Kenyataan bahwa kinerja bangsa Indonesia dalam pengembangan sains belum menggembirakan sudah cukup sering dibicarakan. Data mengenai ketertinggalan kita di bidang ilmu pengetahuan dibandingkan negara-negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia juga sudah sering dimunculkan. Jangankan dibandingkan dengan negara-negara maju dan negara tetangga seperti Thailand Malaysia, bahkan bila dibandingkan dengan negara yang volume ekonominya lebih rendah seperti Bangladesh, ternyata kinerja kita seperti terlihat dalam jumlah publiikasi di jurnal-jurnal internasional berwibawa ternyata lebih rendah.
Namun, kondisi di atas sebenarnya tidak mengherankan bila dilihat betapa masih minimnya investasi pemerintah di bidang pengembangan sains. Hal ini ironis sekali karena eksistensi Indonesia sebenarnya dimulai sebagai sebuah proyek intelektual. Sebutlah, misalnya, Budi Utomo, organisasi yang semula didirikan untuk memajukan pengajaran dan kebudayaan. Bersama belasan organisasi intelektual pada era itu, Budi Utomo membuka jalan dan memelopori gerakan kebangsaan Indonesia.
Kini, lebih setengah abad kemerdekaan Indonesia, telah banyak yang kita lalui, tapi tak sedikit pula tujuan ideal pendirian bangsa ini yang belum tercapai. Masalahnya kita menghadapi banyak hambatan dalam mewujudkan tujuan-tujuan ideal berbangsa itu. Salah satu upaya yang diperlukan untuk mengatasi hambatan-hambatan yang ada adalah merumuskan pertanyaan-pertanyaan ilmiah mendasar untuk menghadapi pelbagai tantangan saat ini dan masa depan. Perumusan pertanyaan-pertanyaan ilmiah mendasar (Agenda Ilmu Pengetahuan Indonesia) menjadi semakin penting menjelang satu abad kemerdekaan bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Agenda sains ini ditujukan untuk menelaah sains apa yang dibutuhkan Indonesia untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapinya dalam mewujudkan cita-cita bangsa yang bersatu, berdaulat, adil, sejahtera, unggul dan disegani dunia. Difasilitasi Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), beberapa ilmuwan muda Indonesia tekah menyusun buku SAINS45 (Satu Abad INspirasi Sains) 2045: Agenda Ilmu Pengetahuan Indonesia Menyongsong 100 Tahun Kemerdekaan.
Perumusan pertanyaan-pertanyaan serupa telah dilakukan di pelbagai negara. Jurnal Science pada 2005 misalnya memformulasikan 125 pertanyaan penting yang dihadapi ilmuwan dan masyarakat Amerika Serikat. Akademi Ilmu Pengetahuan Belanda (KNAW) telah merumuskan 49 pertanyaan penting yang dihadapi para ilmuwan dan masyarakat di negeri itu.
Sains memang merupakan kunci menuju pintu masa depan. Sains menjadi kata kunci setiap bangsa yang ingin bertahan dan berkembang dalam kompetisi global yang penuh gejolak dan dalam ekosistem dunia yang terus-menerus mengalami guncangan dari satu krisis ke krisis lain. Indonesia membutuhkan sains tak hanya sebagai perangkat pelengkap kebijakan, tapi justru menjadi inti cara berpikir tentang masyarakat, lingkungan, masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Melalui beberapa lokakarya multidisiplin yang difasilitasi AIPI, ilmuwan-ilmuwan muda yang terseleksi lewat pelbagai pertemuan ilmiah AIPI merumuskan delapan gugus masalah dan 45 pertanyaan ilmiah mendasar. Delapan gugus itu adalah: (i) Identitas, Keragaman, dan Budaya; (ii) Kepulauan, Kelautan, dan Sumber Daya Hayati; (iii) Kehidupan, Kesehatan, dan Nutrisi; (iv) Air, Pangan, dan Energi; (v) Bumi, Iklim, dan Alam Semesta; (vi) Bencana Alam dan Ketahanan Masyarakat terhadap Bencana; (vii) Material dan Sains Komputasional; dan (viii) Ekonomi, Masyarakat, dan Tata Kelola.
