Proyeksi demografi di Indonesia sampai tahun 2035 menunjukkan, kelompok usia 60 tahun ke atas akan meningkat. Itu menggeser pola penyakit, yakni bertambahnya penyakit tak menular dan penyakit akibat cedera.
Karena penyakit tidak menular, seperti stroke, penyakit jantung, hiperkolesterol, hipertensi, diabetes, osteoartritis, dan kanker, meningkat, perlu teknologi farmasi untuk penanganan penyakit tersebut. Selain itu, obat analgetik antipiretik diperlukan.
Hal ini diungkapkan profesor riset bidang farmasi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Wahono Sumaryono, selaku editor buku Outlook Teknologi Kesehatan, Jumat (15/4), di Jakarta. Buku itu disusun tim peneliti dan perekayasa dari Pusat Teknologi Farmasi dan Medika BPPT.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berkembangnya penyakit tak menular di masa depan mendorong aplikasi teknologi pengembangan produk biofarmasi. “Aplikasi teknologi antibodi monoklonal, sel punca, DNA rekombinan, dan terapi gen kelompok obat biofarmasi menunjukkan capaian luar biasa,” ujarnya.
Selain untuk menangani penyakit tak menular, teknologi biofarmasi diperlukan untuk mencari senyawa obat baru beraktivitas tinggi melawan penyakit. “Pemenuhan kebutuhan produk obat jadi mensyaratkan pengembangan industri bahan baku obat, yang lebih dari 90 persen masih impor,” ucap Wahono yang juga Komisaris PT Kimia Farma.
Menurut Wahono, selain obat berbasis bahan kimia sintetis, diperkirakan permintaan obat herbal juga naik seiring dengan meningkatnya kesadaran penggunaan bahan ramah lingkungan dan rendah efek samping. Penggunaan obat herbal lebih banyak untuk pencegahan penyakit, perlindungan fungsi organ, dan peningkatan daya tahan tubuh.
Sementara itu, sejumlah produk alat kesehatan yang diperkirakan meningkat kebutuhannya hingga 2035 antara lain kelompok produk bahan medis habis pakai, mebel rumah sakit, implan ortopedi, dan diagnostik in vitro. Alat kesehatan lain adalah alat elektromedis untuk diagnosis dan pemantauan kesehatan.
Produk kit diagnostik yang diproyeksikan banyak digunakan adalah reagen diagnostik. “Teknologi yang prospektif untuk dikembangkan adalah deteksi dini demam berdarah, HIV, malaria, dan tuberkulosis,” kata Wahono.
Dorong daya saing
Terkait hal itu, buku Outlook Teknologi Kesehatan menyajikan potret kesehatan nasional, industri farmasi, dan alat kesehatan. Buku itu juga berisi analisis serta proyeksi kebutuhan produk dan teknologi kesehatan untuk industri tersebut di tingkat nasional hingga 2035.
Sementara itu, Kepala BPPT Unggul Priyanto, saat peluncuran buku itu, Rabu, mengatakan, Outlook Teknologi Kesehatan tersebut diharapkan menjadi masukan bagi pemangku kepentingan. Dengan demikian, hal itu mendorong daya saing industri farmasi dan alat kesehatan berbasis inovasi teknologi.
“Buku proyeksi ini diharapkan menjadi masukan dalam menetapkan kebijakan pemerintah dalam penguatan industri farmasi dan alat kesehatan. Ini, antara lain, terkait dengan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid 11 dan penyusunan roadmap (peta jalan) pengembangan industri farmasi nasional,” kata Unggul.
Menurut rencana, buku itu diperbarui dan dilengkapi datanya secara berkala setiap tahun. Analisis pada buku itu meliputi teknologi produksi bahan baku obat dan alat kesehatan, produk biologi dan biosimilar, diagnostik in vitro (IVD), dan teknologi produksi sediaan produk herbal.(YUN)
————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 April 2016, di halaman 14 dengan judul “Pengembangan Disesuaikan Pola Penyakit”.