Seekor monyet hitam melintas cepat di depan mobil yang kami kendarai di Hutan Cangar, antara Mojokerto-Malang. Monyet hitam itu –yang oleh masyarakat setempat lebih dikenal sebagai lutung– kemudian meloncat berayun ke pepohonan bersama lutung-lutung yang lain. Mereka berteriak-teriak seperti mencurigai siapa saja yang lewat hutan itu sebagai pihak yang akan merampok habitat mereka. Sesaat kemudian, mereka berlarian menjauh ke dalam hutan. Ini seolah-olah sebagai pertanda bahwa mereka memang tidak punya kemampuan lain selain berteriak untuk mempertahankan Hutan Cangar yang kian terancam kerusakan itu.
DI TENGAH Hutan Cangar itu, sejak 1986 memang dibangun jalan lintas untuk menghubungkan kota Mojokerto dengan Malang. Berbagai kendaraan ini bisa dengan leluasa melintas di tengah hutan tersebut. Berbagai pihak kemudian menyatakan kebanggaan karena jarak Mojokerto-Malang kini terasa kian dekat. Mereka tidak peduli apakah dengan pembangunan jaIan itu satu benteng pertahanan alam di Jatim ini telah mulai runtuh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bukan hanya monyet hitam tadi yang kelihatan terusik. Lebih jauh menyusuri jalan di tengah hutan ini, terlihat berbagai macam burung yang menarik. Ada merpati hutan yang berwarna keabu-abuan. Ada ayam hutan. Ada alap-alap. Bahkan, sekelebatan tampak kijang menelusup di antara rimbunan pohon perdu.
Hutan Cangar sebenarnya merupakan salah satu hutan di Jatim yang sangat strategis dalam peta pertahanan lingkungan hidup. Letaknya seperti di ubun-ubun wilayah Brantas. Flora dan faunanya cukup beragam. Fungsinya sebagai daerah penangkap air hujan bagi kelangsungan mata air Sungai Brantas memberikan alasan kuat agar hutan ini tetap dilestarikan.
“Itulah sebabnya kami bertekad memprakarsai penghutanan kembali (reforestry) Hutan Cangar, ” ujar Dr Saleh Aldjufri, ketua panitia Reforestry Hutan Cangar, saat bersama Jawa Pos melintas jalan yang membelah hutan itu akhir Oktober lalu.
Karena itu, ia menggalung Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IABI) dan Klub Jantung Sehat (KJS) mangadakan acara Gebyar Lingkungan Hidup ’91 di Cangar. Acara yang di langsungkan pada 19-20 Oktoberitu dihadiri Gubernur Jatim Soelarso dan dibuka Menberi Kependudukan dan Lingkungan Hidup Emil Salim.
Menurut Saleh, ada sekitar 79 hektare lahan yang benar-benar rusak di daerah tersebut. Hutan Cangar terletak di dua daerah, Mojokerto dan Malang. Daerah yang mengalami kondisi kritis itu terdapat di Hutan Cangar Malang. Kondisinya sangat kontras dengan sekitarnya. Meski dalam peta masih tergolong di tengah hutan, daerah itu hanya terdiri dari lahan yang telah diterasiring, tanpa tanamanan berarti. Gundul sama sekali. Pada waktu musim hujan, lahan di sini menjadi lautan lumpur,” ujar Saleh yang juga ketua Lembaga Penerangan dan Laboratorium Islam (LPLI) Sunan Ampel Surabaya itu.
Lahan kritis itulah yang jadi sasaran programnya, “kita menghidupkan kembali tanah yang telah mati ini dengan cara menanaminya,” kanjutnya. Ia lantas membeli sebagian lahan di situ seluas 7.000 meter persegi. lni sebagai langkah awal –untuk program pertama– penghutanan kembali tanah kritis seluas 5 hektare.
