Perguruan tinggi memiliki potensi untuk menghasilkan riset yang memberi nilai tambah pada industri. Tantangannya bukan hanya mendukung lewat kebijakan anggaran riset yang meningkat, melainkan juga kesiapan industri untuk memanfaatkan riset perguruan tinggi.
“Kebijakan Kemristek dan Dikti untuk mendorong riset perguruan tinggi hingga menghasilkan inovasi yg dapat dihilirisasi sudah baik, tapi juga harus bisa diimplementasikan kolaborasi pemerintah, perguruan tinggi, dan industri supaya hasil riset termanfaatkan,” kata Rektor Institut Teknologi Bandung Kadarsah Suryadi yang dihubungi dari Jakarta, Rabu (17/2).
Menurut Kadarsah, ITB yang kini menuju entrepreneurial university berkomitmen memperkuat riset dasar hingga aplikasi yang bisa memberi nilai tambah untuk industri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pemerintah perlu bergerak untuk mendorong industri terlibat. Adanya kebijakan pengurangan pajak bagi industri yang mendukung dunia pendidikan bisa jadi daya tarik agar semakin banyak industri yang terlibat,” ujar Kadarsah.
Kemenristek dan Dikti mendorong perguruan tinggi untuk menguatkan riset yang tak sekadar menghasilkan publikasi ilmiah, tetapi juga inovasi yang dapat diproduksi massal dan dikomersialkan.
Ada wacana agar perguruan tinggi negeri diwajibkan untuk menghasilkan minimal satu inovasi per tahun.
Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek dan Dikti Muhammad Dimyati mengatakan, terintegrasinya pendidikan tinggi dengan riset dan teknologi harus membuahkan hasil hingga terjadinya hilirisasi penelitian. Riset-riset yang ada selama ini banyak yang tumpang tindih, tidak saja terjadi antara satu perguruan tinggi dan lain, tetapi juga dengan litbang yang ada.
Karena itu, dengan rencana induk riset nasional (RIRN), diharapkan riset bisa saling melengkapi dan fokus pada keunggulan masing-masing. Dengan mengacu pada RIRN, meski sumber daya penelitian terbatas, tetap bisa fokus dan hasilnya optimal.
Anggaran riset di perguruan tinggi terus meningkat. Dari APBN setidaknya tersedia anggaran penelitian untuk perguruan tinggi Rp 1,5 triliun. Selain itu, dana riset juga bisa didapat dari pemanfaatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) setiap perguruan tinggi.
Dari hasil Rapat Kerja Nasional Kemenristek dan Dikti 2016, beberapa waktu lalu, PTN diminta untuk merealokasi dana dari masyarakat/PNBP. Minimum 25 persen untuk PTN badan hukum, 15 persen untuk PTN badan layanan umum, dan 10 persen untuk PTN satuan kerja. Adapun PTN baru dikecualikan dari ketentuan ini.
Selain itu, ada pula dana penelitian dari Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan senilai Rp 300 miliar. Pemerintah juga menggencarkan kerja sama riset dengan negara lain yang juga melibatkan perguruan tinggi.
Penelitian di perguruan tinggi pun harus mengacu pada bidang riset nasional untuk mendukung pembangunan bangsa. Bidang riset meliputi energi, pangan dan pertanian, kesehatan dan obat, transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, hankam, material maju, sosial humaniora (termasuk di dalamnya riset bidang pendidikan dan seni), kemaritiman, kebencanaan, serta kebijakan publik.
Saat ini, proses bisnis dan output lembaga penelitian ditetapkan berbeda. Lembaga penelitian akademik harus menghasilkan publikasi internasional, paten, prototipe (tingkat kesiapan teknologi/TRL 6 dan 7). Adapun lembaga penelitian inovatif menghasilkan TRL 9 dengan hasil penelitian secara teknologi siap diproduksi massal dan dikomersialkan. Ada pula pusat unggulan iptek, yakni yang sudah memiliki inovasi yang dikomersialkan dan science and techno park sebagai inkubasi untuk wadah bagi pengusaha pemula berbasis teknologi.
ESTER LINCE NAPITUPULU
Sumber: Kompas Siang | 17 Februari 2016