Institut Kesenian Jakarta berusia 45 tahun pada 26 Juni 2015. Perguruan tinggi seni yang digagas para seniman dan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin itu ditantang untuk menyiasati perubahan nilai di masyarakat dan kemajuan teknologi global.
Rektor Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Wagiono Sunarto mengatakan, IKJ yang melengkapi dan dilengkapi oleh Taman Ismail Marzuki (TIM), Dewan Kesenian Jakarta, dan Akademi Jakarta telah melewati masa kepemimpinan tujuh gubernur. Banyak nilai kehidupan berubah, banyak hal yang berorientasi pada pasar yang pragmatis. Namun, IKJ bersikukuh untuk mengikuti idealisme, yaitu mempertahankan hasrat Gubernur Ali Sadikin (yang mendirikan TIM tahun 1968) untuk menjadikan Jakarta berbudaya. Kampus ini berusaha mempertemukan keindahan dan kejujuran dalam lingkungan akademis.
Menurut Wagiono, ada beberapa hal yang membedakan IKJ dengan perguruan tinggi seni negeri, yakni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, ISI Surakarta, ISI Denpasar, ISI Padang Panjang, dan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung. Beberapa perguruan tinggi seni negeri tersebut memang didirikan di tempat yang memiliki basis seni klasik yang tinggi. Jakarta seperti dilupakan karena berbeda. Memang ada seni Betawi, tetapi terus terpinggirkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“IKJ tidak memiliki tradisi. Tradisi kita adalah campuran. Inilah yang harus dihadapi oleh Jakarta. Kami harus mengadaptasi seni-seni baru yang kontemporer. IKJ adalah perguruan tinggi seni yang mulai berpikir tentang seni-seni baru yang tidak ada di perguruan tinggi seni negeri, seperti fotografi dan sinematografi,” kata Wagiono.
Sepanjang 45 tahun, IKJ telah menghasilkan 3.500 lulusan dan 8.500 jebolan yang langsung terjun di lapangan. Sebagian besar jebolan IKJ adalah hasil dari pendidikan di awal institusi ini berdiri, yang mirip sanggar. Mereka tidak lulus di institusi formal, tetapi lulus di masyarakat, seperti musisi Iwan Fals.
Seniman mandiri
Perguruan tinggi seni pada masa kini dituntut untuk mencetak seniman-seniman yang mandiri, bukan sekadar pegawai. Bagi IKJ, tantangan itu penting sebagai siasat untuk menghadapi perubahan nilai.
Perayaan 45 tahun IKJ diwujudkan dalam beragam program kegiatan pada 22-27 Juni 2015 di kompleks TIM plus Plaza Fatahillah Kota Tua untuk arak-arakan atau karnaval IKJ pada 27 Juni. Ada juga bincang-bincang Forum Seni Urban bersama maestro koreografi Sardono W Kusumo, penyair senior Sapardi Djoko Damono, Wagiono Sunarto, dan Direktur Pascasarjana IKJ Iwan Gunawan.
“Pada Urban Art Forum, kita menyoroti situasi pendidikan seni. Bagaimana pendidikan seni sebaiknya dikelola ke depan. Bagaimana strategi kebudayaan oleh pemerintah terhadap pendidikan, khususnya pendidikan seni,” kata Iwan. (IVV)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Juni 2015, di halaman 12 dengan judul “Kampus Seni Dituntut Beradaptasi”.