Bagi CEO Netflix Reed Hastings, kompetisi ternyata bukan terjadi dengan Amazon, Youtube, atau perusahaan penyiaran konvensional. Kompetisi terjadi dengan waktu tidur warga. Perusahaan penyedia aplikasi internet yang memiliki karakter memproduksi konten lalu menawarkan layanan video tunda atau permintaan itu kemudian menawarkan fitur luring pada 2016.
Dalam wawancara dengan Telegraph pada 19 April 2017, Reed menjelaskan bahwa jam tidur wargalah penghalang utama bisnis Netflix. Netflix tercatat memiliki lebih dari 70 juta pelanggan pada 2016. Reed menargetkan bisa mencapai 100 juta penonton.
“Ini masih permulaan. Youtube mempunyai miliaran pengguna aktif dan miliaran jam setiap harinya. Facebook pun begitu dan saya melihat internet mampu memberikan peluang yang sangat fenomenal,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Netflix mempunyai lebih dari 76.000 kategori film dan tayangan televisi. Perusahaan yang setipe dengan Netflix sudah bermunculan. Sebagai contoh adalah Iflix, HOOQ, Tribe, Viu, dan Catchplay. Di Indonesia, model ini sudah muncul sekitar dua tahun lalu.
Albert Agung Bagus (25), seorang copywriter asal Jakarta Utara, mengaku sebagai pengguna aktif layanan pengaliran video dan aplikasi video tunda/permintaan. Albert mengaku suka dengan layanan dan aplikasi tersebut karena mudah diakses kapan dan di mana saja.
“Bisa siang hari atau sore hari. Saya biasanya menonton konten dari aplikasi video tunda/permintaan pada malam hari. Ada kalanya saya menonton konten film dari aplikasi pengaliran video atau video tunda/permintaan di sela-sela jam istirahat kantor,” ujar Albert.
Selain mudah diakses melalui gawai, Albert menilai aplikasi tersebut mempunyai kelebihan koleksi konten film dan seri televisi yang beragam dan banyak. Konten film yang ditawarkan tidak melulu kategori baru tayang di bioskop. Ada pula film kategori era 1980-an.
Setiap bulan, Albert menghasikan kuota data internet seluler 12 gigabytelebih. Untuk menghemat kuota, dia sering memanfaatkan fasilitas Wi-Fi di area layanan publik. Untuk menonton video tunda, Albert biasanya mengakses Iflix.
CEO Iflix Cam Walker kepada Kompas, Kamis (27/4), di Jakarta, menyebutkan, pengguna aktif Iflix adalah warga usia 16-25 tahun. Prime time Iflix tercatat mulai pukul 22.00 hingga 02.00. Iflix sudah beroperasi di 18 negara pada 2017, termasuk Indonesia, Malaysia, dan Maldives. Konten yang ditawarkan mencakup film Hollywood, Korea Selatan, dan Indonesia. Ada pula serial televisi.
Untuk menarik lebih banyak pelanggan di Indonesia, Iflix bekerja sama dengan beberapa stasiun radio, seperti Mustang 88 FM. Bentuknya yaitu penyelenggaraan program bincang-bincang film.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI–Iflix dan Netflix, penyedia layanan streaming film yang kini populer di Indonesia. Pengguna dapat berlangganan untuk menikmati beragam tayangan film dan serial televisi melalui gawai.
Country Head HOOQ untuk Indonesia Guntur Siboro mengatakan, pangsa pasar terbesar adalah keluarga muda dengan rentang usia 25-35 tahun dan berlatar belakang ekonomi kelas A, B, serta C+. Untuk hari biasa, waktu menonton paling padat berada pada pukul 19.00-23.00. Sementara, waktu terpadat akhir pekan, yaitu pukul 17.00-00.00.
Guntur mengklaim kehadiran HOOQ tidak menggantikan bioskop atau televisi berbayar via kabel atau satelit. Justru sebaliknya, HOOQ memberikan pilihan hiburan kepada warga yang di daerahnya tidak ada bioskop.
Dampak ke seluler
General Manager Video PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Eriek Hadiyanto mengatakan, tren konsumsi data internet mengarah ke akses layanan pengaliran video dan video tunda/permintaan. Tren ini tidak bisa dihindari meskipun pasar Indonesia belum terlalu siap.
