Digitalisasi Dimulai dari Kecakapan Emosional dan Profesional

- Editor

Kamis, 26 September 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dalam digitalisasi pemelajaran, pendidik harus bisa mengintegrasikan teknologi dalam pemelajaran. Dalam hal ini, teknologi bukan sekadar alat bantu tetapi cara.

Digitalisasi pemelajaran di sekolah dan perguruan tinggi dimulai dengan membangun persepsi guru dan dosen untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam pemelajaran. Jadi, teknologi bukan sekadar menjadi alat pelengkap. Butuh kesiapan emosional dan profesional untuk melakukannya.

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Direktur Bidang Penelitian Asesmen dan Psikometri Dewan Penelitian Pendidikan Australia Catherine McClellan memaparkan mengenai integrasi teknologi dalam pemelajaran bukan berarti menggantungkan semua pekerjaan kepada teknologi, tetapi mengerti cara memaksimalkan teknologi untuk mencapai tujuan dan perubahan di Jakarta, Rabu (25/9/2019).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Pendampingan bagi pendidik agar bisa keluar dari bias emosional dan ketakutan terhadap teknologi ini kerap tidak diperhatikan ketika menjalankan pelatihan digitalisasi pemelajaran. Kita terlalu fokus pada cara mengoperasikan gawai,” kata Direktur Bidang Penelitian Asesmen dan Psikometri Dewan Penelitian Pendidikan Australia Catherine McClellan dalam seminar “Kuliah dan Asesmen Daring di Pendidikan Tinggi”, Rabu (25/9/2019), di Jakarta.

Menurut penelitian lembaga ini, mayoritas sekolah di dunia berlomba untuk menyediakan gawai canggih seperti komputer, tablet, hingga ponsel pintar untuk membantu peserta didik dan pendidik belajar secara optimal. Namun, ketika diverifikasi kepada peserta didik, mayoritas memakai gawai hanya untuk mencatat di kelas, mengetik tugas, membuat presentasi, dan mencari informasi di internet.
Jarang sekali gawai diintegrasikan ke dalam pemelajaran dalam bentuk medium berkolaborasi, berdiskusi mendalam, mencari informasi terperinci, dan menciptakan pengetahuan baru.

“Bahkan, hampir tidak ada pertanyaan kepada peserta didik tentang cara mereka mencari informasi, sumber rujukan, alasan mereka memercayai rujukan itu, pemeriksaan silang dengan rujukan lain, serta pemastian bahwa informasi itu tidak tercampur bias pribadi individu yang membuat atau pun mengaksesnya,” tutur McClellan.

Kombinasi manual-digital
McClellan memaparkan, integrasi teknologi berbeda dengan ketergantungan terhadap teknologi. Integrasi berarti mengetahui tujuan yang hendak dicapai, cara mencapai, dan evaluasi pencapaiannya. Pemakaian teknologi dileburkan ke dalam tujuan ini. Sebaliknya, ketergantungan teknologi berarti menganggap tanpa teknologi tidak ada yang bisa dicapai.

Pada April 2014 Pam Mueller dari Universitas Princeton dan Daniel Oppenheimer dari University of California Los Angeles menerbitkan dalam jurnal Psychological Science hasil riset mereka mengenai pemakaian gawai di perkuliahan. Pada 2015, Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menerbitkan hasil riset tentang siswa usia 15 tahun di 31 negara. Ada pula Kajian Literasi Komputer dan Teknologi (ICILS) oleh Asosiasi Evaluasi Capaian Belajar Internasional (IEA) di tahun 2013 dan 2018.

Aspek serupa dalam keempat riset tersebut adalah dosen atau guru mengajar di kelas sementara siswa atau mahasiswa mencatat. Ada yang masih memakai cara manual dengan tulisan tangan, ada pula yang mengetik ceramah dosen dengan gawai. Setelah beberapa pertemuan, mereka diberi ujian materi pelajaran tersebut.

Ternyata, siswa yang mencatat secara manual mendapat hasil ujian lebih baik dari yang mengetik memakai gawai. Penyebabnya karena menulis manual tidak mungkin mencatat semua ucapan guru atau dosen secara utuh. Siswa harus merangkum dan mencatat poin-poin yang penting saja.

Proses ini membuat otak berpikir kritis karena memilah dan memilih informasi secara cepat. Selain itu, proses menulis melibatkan motorik dan visual karena sambil mendengar juga berkonsentrasi agar tulisannya terbaca. Hal ini memperkuat ingatan tentang topik yang ditulis.

“Terungkap bahwa mengetik ceramah guru dan dosen dengan gawai memang lebih cepat dan bisa berbentuk utuh sesuai ucapan. Akan tetapi, tidak ada proses analisa karena notulensi ini tidak lebih dari sekadar merekam,” kata McClellan.

Ia menekankan pentingnya kombinasi manual dan digital di pemelajaran. Artinya, digitalisasi pemelajaran bukan tentang mengubah semua modul ke dalam bentuk daring, melainkan cermat merencanakan bagian-bagian yang harus memakai gawai dengan bagian yang harus dikerjakan secara manual. Tidak lupa memasukkan aspek sosial dan pendidikan karakter.

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Kepala Subdirektorat Pembelajaran Jarak Jauh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Uwes Anis Chaeruman menerangkan perkuliahan digital bukan mengubah modul dari buku ke elektronik, tapi harus ada diskusi aktif, membangun jejaring, dan pemberian umpan balik berkelanjutan dalam seminar pembelajaran dan asesmen dari di Jakarta, Rabu (25/9/2019).

Terjamin
Untuk jenjang pendidikan tinggi, salah satu target digitalisasi adalah kuliah jarak jauh. Kepala Subdirektorat Pembelajaran Jarak Jauh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Uwes Anis Chaeruman mengatakan, untuk perkuliahan jarak jauh harus melewati proses pemeriksaan dan evaluasi dari Institut Pendidikan Siber Indonesia. Caranya adalah perguruan tinggi memasukkan program dan modul kuliah jarak jauh ke lembaga ini.

Apabila dinyatakan dirancang sesuai standar kuliah jarak jauh, yakni tidak sekadar mengubah modul dari buku ke versi elektronik, mata kuliah itu diunggah ke Sistem Pembelajaran Daring Indonesia (Spada). Mahasiswa lintas perguruan tinggi bisa mengikutinya karena nilainya bisa dimatrikulasi.

Sejauh ini, selain Universitas Terbuka yang memang didirikan khusus untuk menjalankan kuliah jarak jauh, baru enam perguruan tinggi yang menerapkannya. Enam perguruan tinggi ini adalah Universitas Binus, Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kalimantan Timur, Poltekkes Nusa Tenggara Timur, London School of Public Relations, Universitas Pelita Harapan, dan Politeknik Elektronika Surabaya. Total ada sebelas mata kuliah yang memakai metode campuran tatap muka dan jarak jauh.

“Banyak kampus yang mengajukan, tapi tidak memiliki sistem umpan balik yang berkesinambungan, modul hanya asal diubah menjadi elektronik, dan dosen sebenarnya tidak siap untuk mengajar dengan metode ini. Kalau izinnya diluluskan, nanti mahasiswa menganggap kuliah jarak jauh tak punya nilai tambah. Mudah diambil dan mudah ditinggal sehingga tidak membuat perubahan,” ujarnya.–LARASWATI ARIADNE ANWAR

Editor YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 26 September 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB