Jepang dan Tiongkok sangat berminat berinvestasi di bidang infrastruktur, terutama infrastruktur kereta api cepat rute Jakarta-Bandung. Investasi swasta asing memang dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia yang saat ini melambat, yaitu 4,67 persen pada triwulan II-2015.
Namun, kebijakan investasi di Indonesia perlu juga memperhatikan berbagai aspek agar investasi benar-benar berkualitas. Aspek-aspek itu misalnya, pertama, sejauh mana investasi asing mampu menggerakkan sektor-sektor produktif, seperti industri pengolahan produk pertanian, perkebunan, perikanan, atau pertambangan. Kedua, sejauh mana investasi itu mampu berkontribusi bagi penyerapan tenaga kerja lokal yang lebih besar.
Ketiga, investasi asing sebaiknya memberi kontribusi terhadap ekspor, tidak hanya mengincar pasar domestik. Keempat, sejauh mana efisiensi pengangkutan logistik dan pemerataan pembangunan infrastruktur dapat diimplementasikan, terutama di luar Pulau Jawa, dalam menarik investasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jika dilihat dari keempat aspek itu, investasi infrastruktur kereta api (KA) cepat bisa mengundang pro dan kontra. Investasi KA cepat tidak berhubungan langsung dengan sektor-sektor produktif. Investasi KA cepat termasuk investasi teknologi sehingga dikhawatirkan cenderung menggunakan tenaga kerja asing. Investasi KA cepat di Jawa belum tentu efisien karena investasi infrastruktur transportasi, seperti KA, sebenarnya justru diperlukan di luar Pulau Jawa, seperti Trans-Sumatera, Trans-Kalimantan, dan Trans-Sulawesi.
Investasi KA cepat hanyalah salah satu jenis investasi. Masih banyak jenis investasi yang dapat dilakukan melalui kerja sama. Dalam rencana kerja sama investasi Pemerintah Indonesia dan Tiongkok, misalnya, setidaknya ada 16 proyek dengan nilai investasi 23,3 miliar dollar AS yang ditawarkan Pemerintah Indonesia kepada Tiongkok.
Pemerintah Tiongkok kemudian merekomendasikan kepada Indonesia 26 proyek tambahan untuk menjawab tawaran Pemerintah Indonesia kepada Tiongkok untuk membangun infrastruktur di Indonesia. Total rencana proyek investasi pun membesar menjadi 58,3 miliar dollar AS. Rencana kerja sama investasi itu meliputi bidang KA cepat, pelabuhan, bandara, ketenagalistrikan, industri baja, konstruksi, galangan kapal, kawasan industri, pertanian, tekstil, pariwisata, dan keuangan.
Rencana investasi infrastruktur KA cepat Jakarta-Bandung sebenarnya bukan termasuk kebutuhan yang mendesak. Masih banyak investasi yang bisa menjadi prioritas, seperti di bidang pariwisata dengan target mendatangkan 2 juta wisatawan Tiongkok dari sekitar 900.000 wisatawan per tahun selama ini. Investasi di bidang pertanian, ketenagalistrikan, industri baja, perkapalan, dan konstruksi juga patut dipertimbangkan.
Investasi yang mampu memberikan nilai tambah, menggerakkan sektor-sektor produktif, berorientasi ekspor, dan menyerap tenaga kerja lebih banyak sebaiknya diprioritaskan. Apalagi, investasi Tiongkok masih relatif rendah saat ini.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal, total realisasi investasi Tiongkok pada Januari-Juni 2015 sebesar 160,27 juta dollar AS. Investasi Tiongkok itu menempati urutan ke-10. Pada periode yang sama, realisasi investasi Jepang mencapai 1,57 miliar dollar AS dan berada di urutan ke-3.
Lima negara yang menempati urutan tertinggi (top five) dalam realisasi investasi di Indonesia pada Januari-Juni 2015 adalah Malaysia (2,59 miliar dollar AS), Singapura (2,30 miliar dollar AS), Jepang (1,57 miliar dollar AS), Korea Selatan (787 juta dollar AS), dan AS (611 juta dollar AS). (FERRY SANTOSO)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 31 Agustus 2015, di halaman 17 dengan judul “Menimbang Investasi Kereta Api Cepat”.