Pada April 2016, Telkomsel mulai bekerja sama dengan HOOQ. Bulan berikutnya, Telkomsel bermitra dengan Viu. Bentuk kerja sama dengan dua pemain ini berupa penyediaan paket data khusus. HOOQ lebih menonjolkan konten film Hollywood sedangkan Viu film Korea Selatan.
Pada 12 April 2017, HOOQ mengumumkan telah mempunyai lebih dari 2 juta pelanggan sejak resmi hadir pada 2016 yang diperoleh dari hasil kerja sama dengan Telkomsel, seperti melalui paket VideoMAX. Sementara, Iflix tercatat memiliki sekitar 1,5 juta pengguna aktif. Usia operasional Iflix hampir sama dengan HOOQ.
Meski demikian, dari sudut pandang Indonesia, kehadiran penyedia layanan video tunda/ permintaan belum bisa diartikan bakal meruntuhkan industri pertelevisian yang sudah mapan.
Chief Commercial Officer PT MNC Kabel Mediacom Ade Tjandra berpendapat, masih banyak daerah di Indonesia belum memiliki infrastruktur jaringan pita lebar. Kecepatan akses internet pun belum stabil.
“Untuk menonton konten film beresolusi tinggi (HD), warga harus mengeluarkan biaya besar. Tidak semua kalangan mampu. Penggerak utama populernya layanan video tunda/permintaan adalah generasi milenial dan berdomisili di kota besar,” katanya.
Ade menilai bahwa kehadiran penyedia layanan video tunda/permintaan bukan sebagai kompetitor televisi satelit berbayar atau kabel. Setidaknya, hal itu berlaku hingga sekarang. Beberapa pemain pita lebar jaringan tetap sekaligus televisi kabel berbayar justru menawarkan paket lengkap. Isinya adalah langganan televisi satelit berbayar dan video tunda/permintaan.
Media distribusi
Sutradara Joko Anwar berpendapat, kehadiran platform layanan pengaliran video dan video tunda/permintaan memberikan dampak positif bagi sineas film. Dari segi bisnis, platform tersebut menambah deretan media distribusi konten film. Dari sisi sineas, kehadiran platform itu memberikan ruang besar untuk berkreasi.
Di berbagai negara, sineas konten film sudah banyak terjun terlibat di rantai industri layanan pengaliran video dan video tunda/permintaan. Mereka biasanya diminta memproduksi konten orisinal. Bentuknya bisa berupa cerita berseri atau film pendek.
Tayangan drama televisi berbasis web asal Amerika, Marco Polo, adalah salah satu contoh konten orisinal berbentuk cerita berseri yang terbilang populer di Netflix. Marco Polo disutradarai oleh John Fusco dan produser The Weinstein Company. Tayangan ini muncul perdana pada 12 Desember 2014. Sayangnya, Marco Polo hanya tayang selama dua musim. Pada Desember 2016, Netflix memutuskan untuk menghentikan pemutarannya dengan alasan rugi.
Di Indonesia, Iflix bekerja sama dengan rumah produksi Screenplay Production yang biasa membuat film, sinetron, dan film televisi (FTV). Cam menyebut, keduanya memproduksi konten orisinal serial Magic Hour. “Saat mengerjakan konten orisinal di platform digital, sineas biasanya merasa bebas berkreasi. Kalau di televisi, mereka umumnya harus siap jika hasil konten dipotong oleh pemilik televisi dengan alasan perbedaan visi. Jika menggarap di digital, sineas malah dibebaskan berkreasi dan mengembangkan idealisme,” ujar Joko.
Produser film Meiske Taurisia mengatakan, Indonesia mempunyai wilayah yang sangat luas, tetapi belum semua area terpapar dan memiliki akses terhadap film. Perkembangan teknologi menonton film melalui platform pengaliran video aplikasi video tunda/permintaan menjadi alternatif solusi akses menonton.
“Keterbukaan akses menonton akan menyentuh keragaman film dan kesempatan menonton film yang beragam. Saya rasa persoalan klasik, yaitu koneksi internet tetap menjadi isu krusial,” ujarnya.
Untuk platform pengaliran video khusus film Indonesia, Meiske memberi contoh www.filmdoo.com/indonesian/. Dengan konsep situs, masyarakat internasional bisa mengaksesnya.–MEDIANA
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 April 2017, di halaman 12 dengan judul “Tontonan dalam Genggaman Tangan”.