Sebanyak 21 koridor laut di kawasan Wallacea, di sekitar Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara dapat dijadikan sebagai prioritas konservasi karena menjadi habitat dan jalur migrasi hewan laut yang penting.
Sebanyak 21 koridor laut di kawasan Wallacea yang meliputi wilayah di sekitar Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara dapat dijadikan sebagai prioritas konservasi. Hal ini karena koridor laut tersebut menjadi habitat dan jalur migrasi spesies hewan laut dilindungi dan terancam punah.
Yudi Herdiana dari Dana Kemitraan Ekosistem Kritis (Critical Ecosystem Partnership Fund/CEPF) Wallacea dalam webinar, Selasa (25/8/2020), menyampaikan, timnya telah melakukan kajian pembaruan profil ekosistem Wallacea untuk menentukan koridor laut prioritas sebagai upaya konservasi keanekaragaman hayati dan perikanan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Pada 2014 kami sudah mengidentifikasi 16 marine corridors. Kemudian pada identifikasi yang baru ini kami tetap melakukan tiga tahapan kajian. Pertama fokus pada spesies terancam punah, kemudian key biodiversity area-nya, setelah itu baru teridentifikasi marine corridors yang perlu menjadi perhatian,” ujarnya.
Dalam mengidentifikasi koridor laut prioritas konservasi ini, tim CEPF juga melakukan konsultasi dengan para ahli dari akademisi, perwakilan organisasi masyarakat sipil, serta pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan. Konsultasi tersebut menghasilkan 21 koridor laut prioritas yang di antaranya terdapat koridor laut baru dan perluasan koridor laut lama.
Sejumlah koridor laut yang diusulkan oleh para ahli ialah selat Makassar-Bali karena menjadi daerah penting migrasi hiu lanjaman (silky shark) dan kepala martil. Selain itu, ditetapkan juga koridor laut di wilayah Pangkajane Kepulauan karena sebagai prioritas pemerintah dalam Rencana Tata Ruang Laut Nasional (RTRLN) dan jalur migrasi hiu paus.
Koridor laut baru lainnya ialah di wilayah Kepulauan Sula, Manglo, Limfatola, Taliabu, Pulau Obi, dan Halmahera Utara. Sejumlah wilayah tersebut ditetapkan sebagai koridor laut prioritas konservasi karena menjadi habitat spesies hewan laut dilindungi dan terancam punah, seperti penyu hijau dan penyu sisik.
”Dukungan politis juga menjadi pertimbangan penting bagi kami karena ke depan kami ingin hal ini dapat dilanjutkan, khususnya oleh pemerintah daerah. Karena sifat pendekatan CEPF fokus kepada masyarakat lokal sehingga kapasitas CSO di daerah juga turut menjadi pertimbangan,” katanya.
Kepala tim pembaruan profil ekosistem Wallacea, Pete Wood, menjelaskan, sejak didirikan pada 2000, CEPF fokus untuk melestarikan keanekaragaman hayati dengan cara pemberdayaan organisasi masyarakat sipil melalui hibah dan pengembangan kapasitas. Sumber dana CEPF berasal dari Pemerintah Perancis, Uni Eropa, Global Environment Facility (GEF), Pemerintah Jepang, Bank Dunia, dan Conservation International.
CEPF sebelumnya juga telah menjalankan program kemitraan untuk melestarikan keanekaragaman hayati di wilayah Wallacea pada periode 2014-2019. Tema prioritas aksi yang ditetapkan saat itu ialah konservasi jenis terancam punah, penguatan perlindungan daerah penting, dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan oleh komunitas di daerah penting bagi keanekaragaman hayati.
Keberhasilan pada periode pertama membuat pogram CEPF di Wallacea kemudian diperpanjang selama empat tahun, khusus untuk pesisir dan laut. Saat ini, wilayah dan tema prioritas sedang ditentukan melalui revisi profil ekosistem.
Kepala Bidang Pengelolaan Ruang Laut Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah Edward Yusuf mengatakan, melalui dukungan dana hibah dari CEPF, pihaknya dapat menetapkan empat Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (KKP3K) selama 2014-2019, yakni Doboto, Teluk Tomini, Banggai, dan Morowali.
Target implementasi sarana pendukung, perlindungan, dan pemanfaatan empat KKP3K ini, antara lain, dengan membangun kantor pengelola. Selain itu, wilayah rehabilitasi ekosistem terumbu karang dan mangrove juga ditargetkan akan diperluas pada 2021.
Oleh PRADIPTA PANDU
Editor: ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 26 Agustus 2020