Butuh Riset Pencemaran Plastik Nano di Perairan Indonesia
Penelitian terbaru telah menemukan bahwa pencemaran plastik ke lautan sangat membahayakan organisme dan pada akhirnya bisa meracuni manusia. Plastik ukuran nano terbukti bisa terserap ke dalam otak ikan dan memicu perubahan perilaku.
Hasil riset Karin Mattsson dan timnya dari Universitas Lund, Swedia, ini dipublikasikan dalam jurnal terkemuka Nature edisi 13 September 2017. Untuk pertama kali, riset membuktikan pencemaran plastik di perairan telah masuk ke rantai organisme.
Partikel plastik nano yang memiliki ukuran lebih kecil dari 330 mikron (0,33 milimeter) awalnya terserap ke tanaman laut, seperti ganggang, kemudian dimakan plankton, dan pada akhirnya dimakan ikan. Ukuran partikel yang sangat kecil membuatnya bisa terserap ke dalam darah dan pada akhirnya terakumulasi ke jaringan otak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Disebutkan, ikan yang telah tercemar plastik nano menjadi sakit, ditandai dengan berkurangnya nafsu makan dan bergerak lebih lambat. Sementara plankton yang telah terpapar plastik nano bisa mati.
Reza Cordova, peneliti kimia laut dan ekotoksikologi Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di Jakarta, Rabu (4/10), mengatakan, riset tentang cemaran plastik nano di perairan Indonesia belum dilakukan. “Kendalanya keterbatasan alat. Saat ini kami baru mengajukan, semoga tahun depan alat analisisnya tersedia,” ujarnya.
Sejauh ini, kajian dampak pencemaran plastik ukuran nano pada ikan belum dilakukan di Indonesia. Namun, untuk plastik ukuran mikro (5 mm-0,33 mm) sudah pernah dilakukan tim peneliti dari Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, dan University of California, Davis (2014 dan 2015). Dalam riset itu ditemukan, sepertiga sampel ikan yang diteliti di pasar ikan di Makassar tercemar plastik mikro. Plastik mikro itu ditemukan pada alat pencernaan.
Sementara pengajar Manajemen Sumber Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) Etty Riani mengatakan, temuan tentang masuknya plastik nano hingga ke tubuh ikan ini menjadi peringatan tentang bahaya pencemaran limbah plastik.
“Secara teoritis, ukuran plastik nano amat kecil sehingga begitu masuk ke tubuh ikan akan ke dalam darah. Bahkan, di darah leukosit (sel darah putih), bisa tak mengenalinya karena saking kecilnya sehingga lolos dan terbawa hingga ke otak,” ucapnya.
Lebih berbahaya
Menurut Etty, plastik nano menjadi lebih berbahaya karena bisa membawa bahan beracun dan berbahaya (B3). “Di alam, plastik nano menyerap B3 untuk kemudian masuk ke dalam tubuh ikan,” ujarnya.
Kajian tentang dampak pencemaran plastik di Indonesia menjadi kian penting karena posisi Indonesia sebagai penyumbang besar pencemaran plastik secara global. Kajian Jenna Jambeck, peneliti dari Universitas Georgia, Amerika Serikat, dalam jurnal Science (2015) menyebut Indonesia adalah negara kedua setelah China sebagai penyumbang sampah plastik terbesar di laut. Dari 5,4 juta ton sampah plastik per tahun yang dihasilkan penduduk negeri ini, sebanyak 0,5-1,5 juta ton dibuang ke laut.
Namun, Reza mengatakan, dari penelitiannya di enam lokasi di Indonesia, pencemaran plastik mikro berada pada skala sama dengan lautan lepas. Riset tersebut dilakukan di Sabang, Batam, Jakarta, Cirebon, Denpasar, Wakatobi, dan Ternate.
“Dugaan kami, intensitas pencemaran plastik nano di Indonesia juga seperti plastik mikro,” ujarnya.
Menurut Reza, pencemaran plastik makro tidak sepenuhnya tertahan di kawasan laut dan pesisir Indonesia, tetapi sebagian terbawa keluar wilayah perairan Indonesia. Di sisi lain, plastik mikro terbawa dari perairan lain masuk ke wilayah Indonesia.
“Namun, ini tentunya perlu kajian yang lebih mendalam. Pada intinya, saya setuju kita harus mengurangi membuang sampah plastik sehingga tidak mencemari lautan,” kata Reza.(AIK)
Sumber: Kompas, 5 Oktober 2017