Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mendorong petani Indonesia untuk mengolah pertanian di dalam kawasan hutan. Upaya itu untuk mewujudkan sebuah komitmen dalam mendukung pemberdayaan di sekitar kawasan hutan.
Hal itu dikatakan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono saat pembukaan Agrinex 2018, Jumat (7/9/2018), di Jakarta. ”Kami juga mendorong bagaimana petani bisa meningkatkan produktivitasnya dengan akses legal dari pemerintah,” ujarnya.
MELATI UNTUK KOMPAS–Sejumlah produk yang ditampilkan di pameran agrobisnins Agrinex 2018 bertajuk ”Social Agroforestry in Millennial Generation Era”. Pameran agrobisnis itu akan digelar sampai Minggu (9/9/2018) di Jakarta Convention Center.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pameran agrobisnins Agrinex 2018 bertajuk ”Social Agroforestry in Millennial Generation Era”. Pameran agrobisnis itu akan digelar sampai Minggu (9/9/2018) di Jakarta Convention Center. Agroforestri merupakan sistem penggunaan lahan yang dikombinasikan dengan tanaman pertanian untuk meningkatkan keuntungan.
Generasi milenial atau mereka yang lahir pada 1980-an hingga 2000 berpotensi untuk menggerakkan dunia pertanian di Indonesia. Bambang menilai, petani muda lebih kreatif dan memiliki energi lebih untuk mengolah pertanian sehingga kegiatan itu akan lebih menghasilkan produktivitas yang tinggi.
Agrinex 2018 menampilkan 220 gerai yang melibatkan, antara lain, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), perusahaan atau industri olahan, dan lembaga swadaya. Pameran agrobisnis itu juga melibatkan pemerintah daerah, kementerian, serta lembaga penelitian dan pengembangan teknologi pertanian dan pangan.
MELATI UNTUK KOMPAS–Ketua Panitia Penyelenggara Agrinex 2018 Rifda Ammarina (berompi batik) dan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono (kiri) berkeliling melihat stan pameran Agrinex 2018, Jumat (7/9/2018), di Jakarta.
Ketua Panitia Penyelenggara Agrinex 2018 Rifda Ammarina menuturkan, keterlibatan generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian sangat diperlukan. Keterlibatan itu juga menjadi salah satu solusi dalam penyediaan lapangan kerja.
”Perlu regenerasi di seluruh sektor pertanian. Semoga Indonesia bukan hanya importir pangan, tapi juga eksportir pangan. Untuk bisa mengekspor pangan, produktivitas panenan perlu ditingkatkan,” ucap Rifda.
Dalam pameran tersebut, pengunjung disajikan beberapa UMKM yang menjual produk hilir bahan pertanian atau perkebunan. Seperti Ai Awang Hayati, pemilik Kopi Geulis, yang bermitra dengan kelompok petani di area perkebunan kopi seluas 60 hektar di Gunung Manglayang Timur, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
MELATI UNTUK KOMPAS–Ai Awang Hayati, pemilik Kopi Geulis, yang merupakan kopi Sumedang.
Kerja sama itu dijalin sejak Desember 2017. Setiap panen, harga buah kopi segar dijual petani ke Ai seharga Rp 7.000-Rp 10.000 per kilogram. Dengan memantau secara langsung proses berkebun yang dilakukan petani, Ai menjamin kualitas kopinya memiliki standar kualitas yang stabil. Olahan kopi asal Sumedang memiliki ciri khas aroma karamel dan madu.
Rifda menambahkan, kesempatan orang muda untuk bekerja sama memanfaatkan lahan hutan, baik milik negara maupun di bawah Perhutani, untuk menjadi kebun-kebun pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan.
”Hutan yang ada itu 12,7 juta hektar. Jika tanah itu dimanfaatkan untuk agroforesti, ada satu lompatan besar dalam mengolah pangan dan memberikan akses pangan,” ujarnya.
Menurut Purwaningsih dkk (2015), dampak alih fungsi lahan secara makro adalah ketersediaan pangan yang berkurang dan berakibat pada berkurangnya ketahanan pangan secara nasional. Dampak lain dari alih fungsi lahan adalah hilangnya mata pencarian petani.
”Kesempatan untuk mengolah lahan di kawasan hutan diharapkan dapat membantu petani untuk kembali produktif,” ujar Rifda. (MELATI MEWANGI)–ADHI KUSUMAPUTRA
Sumber: Kompas, 7 September 2018