Memasuki Koridor coworking space (ruang kerja bersama) Surabaya, semangat Anda akan dibakar dengan kalimat-kalimat yang ditulis di dinding. Seperti kutipan dari Bung Karno: …Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli….” atau ”Potensi tanpa aksi itu impotensi”.
KOMPAS/IQBAL BASYARI–Warga memanfaatkan Koridor di gedung Siola, Surabaya, Sabtu (13/1). Tempat yang dibangun Pemerintah Kota Surabaya itu memberikan ruang bagi kaum muda kreatif untuk mengembangkan dan merealisasikan ide-ide.
Pesan untuk produktif dengan cara kreatif digelorakan saat berada di Koridor. Fasilitas yang didirikan Pemerintah Kota Surabaya pada 10 November 2017 itu menyediakan ruang kerja bersama dengan suasana yang terkesan santai. Tempat duduk dibuat tanpa sekat menghadap ke luar dengan pemandangan gedung perkantoran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Desain seperti itu dimaksudkan untuk mendorong produktivitas karena tempat kerja tak melulu didesain dengan suasana formal. Justru dalam suasana santai, biasanya ide-ide kreatif akan lebih mengalir lancar. Dengan landasan berpikir itulah, Koridor didesain untuk memantik kreativitas anak muda Surabaya.
Koridor yang terletak di Jalan Tunjungan itu beroperasi selama 24 jam. Koridor merupakan ruang kerja bersama untuk mewadahi inovasi dan kolaborasi anak muda kreatif di Surabaya. Mereka didorong untuk melahirkan karya di bidang teknologi digital yang membawa manfaat bagi warga ”Kota Pahlawan” itu.
Ada tujuh ruangan di Koridor. Tiga ruangan, yakni Paduraksa, Ruang Baur, dan Sesrawungan, bisa diakses oleh umum. Di ruang Paduraksa dan Sesrawungan terdapat fasilitas komputer dan WiFi gratis. Adapun Sesrawungan biasanya digunakan oleh Gapura Digital Google untuk memberikan pelatihan kepada pelaku usaha rintisan dalam memanfaatkan teknologi untuk berdagang.
”Masyarakat juga bisa menggunakan ruang Paduraksa secara gratis untuk menggelar kegiatan di bidang teknologi dan kewirausahaan. Proposal bisa diajukan kepada Bagian Humas Pemkot Surabaya dua minggu sebelum kegiatan berlangsung,” kata pengelola Koridor, Vincentius Surya Putra, Sabtu (13/1), di Surabaya.
Empat ruangan lain, Sinausini, Obah Mamah, Pusaran, dan Ranjana, merupakan area terbatas. Ruangan itu diperuntukkan bagi pelaku usaha rintisan berbasis digital di Surabaya yang sudah memiliki produk dan ingin mengembangkannya. Ruang ini didesain khusus untuk melindungi ide yang dimiliki pelaku usaha rintisan tersebut. Saat ini ada 20 usaha rintisan dari program Start Surabaya yang menempati ruangan itu, antara lain Riliv, RedBlood, dan Kreavi.
Vincentius mengatakan, setiap hari sekitar 300 anak muda memanfaatkan Koridor. Mereka tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menikmati fasilitas yang ada. Pengunjung hanya perlu mendaftar dan menyerahkan kartu identitas kepada petugas. ”Jika ada yang memanfaatkan Koridor untuk bermain gim atau streaming Youtube pasti akan diperingatkan karena itu bukan hal produktif,” ujarnya.
Chief Executive Officer (CEO) Riliv, Audrey Maxmilian Herli, merasa amat terbantu dengan hadirnya Koridor. Selama dua tahun mengembangkan aplikasi curhat online dan konseling dengan psikolog itu, dia belum memiliki kantor yang nyaman. Biasanya, pekerjaan mengembangkan aplikasi dilakukan di kos, perpustakaan, dan kafe.
