Stephen William Hawking, yang dikenal dengan buah pemikirannya yang cemerlang tentang waktu dan ruang, meninggal pada usia 76 tahun. Pihak keluarga mengumumkan, Hawking meninggal dengan tenang di rumahnya di Cambridge, Inggris, Rabu (14/3) pagi.
”Dia adalah seorang ilmuwan hebat dan lelaki luar biasa, yang hasil karya dan warisannya dalam ilmu pengetahuan akan bertahan sekian tahun lagi,” kata Lucy, anak kedua Stephen Hawking, saat mengumumkan kepergian ayahnya. Ia didampingi dua saudaranya, Robert dan Timothy.
Fisikawan ternama ini menguak misteri ruang, waktu, dan lubang hitam dalam bukunya, A Brief History of Time: From the Big Bang to Black Holes (1988). Buku yang telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa itu menjadi buku terlaris internasional, membawa Hawking ke panggung selebritas sains, menyusul Albert Einstein.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sederetan buku karya Hawking lainnya adalah Black Holes and Baby Universes and Other Essays (1994), On the Shoulders of Giants (2003), The Grand Design (2010), My Brief History (2013), dan George and the Unbreakable Code.
Hawking lahir di Oxford, 8 Januari 1942, sebagai sulung dari empat bersaudara. Ayahnya, Frank Hawking, adalah seorang ahli biologi dan ibunya, Isobel Hawking, seorang peneliti medis.
AFP PHOTO/NIKLAS HALLE’N–Ilmuwan asal Inggris Stephen Hawking menghadiri peluncuran The Leverhulme Centre for the Future of Intelligence (CFI) di Cambridge University, Inggris, 19 Oktober 2016. Hawking meninggal dunia dalam usia 76 tahun di Cambridge, Rabu (14/3) pagi.
Tahun 1959, Hawking menerima beasiswa untuk belajar ilmu alam di University College, Oxford. Ia kemudian melanjutkan studi dan riset tentang kosmologi di Cambridge University.
Tahun 1974, ia menjadi anggota termuda pada lembaga ilmiah paling bergengsi di Inggris, Royal Society. Saat itu ia baru berusia 32 tahun.
Lima tahun kemudian, Hawking diangkat sebagai profesor Matematika Lucasian di Cambridge University. Posisi bergengsi itu sebelumnya pernah diduduki Isaac Newton.
Hawking didiagnosis menderita penyakit amyotrophic lateral sclerosis (ALS) yang melumpuhkannya sejak berusia 21 tahun. Selama lebih dari 50 tahun ia menjalani hidupnya di atas kursi roda dan hanya bisa berkomunikasi melalui bantuan electronic voice synthesizer, yang menghasilkan suara robotik.
AP PHOTO/LIONEL CIRONNEAU–Stephen Hawking menjawab pertanyaan wartawan melalui electronic voice synthesizer, 3 Maret 1989 di Paris. Ia didampingi istrinya, Jane.
Hawking meninggalkan tiga anak dari hasil pernikahannya dengan Jane Wilde pada tahun 1965. Pasangan ini berpisah setelah 25 tahun. Hawking kemudian menikahi perawatnya, Elaine Mason. Pernikahan mereka bertahan selama 12 tahun.
Kisah cinta Hawking dan Wilde diceritakan dalam film The Theory of Everything (2014). Film yang mendapat penghargaan Oscar untuk kategori biografi itu dibuat berdasarkan memoar yang ditulis Jane Hawking, Traveling to Infinity: My Life with Stephen.
Kisah kehidupan Hawking juga diangkat dalam sebuah film dokumenter berjudul Hawking (2013). Dalam film dokumenter itu, ia merefleksikan hidupnya: ”Karena setiap hari bisa menjadi yang terakhir, saya punya keinginan kuat untuk memanfaatkannya dengan baik setiap setiap saat.”
Wakil Rektor Cambridge University Professor Stephen Toope memuji Hawking sebagai inspirasi bagi jutaan umat manusia. Ia menyebutkan, kontribusi luar biasa Hawking terhadap sains dan matematika merupakan warisan yang tak akan lekang oleh zaman.
Astrofisikawan Amerika Neil deGrasse Tyson dalam kicauannya di Twitter menyampaikan rasa duka berkarakter kosmologis: kepergiannya telah meninggalkan suatu kevakuman intelektual. Namun, itu bukan kekosongan. Anggap saja sebagai semacam energi vakum yang menyerap lembaran kain ruang-waktu yang tidak sesuai ukuran. Stephen Hawking, RIP 1942-2018. (AP/AFP)–NASRU ALAM AZIZ
Sumber: Kompas, 14 Maret 2018