Kedelapan gugus pertanyaan itu diumpamakan sebagai sebuah titik yang terhubung satu sama lain dalam sebuah lingkaran, yang berpusat pada pencapaian cita-cita bangsa. Lingkaran ini menggambarkan perlunya pendekatan multidisiplin dalam menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa, perlunya membangun budaya ilmiah lintas disiplin tanpa sekat-sekat keilmuan yang kaku. Contoh pertanyaan dalam dokumen ini, antara lain: Apa yang menjadikan Indonesia “Indonesia”? Bagaimana masa depan manusia dan kemanusiaan di era kemajuan teknologi; Megabiodiversitas:bagaimana ‘Bahtera Nuh’ ini akan bertahan? Panjang umurnya serta mulia: bagaimana tetap sehat di usia tua; Selain pangan, bisakah vaksin dan obat dipanen di ladang pertanian?; Hidup di atas bumi yang terus bergerak; Dari khatulistiwa meneropong semesta; Bagaimana menapis banjir informasi?; Satu nusa, satu bangsa, satu ekonomi, mungkinkah? dan lain sebagainya.
Pertanyaan-pertanyaan ilmiah mendasar itu merupakan pengejawantahan mimpi bersama akan Indonesia yang lebih baik dan kegelisahan akademik para ilmuwan muda itu ketika melakukan penelitian di bidang masing-masing. Mimpi ini lebih khusus diharapkan mengilhami para ilmuwan dan para pembuat kebijakan untuk mengambil kebijakan berdasarkan sains (science-based policy). Dengan demikian Agenda ini diharapkan dapat membantu dalam: (1) memilih, mengindikasikan, dan menunjukkan arah pembangunan sains yang dapat mengatasi tantangan masa depan bangsa; (2) mendorong pelbagai upaya mempromosikan sains garda depan (frontier sciences); (3) menemukan solusi permasalahan fundamental dalam mempersiapkan bangsa yang makin inovatif dan kompetitif; (4) memperkukuh eksistensi bangsa dan negara berbasis budaya ilmiah (scientific culture) menyongsong kehidupan masa depan yang jauh lebih kompleks.
Agenda sain ini ditujukan kepada banyak pihak; kepada komunitas ilmiah di perguruan tinggi dan lembaga penelitian; kepada masyarakat luas; dan juga tentu saja kepada para pengambil kebijakan. Pertanyaan-pertanyaan ilmiah ini bersifat mendasar, visioner, dan strategis untuk menantang pihak-pihak di atas berpikir jangka menengah dan panjang demi mengatasi pelbagai masalah yang dihadapi bangsa Indonesia. Maklum, sering kita hanya berfokus pada masalah dan tantangan jangka pendek.
Selain masalah-masalah mendasar yang disampaikan dalam agenda ini, masalah lain yang kita hadapi di antaranya adalah bagaimana mengembangkan bangsa kita menjadi bangsa inovatif dan bagaimana mengembangkan budaya ilmiah di negara kita. Pertanyaan- pertanyaan ini menunjukkan pentingnya memperkuat penelitian dan budaya ilmiah kita. Untuk memperkuat kedua hal dasar itu, para ilmuwan muda dan AIPI semakin merasakan pentingnya memperkukuh pijakan moral melalui penerapan etika dalam penelitian dan perilaku sekaligus memperjuangkan keberadaan Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (Indonesian Science Fund). Institusi ini bertujuan mengurangi keterkaitan langsung yang terlalu tinggi pada birokrasi pemerintahan dalam pembiayaan dan pengelolaan penelitian kita yang cenderung tak kondusif. Keberadaan SAINS45 dan juga Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia merupakan angkah penting menuju penguatan budaya ilmiah di negara kita.
AIPI bekerja sama dengan Universitas Hasanuddin akan lebih rinci mendialogkan bagaimana membangkitkan budaya ilmiah tersebut dalam sebuah seminar di Baruga Ahmad Amiruddin, UNHAS, 30 Juli, hari ini. Seminar tersebut menghadirkan Dr Bruce Alberts, mantan presiden Akademi Ilmu Pengatahuan Amerika Serikat dan mantan utusan khusus Presiden Obama untuk Sains di Indonesia dan Pakistan, Prof. Sangkot Marzuki (ketua AIPI), Prof. Dwia Aries Tina Pulubuhu (Rektor UNHAS) dan Prof. Jamaluddin Djompa (Ketua AIPI Muda) sebagai pembicara. Dalam seminar ini diluncurkan pula buku SAINS45 (edisi konsultasi) di atas.
Sudirman Nasir Pengajar/Peneliti di Fakultas Kesehatan Masyarakat UNHAS dan Anggota Komite Studi Buku SAINS45
Sumber: Fajar, Kamis, 30 Juli 2015
—————–
silahkan baca buku tersebut!