Sains, teknologi, bahasa, dan seni berkaitan erat dalam pembangunan peradaban bangsa. Sekolah hendaknya menyadari bahwa tidak ada bidang ilmu yang berdiri sendiri, melainkan saling menyokong satu sama lain sehingga menghasilkan pembelajaran holistik.
Hal itu menjadi tema dalam Festival Sains dan Budaya 2019 yang diselenggarakan oleh Olimpiade Seni dan Bahasa Indonesia (Osebi) serta Olimpiade Proyek Sains Indonesia (Ispo) di Tangerang Selatan pada 22-24 Februari 2019. Penutupan festival berlangsung di Sekolah Kharisma Bangsa, Tangsel pada Minggu (24/2/2019).
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Para pemenang Olimpiade Seni dan Bahasa Indonesia serta Olimpiade Proyek Sains Indonesia dalam Festival Sains dan Budaya 2019 di Sekolah Kharisma Bangsa, Tangerang Selatan, Minggu (24/2/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lomba terbagi menjadi beberapa kategori, antara lain proyek sains seperti biologi, fisika, dan kimia; lingkungan; teknologi; komputer; menulis puisi; membaca puisi; menulis cerpen; dan menciptakan tari kreasi Nusantara. Ajang ini diikuti siswa SD hingga SMA sederajat se-Indonesia.
“Menariknya, hampir di semua kategori lomba siswa mengambil tema lingkungan. Ada yang tentang mitigasi bencana, masalah sampah plastik, hingga pencemaran sumber daya alam,” kata Presiden Ispo yang juga Guru Besar Teknik Elektro Universitas Indonesia Riri Putri Sari. Para pemenang lomba sains dan teknologi sebanyak 14 tim akan dikirim untuk mengikuti lomba-lomba di Amerika Serikat, Thailand, Rumania, Hong Kong, dan Brazil.
Menurut Riri, tema itu diolah agar relevan dengan kebutuhan Revolusi Industri 4.0 dengan cara pandang yang segar khas Generasi Z dan Generasi Alpha. Pada lomba proyek sains, siswa banyak membahas permasalahan yang ada di sekeliling mereka dan tidak jarang pula melibatkan bagian dari tradisi serta pengetahuan lokal ke dalam solusi yang ditawarkan. Misalnya, ada yang membuat sabun dengan memanfaatkan sisik ikan bandeng agar industri ikan bandeng tidak meninggalkan sampah.
Kepala SMP Kharisma Bangsa Imam Husnan yang siswanya mendapat juara harapan di kategori fisika mengatakan, pihaknya mempertimbangkan untuk mendaftarkan karya para siswanya agar mendapat hak kekayaan intelektual. Akan tetapi, lebih diprioritaskan lagi kemungkinan membangun jejaring peneliti muda antarsiswa yang mengikuti Ispo dan Osebi. Tujuannya selain mempererat perkawanan juga memungkinkan siswa memiliki teman diskusi ilmiah.
–Presiden Olimpiade Proyek Sains Indonesia Riri Putri Sari dan Presiden Olimpiade Seni dan Bahasa Indonesia Liliana Muliastuti seusai penutupan Festival Sains dan Budaya 2019 di Tangerang Selatan, Minggu (24/2/2019).
Kekayaan bahasa
Ailsa Husna Parahita, siswa kelas IV SD Muhammadiyah Nitikan, Yogyakarta, yang memenangi medali emas menulis puisi mengatakan banyak membaca berita sebagai sumber inspirasi karyanya. Ia menulis puisi berjudul “Hutan yang Hilang” karena akhir-akhir ini melihat banyak berita mengenai bencana alam. Setelah bertanya kepada gurunya, dia menjelaskan bahwa salah satu penyebab terjadinya bencana adalah karena hutan yang terus dirambah.
Presiden Osebi Liliana Muliastuti mengakui kagum dengan karya siswa, terutama di bidang menulis puisi dan cerpen. “Di tengah penggunaan Bahasa Indonesia yang buruk di ruang publik, siswa-siswa ini menunjukkan kemampuan bahasa yang baik. Bahkan, kosakata yang mereka pilih melampaui standar pengetahuan pada usia dan jenjang pendidikan,” tuturnya.
Liliana yang juga Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta memberi masukan kepada para guru untuk mengajak siswa lebih banyak membaca. Hal ini karena menulis puisi dan cerpen tidak sekadar membangun kalimat, tetapi harus bisa membangun imajinasi pembaca. Selain itu, dari segi penampilan masih perlu dibedakan antara teknik membaca puisi dengan musikalisasi puisi.
Oleh LARASWATI ARIADNE ANWAR
Sumber: Kompas, 24 Februari 2019