Ide mengalir
Sejak Koridor dibuka, dia selalu bekerja di tempat itu. Menurut Audrey yang akrab disapa Maxi, Koridor menyediakan semua kebutuhan bagi pengembangan usahanya, seperti tempat kerja, WiFi, dan pegiat lain yang memiliki visi yang senada. Lokasinya yang memiliki pemandangan gedung bertingkat juga membuat idenya mudah mengalir.
Selain itu, lokasinya yang menjadi satu kompleks dengan kantor sejumlah dinas membuatnya mudah jika ingin mencari data pendukung. ”Karena banyak pelaku usaha rintisan, jadi bisa saling memberi masukan,” ujarnya.
Pengunjung lain, Vanny Olvia (21), mahasiswa Jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Kristen Petra, Surabaya, mengatakan, dirinya memanfaatkan Koridor untuk mengerjakan tugas kuliah dan pekerjaan sampingan sebagai desain grafis. Ia memilih tempat itu karena ada Wi-Fi dan tempat duduk nyaman. ”Kalau di kafe harus mengeluarkan uang,” ujarnya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, Koridor dibuat untuk mengembangkan ide dan kreativitas warga yang ingin mengembangkan usaha rintisan. Jangan sampai anak muda yang ingin berkembang hanya berhenti di ide tanpa ada aksi lanjutan.
”Dengan keberadaan Koridor co-working space ini, saya mendorong pemuda Surabaya untuk mengembangkan usaha rintisan atau menciptakan produk, baik itu software (perangkat lunak) maupun hardware (perangkat keras),” ujar Risma.
Bimbingan
Mereka juga mendapatkan bimbingan dari perusahaan raksasa teknologi, seperti Intel, Microsoft, Google, dan Facebook. ”Pengembang lokal bisa berkonsultasi untuk menciptakan produk yang sedang dibutuhkan perusahaan teknologi dunia agar karyanya bisa langsung bersaing dengan asing,” ujarnya.
Dari data Asosiasi Co-Working Indonesia per April 2017, jumlah co-working space di Indonesia telah mencapai 87 unit. Itu menyebar di Medan (1), Padang (1), Palembang (1), DKI Jakarta (30), Tangerang Selatan (2), Bekasi (2), Bandung (10), Depok (3), Malang (1), dan Jember (1), Semarang (1), Yogyakarta (4), Surakarta (2), Demak (1), Surabaya (6), Makassar (2), Manado (1), Bali (14), dan Samarinda (2).
Menurut Risma, Surabaya memiliki ekosistem yang kuat untuk mengembangkan usaha rintisan berbasis digital. Sebab, Surabaya memiliki sejumlah kampus besar, seperti Universitas Airlangga, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, dan Universitas Kristen Petra, yang memiliki mahasiswa unggulan.–IQBAL BASYARI & RYAN RINALDY
Sumber: Kompas, 5 Februari 2018
Mahasiswa generasi milenial tersebut memiliki semangat untuk berkembang dan memiliki jiwa wirausaha yang tinggi. Kemampuan mereka tentang dunia digital perlu dikembangkan dengan memberikan sarana ruang kerja bersama yang bisa dimanfaatkan setiap saat.
Risma terus mendorong pelaku usaha di Surabaya untuk merambah dunia digital. Seperti yang dilakukan di program Pahlawan Ekonomi di mana 5.000 dari 7.000 pelaku usaha di Surabaya sudah mulai memasarkan produk di internet.
Berdasarkan data Startup Ranking, Indonesia menempati urutan ketiga di dunia dengan jumlah 1.559 usaha rintisan pada 2017. Indonesia hanya kalah dari Amerika Serikat (37.480 usaha) dan India (3.928). ”Warga Surabaya harus bisa menjadi pemain, jangan hanya dijadikan pasar karena industri digital bersifat global, tidak terbatas Indonesia,” kata Risma.
Kini tidak ada lagi alasan pemuda Surabaya tidak bisa mengembangkan usaha rintisan karena semua kebutuhan sudah difasilitasi Pemkot Surabaya. Tinggal kemauan dan kerja keras untuk mewujudkan kota ini sebagai kampiun industri digital.