Kedatangan Emil Salim dalam acara yang dia gelarkan itu, katanya, telah berhasil mengangkat Hutan Cangar ke permukaan sehingga disorot berbagai kalangan. Dampaknya, beberapa pemegang hak garap tanah yang tadinya akan menjadikan Cangar sebagai kawasan wisata mundur teratur. “Ternyata kedatangan Pak Emil membawa perubahan cukup besar bagi masa depan Hutan Cangar,” ujar dokter Yatno, salah seorang anggota panitia.
Dengan mundurnya beberapa pemilik hak garap lahan ini, maka menghutankan kembali Hutan Cangar menjadi lebih besar °Kami sedang mempersiapkan konsep untuk menghutankan kembali daerah ini secara beramai-ramai,” jelas Saleh lebih jauh.
Kini Saleh sedang mencari kawan untuk menangani proyek penghutanan kembali Hutan Cangar. “Siapa pun boleh ikut menyumbangkan dananya. Boleh menyumbang dana untuk membeli satu meter saja atau sepuluh meter atau mungkin satu hektare. Nama mereka akan ditulis di dalam sertiflkat pendiri hutan itu dan akan dikenang anak cucu,” paparnya. Cara ini dianggapnya paling feasible untuk dilakukan, karena setiap orang tidak terlalu diberati biaya yang besar untuk menghutankan kembali tanah kritis itu.
“Satu meter tanah mungkin hanya berharga beberapa puluh ribu rupiah untuk menyulap tanah kritis itu menjadi hutan kembali,”kilahnya.
Dampak lain yang diharapkannya, orang akan merasa tergugah, tertarik, dan memiliki kepedulian terhadap hutan yang sebenarnya menyelamatkan hidup kita sendiri dan generasi mendatang. “Hutan di Jatim semakin sempit dengan kecepatan yang tidak bisa diduga. Beberapa tahun lagi apa yang kita lihat ini mungkin sudah tidak bisa kita jumpai,” paparnya.
Ia lantas memberikan contoh. Beberapa waktu yang lalu ia sempat mengabadikan jajaran cemara hutan Cangar dalam sebuah lukisan. “Eh, nggak tahunya beberapa hari kemudian hutan cemara itu terbakar dan habis,”jelasnya sambil mengajak Jawa Pas ke areal hutan cemara tersebut. Memang hutan itu telah kering kehitam-hitaman akibat kebakaran yang sudah dipadamkan menjelang kedatangan Emil Salim ke Cangar beberapa waktu lalu.
Jika proyek penghutanan kembali Hutan Cangar ini berhasil menarik masyarakat luas, “Saya akan melanjutkan ke hutan-hutan lain di Jatim,” ujarnya setengah berharap. Ia kemudian menceritakan bahwa banyak hutan di Jatim yang kini semakin kritis, di antaranya ada di Malang Selatan.
Di daerah Malang Selatan, sekitar pantai selatan, kondisi hutannya semakin memprihatinkan.
Tanah-tanah di daerah tersebut diambili orang-orang untuk barbagai keperluan pembangunan. Akibatnya, tanahnya menjadi semakin tandus karena lapisan atasnya –yang justru subur sudah tidak ada lagi. Tidak ada tanaman yang bisa ditanam di daerah tersebut. Pepohonan yang dulu masih banyak menolong masyarakat setempat untuk menyeimbangkan ekosistem, kini semakin sedikit. “Jika tidak segera ditanami daerah tersebut akan menjadi bencana bagi masyarakat Malang Selatan,” ungkap Bambang, salah seorang warga Donomulyo yang sering berhubungan dengan Saleh untuk proyek penghutanan kembali.
Bambang yang pelukis itu mengaku kini sedang mengorganisasikan orang-orang yang memiliki kepedulian terhada pelestarian lingkungan di daerah Malang Selatan. “Tetapi, yang kami lakukan masih dalam tahap awal. Kami akan membantu terlebih dahulu proyek yang digarap Pak Saleh, Jika berhasil, kami akan menggarapnya bersama,” ungkapnya saat bertemu Jawa Pos di kantor LPLI. (gus)J
Sumber: JAWA POS,11 NOVEMBER 1991