Sejumlah usaha rintisan internasional dalam perdagangan daring dan media hiburan, seperti Iflix dan Spotify, berprinsip menggunakan teknologi kelas dunia, tetapi meraih pasar dengan pendekatan secara lokal. Oleh karena itu, mereka memiliki strategi khusus untuk mendekatkan produknya kepada masyarakat Indonesia.
Co-founder dan Group Chief Executive Officer Iflix Mark Britt menyatakan, Indonesia merupakan pasar terbesar di Asia Tenggara. Karena itu, pendekatan pemasaran kepada masyarakat Indonesia membutuhkan strategi yang tepat. Jasa yang ditawarkan Iflix berupa akses pada film dan acara televisi, baik lokal maupun internasional, pada gawai yang digunakan pelanggannya.
Mark memaparkan, pihaknya telah meneliti karakteristik pasar di Indonesia. ”Secara mayoritas, Indonesia memiliki ketertarikan pada tayangan-tayangan bersifat lokal. Contohnya, pertandingan sepak bola dalam negeri, film-film yang dimainkan oleh artis dalam negeri serta film lokal itu sendiri,” tuturnya dalam acara Wild Digital, di Jakarta, Kamis (16/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk meningkatkan pelayanannya di Indonesia, Iflix menggandeng Screenplay Films yang kerap memproduksi film-film lokal, misalnya London Love Story (2016), I Love You from 38.000 feet (2016), Headshot (2016), dan Jailangkung (2017). Founder dan Chief Operating Officer Screenplay Films Wicky V Olindo mengatakan, keunggulan strategi pemasarannya terletak pada pendekatan dengan pemirsa melalui media sosial. ”Kami memperbarui informasi terkait tanggal penayangan perdana dan video-video cuplikan film lewat akun media sosial kami,” kata Wicky.
Berbeda dengan Iflix, Spotify memperkuat analisis datanya untuk mengoptimalkan pendekatan kepada pendengar musik di Indonesia. Managing Director Spotify di Asia Sunita Kaur mengatakan, segala pengalaman pendengar musik di Spotify dikumpulkan sebagai data mentah untuk diolah. Secara sederhana, pengalaman yang dimaksud berupa riwayat pilihan-pilihan lagu yang didengarkan dan riwayat pencarian.
Bagi Spotify, kumpulan data itu penting dalam analisis pasarnya. ”Kami memiliki tanggung jawab untuk memberikan akses bagi pendengar ke lebih dari 30 juta lagu. Sementara itu, kami juga bertanggung jawab untuk menghubungkan penyanyi kepada 140 juta pelanggan kami di seluruh dunia,” kata Sunita.
Sampai saat ini, Spotify telah merebak di 62 negara. Berdasarkan hasil analisisnya, setiap negara, bahkan tiap kota, memiliki genre dan artis favoritnya masing-masing. Sunita mencontohkan, London, Chicago, dan Jakarta sebagai perbandingan.
Dari contoh tersebut, Sunita memaparkan, pendengar di London cenderung menyukai musik indie. Sementara itu, pelanggan di Chicago memfavoritkan aliran musik hip-hop. Untuk pilihan artisnya, kedua kota ini tidak memiliki preferensi khusus.
Jakarta berbeda. Sunita mengatakan, pendengar di Jakarta lebih menyukai musik-musik artis lokal. Nama Raisa, Afgan, dan Isyana menjadi tiga teratas. Setelah musik lokal, lagu-lagu K-pop menjadi favorit nomor dua.
Dari hasil analisis tersebut, Spotify akan menyuguhkan informasi terkait lagu terbaru dan album terbaru dari penyanyi dan aliran musik yang serupa pada beranda aplikasinya. ”Tiap orang akan mendapatkan rekomendasi yang berbeda-beda tergantung seleranya,” kata Sunita.
Meskipun menghubungkan pendengar dengan musisi secara digital, Sunita mengatakan, pihaknya tetap mengusahakan interaksi langsung. Contohnya adalah Spotify on Stage pada Agustus lalu di Jakarta. Dalam pentas itu, Spotify menghadirkan penyanyi-penyanyi, baik dalam negeri maupun mancanegara, yang difavoritkan oleh Indonesia. (DD09)–M PASCHALIA JUDITH J
Sumber: Kompas, 16 November 2017