atau subsidi dari pemerintah terkait penerapan teknologi ini,” ucapnya.

KOMPAS/YOLA SASTRA–Pembudidaya sedang memberi ikan makanan di keramba jaring apung di Danau Maninjau, Nagari Duo Koto, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Selasa (11/2/2020). Kematian massal ikan kembali terjadi di tiga nagari di sekitar danau itu, yakni Duo Koto, Bayua, dan Tanjung Sani, dengan jumlah sekitar 79,5 ton. Salah satu pemicu kematian ikan adalah jumlah keramba yang melampaui daya dukung danau.

Kepala Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan Aulia Riza Farhan berharap teknologi ini dapat menjadi solusi jangka pendek untuk penanganan pencemaran di waduk-waduk yang memiliki beban KJA tinggi. Pengembangan teknologi ini akan dilakukan bertahap.

”Kami akan memantau penerapan KJA SMART untuk memastikan bagaimana pengaruh yang diberikan dari teknologi itu terhadap lingkungan sekitar,” katanya.

Ketika kualitas semakin tidak karuan, inovasi teknologi jelas dibutuhkan. Semua harus dilakukan agar masa depan tak lagi suram.

Oleh MELATI MEWANGI

Editor: CORNELIUS HELMY HERLAMBANG, EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 24 Februari 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 50 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB