Penyakit Infeksi Semakin Sulit Diobati
Penggunaan obat antibiotik sejak setengah abad lalu untuk mengatasi penyakit infeksi menimbulkan resistensi pada sejumlah bakteri pemicunya. Masalah itu dihadapi hampir semua negara, termasuk Indonesia, dan menyebabkan penyakit kian sulit disembuhkan.
Riset yang dilakukan selama ini menunjukkan, sejumlah bakteri kebal pada obat antibiotik tertentu. Untuk mendapat data kuantitatif terkait pencemaran bahan antibiotik ke lingkungan dan gen mikroba penyebab resistensi obat itu, riset lebih lanjut akan dilakukan dengan melibatkan peneliti dari Finlandia, Amerika Serikat, dan Jepang.
Hal itu diungkapkan Eniya Listiani Dewi, Deputi Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Rabu (12/10), di Jakarta. Kerja sama itu dilakukan Pusat Teknologi Farmasi dan Medika BPPT bersama University of Helsinki Finlandia selama 5 tahun, dengan dukungan dana dari Academy of Finland.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kemitraan itu, menurut Kepala BPPT Unggul Priyanto, adalah penerapan penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI dengan Kementerian Pendidikan dan Telekomunikasi Finlandia. Nota kesepahaman itu ditandatangani di Helsinki, 26 April 2015.
Riset akan dilaksanakan hingga tahun 2019 di daerah aliran sungai (DAS) yang melewati usaha peternakan, instalasi rumah sakit, dan usaha budidaya perikanan. Salah satu lokasi riset adalah Sungai Cisadane.
Riset itu akan dimulai dari peternakan di sekitar DAS itu, yang disinyalir tak memakai antibiotik secara terkontrol. “Bakteri yang kebal akan diidentifikasi, dipetakan, dan diisolasi DNA (asam dioksiribonukleat)-nya. Selanjutnya, DNA gen bakteri yang resisten pada antibiotik dianalisis,” ucapnya.
Kerja sama riset itu diharapkan menghasilkan rekomendasi komprehensif bagi semua pemangku kepentingan. Rekomendasi itu terkait peta kejadian resistensi bakteri pada antibiotik.
Ruang lingkup
Untuk mencapai keberhasilan kegiatan riset bersama itu, menurut Direktur Pusat Teknologi Farmasi dan Medika BPPT Imam Paryanto, tim peneliti BPPT dan University of Helsinki menyertakan periset dari Michigan State University, AS, untuk menganalisis dan memetakan secara kuantitatif gen pengode resistensi antibiotik. Adapun peran peneliti dari Ehime University, Jepang, dan Pusat Studi Lingkungan Universitas Gadjah Mada terkait kegiatan sampling di lapangan.
Pelatihan peneliti BPPT pun digelar demi menguatkan kapasitas dan kompetensi pemetaan gen pengode resistensi antibiotik di University of Helsinki. Kegiatan lain adalah mengadakan publikasi ilmiah bersama.
Menurut Eniya, selama satu dekade terakhir, hampir setiap jenis bakteri jadi lebih kuat dan kurang responsif terhadap pengobatan antibiotik. Penyebaran bakteri resisten itu mengancam kesehatan masyarakat sehingga rantai penyakit menular lebih sulit disembuhkan dan biaya pengobatannya kian mahal.
Karena bakteri dan mikroba lain tak responsif terhadap antibiotik, kondisi itu disebut sebagai bakteri kebal terhadap antibiotik. Pada kondisi itu, bakteri bisa bertahan hidup dan berkembang biak sehingga menyebabkan kerusakan lebih parah pada tubuh manusia.
Merujuk Laporan Kementerian Kesehatan, terjadi resistensi mikroba Staphylococcus aureus (SA), Streptococcus pneumoniae (SP), ataupun Escherichia coli (EC) terhadap beberapa jenis antibiotik di fasilitas rumah sakit. Laporan resistensi mikroba itu terjadi di banyak negara.
Saat ini beberapa jenis mikroba telah resisten terhadap antibiotik, antara lain resistensi bakteri Staphylococcus aureus yang kerap ada di kulit manusia terhadap methicillin (MRSA). Selain itu,terjadi resistensi bakteri enterococci yang kerap ada di usus dan bagian genital perempuan terhadap obat Vancomycin (VRE), resistensi bakteri pneumococci penyebab infeksi paru terhadap obat penicillin,dan resistensi kuman tuberkulosis terhadap beberapa jenis obat TB atau Multiresistant Mycobacterium tubercolusis.
Hasil riset resistensi antimikroba di Indonesia menunjukkan, ada resistensi mikroba pada antibiotik Kloramfenikol, Ampisilin, Kotrimoksazol, Siprofloksasin, dan Gentamisin. (YUN)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Oktober 2016, di halaman 13 dengan judul “Resistensi Antibiotik Diteliti”.