Tingkat kesadaran masyarakat terhadap pencegahan penyakit masih rendah. Untuk itu, puskesmas sebagai garda terdepan layanan kesehatan tingkat primer harus jemput bola untuk memberikan pelayanan kesehatan.
Menurut keterangan yang dihimpun Kompas, Senin (8/1), di Jakarta, sejumlah warga enggan ikut penyuluhan kesehatan yang diadakan rutin di daerahnya. Siti Rohayati (41), warga Kelurahan Pekojan, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, misalnya, tak pernah ikut penyuluhan dari puskesmas di Pekojan meski ada penyuluhan satu kali sepekan.
”Jujur, saya kurang tertarik ikut penyuluhan gitu. Kalau sakit parah, saya langsung berobat ke puskesmas,” kata Siti di Puskesmas Kecamatan Tambora, Senin. Siti menemani suaminya, Yoas, berobat. Yoas menderita batuk berdahak selama tiga hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ratih Afriyani (36), warga Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, menuturkan, penyuluhan rutin diadakan di areanya minimal sekali sepekan, seperti penyuluhan gizi bagi anak balita dan pencegahan penyakit. ”Saya ikut bila ada materi penyuluhan yang cocok buat saya,” ujar ibu dari dua anak itu.
ARSIP UNIVERSITAS AIRLANGGA–Perangkat i-Humble, alat deteksi dini penyakit “angin duduk”, yang diciptakan Tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta (PKM-KC) Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur.
Menurut Kepala Satuan Pelayanan Medik Puskesmas Kecamatan Tambora, Nurhayati, ada sejumlah kendala melaksanakan promotif dan pencegahan penyakit di daerah padat penduduk itu. Selain kehadiran penduduk musiman, warga tak peduli terhadap penyuluhan. ”Kami berusaha rutin melakukan penyuluhan, tetapi antusiasme warga kurang,” ujarnya.
Pengobatan
Dari sisi pengobatan atau kuratif, jumlah pasien di sejumlah puskesmas justru meningkat sejak ada program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). ”Jika sakit, mereka langsung datang ke puskesmas,” tutur Nurhayati.
Padahal, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128 Tahun 2004 menegaskan, fungsi utama puskesmas sebagai penyedia layanan preventif dan promosi terhadap masyarakat.
Kepala Puskesmas Kecamatan Penjaringan, Florida Masniari Sitinjak, memaparkan, tingkat kesadaran hidup sehat di daerahnya kurang. Jadi, tenaga kesehatan harus menjemput bola ke masyarakat, seperti di rumah susun, dengan Program Ketuk Pintu Layani dengan Hati. ”Kami harus korek mana yang malas berobat. Makanya, seolah-olah kuratif tinggi,” ujarnya.
Rata-rata pasien di Puskesmas Penjaringan 400-500 orang per hari. Pasien yang datang tak hanya karena sakit, tetapi juga ingin mengecek kondisi kesehatan. ”Jadi, ada warga mulai berusaha melindungi diri,” kata Florida.
Sejak awal, puskesmasnya punya ruang rawat inap. Sejak tahun lalu, ia menutup ruangan itu karena ada surat edaran Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta bahwa puskesmas fokus preventif dan promotif. ”Upaya kuratif dan rehabilitatif ditujukan ke rumah sakit,” ujarnya. (DD18)
Sumber: Kompas, 9 Januari 2018