Potret Kengerian Bencana Itu

- Editor

Senin, 28 Desember 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Peringatan 11 Tahun Tsunami Aceh
Lelaki itu berusaha bangkit setelah diseret air deras di Jalan Sri Ratu Safiatuddin, Peunayong, Banda Aceh, Aceh. Tubuhnya basah kuyup. Pria itu diseret bersama balok kayu, kasur, dan pohon tumbang. Air hitam dan berlumpur melewati lututnya. Ia terus berusaha sampai bisa kembali berlari.

Tak jauh dari lelaki itu, dua pemuda menolong seorang warga yang terseret air. Di belakangnya, ruas Jalan Simpang Lima yang biasanya padat menjadi lautan hitam.

Di sebuah bangunan berlantai dua yang menghadap Jalan Daud Beureueh, belasan warga menatap lima perempuan, satu bocah, dan lelaki dewasa yang berjalan di antara puing bangunan. Semua berusaha menyelamatkan diri dari air yang meninggi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Lembar kepiluan itu ada dalam buku Peradaban Cahaya (Civilization of Light). Buku itu berisi kumpulan foto detik-detik terjadinya gempa dan tsunami 26 Desember 2004. Semua foto karya Bedu Saini, wartawan foto harian Serambi Indonesia, koran lokal di Aceh. Buku itu diluncurkan Sabtu (26/12) malam, bersamaan dengan peringatan 11 tahun gempa dan tsunami. Peluncuran buku itu dihadiri Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, pengurus Pewarta Foto Indonesia Jefri Tarigan, dan Bedu Saini. Foto-foto tsunami karya Bedu dipamerkan di Museum Tsunami, 26-27 Desember 2015.

9d7da2b9f18247a984450d9c5ca6d98bKOMPAS/ZULKARNAINI–Pengunjung mengamati foto tsunami karya fotografer harian Serambi Indonesia, Bedu Saini, yang dipamerkan di Museum Tsunami, Banda Aceh, Aceh, Sabtu (26/12).

Bedu menyatakan, buku itu jadi cermin bagi generasi selanjutnya agar bisa membangun peradaban baru, yakni kehidupan yang selalu siaga bencana. Ia menyebutnya peradaban cahaya.

Selain memuat detik-detik bencana, dalam buku itu juga ada potret masa rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana, perdamaian Aceh, serta pembangunan pasca perdamaian.

Korban bencana
Sesaat setelah gempa mengguncang Aceh pada 2004, Bedu bergegas meninggalkan rumahnya di Lambaro Skep, sekitar 2 kilometer dari Simpang Lima. Naluri sebagai pewarta foto membuatnya memacu sepeda motor ke pusat kota.

Setiba di daerah itu, Bedu terpaku. Banyak orang berlari ketakutan. Dari arah Jalan Sri Ratu Safiatuddin, air hitam menerjang apa yang ada. Mobil, gerobak, pohon, bahkan manusia diseret. Meski panik, Bedu memotret apa yang dia saksikan. Dalam musibah itu, dua anak dan ibunda Bedu raib.

Bedu jadi saksi sejarah tsunami sekaligus korban bencana itu. Pria kelahiran Simeulue, Aceh, pada 1962 itu memulai karier sebagai jurnalis pada 1990. Semula, ia jadi petugas kebersihan di Serambi Indonesia, lalu dipindahkan ke bagian cuci cetak foto. Pada 2000, dia dipercaya jadi fotografer. “Saya belajar otodidak,” ucapnya.

Bedu mengorbankan kepentingan pribadi demi mengabadikan bencana. “Dia pahlawan bagi sejarah kebencanaan tsunami Aceh,” kata Illiza. Gempa dan tsunami Aceh merenggut lebih dari 160.000 korban jiwa.

Ridwan menambahkan, foto Bedu jadi dokumen sejarah yang harus dijaga baik. Foto-foto itu berguna bagi generasi selanjutnya. “Saya pernah cari foto Kota Bandung masa lampau hingga ke Belanda. Saya yakin, 100 tahun lagi foto-foto ini akan dicari masyarakat Aceh,” ujarnya.

Menurut Jefri, jurnalis di Indonesia seharusnya memberi pendidikan kebencanaan kepada pembaca lewat tulisan dan foto. Hasil penjualan buku Peradaban Cahaya (Civilization of Light) itu dipakai untuk pendidikan jurnalisme bencana bagi wartawan di Aceh. (ZULKARNAINI)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Desember 2015, di halaman 13 dengan judul “Potret Kengerian Bencana Itu.”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB