Sebesar 51,8 persen penduduk Indonesia, dari jumlah 256,2 juta jiwa, pada tahun 2016 telah terjangkau akses internet. Data tersebut dikutip dari riset Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bersama lembaga Polling Indonesia. Jika dihitung jumlahnya, angkanya mencapai 132,7 juta orang.
Tentu saja, ini jumlah yang relatif besar. Lebih besar dari negara manapun di Asia Tenggara. Akan tetapi, jika kita melihat persebarannya, sebagian besar paparan internet cenderung terkonsentrasi di Pulau Jawa. Persentasenya mencapai 65 persen, dari jumlah 132,7 juta orang tadi.
Sebagai lanjutannya, beragam konten yang lalu lalang di berbagai pelantar media sosial cenderung berupa informasi dari Jawa. Lebih khusus lagi, relatif hanya didominasi oleh sejumlah isu yang berasal dan terkait dengan beberapa kota besar di Pulau Jawa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mengapa media sosial? Pasalnya di Indonesia, media sosial dan akses internet seperti berkelindan. Riset APJII pada 2015 menunjukkan, akses jejaring sosial mendominasi penggunaan internet. Persentasenya mencapai 87,4 persen.
Angka ini terkonfirmasi lewat penggunaan sejumlah pelantar media sosial di Indonesia. Pada 2016, seperti dikutip dari laman statista.com, Indonesia berada di peringkat keempat jumlah pengguna terbesar Facebook setelah India, Amerika Serikat, dan Brasil.
Lantas, bagaimana dengan sejumlah isu, wacana, gagasan, berita, informasi, pengetahuan, atau bahkan kebajikan dari luar kota-kota besar di Pulau Jawa?
Persis, cenderung tidak beroleh tempat. Sebagian karena kekurangan jumlah pengunggah. Sebagian lagi karena minim pembahasan.
Misalnya saja, pembahasan di linimasa Twitter tentang “Universitas Andalas” sejak tahun lalu hingga kemarin (Rabu, 4 Januari 2017) yang dapat ditandai dengan fitur geolokasi, dimana jumlah yang dapat ditandai tidak mencerminkan jumlah kicauan sesungguhnya. Kicauan-kicauan tersebut, sebagian masih terkonsentrasi di Kota Padang, Sumatera Barat.
Kumpulan relatif besar pengicau unggahan frasa tersebut, seperti diduga, berada di kawasan Jalan Kampus Universitas Andalas di dataran tinggi Limau Manih. Sisanya, tersebar di kawasan Ujunggurun, Aietawar, Binuang Kampung Dalam, dan Belakang Tangsi. Seperti terlihat dalam unggahan peta geolokasi di atas, berdasarkan data titik koordinat “latitude” dan “longitude” dimana pemilik akun mengunggah kicauan mereka.
Untuk lebih memberikan gambaran berapa banyak jumlah kicauan nyata di linimasa Twitter, terkait dengan “Universitas Andalas,” pada Kamis (5/1) pagi di sekitar pukul 09.00 WIB, saya berupaya “menarik” 1.000 kicauan yang terkait dengan frasa tersebut. Akan tetapi, perintah tersebut hanya menghasilkan 56 kicauan terkait “Universitas Andalas.”
Sejumlah kata-kata mengitari “Universitas Andalas” yang belum saya pahami konteksnya. Misalnya “firetech 2016” (berdasarkan penelusuran, ini semacam kegiatan tahunan yang diselenggarakan salah satu unit kegiatan mahasiswa), dan “lkti” (mungkin ini terkait dengan semacam perlombaan karya tulis ilmiah). Selain itu, ada pula kata “unandgts2017” yang saya belum beroleh petunjuknya, terkait dengan konteks apa.
Mungkin sanak sekalian bisa membantu saya, dengan menambahkan informasinya sehingga utuh beritanya dan agar menjadi pengetahuan bersama?
INGKI RINALDI
Sumber: Kompas, 5 Januari 2017