200 Spesies Fauna Baru Ditemukan Tiap Tahun

- Editor

Kamis, 14 November 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Di tengah tekanan terhadap lingkungan yang menguat, spesies baru flora dan fauna terus ditemukan di negeri ini. Tiap tahun, rata-rata ditemukan 200 fauna baru. Hal itu menunjukkan tingginya kekayaan biodiversitas Indonesia.

Dalam satu bulan terakhir ini saja, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengumumkan temuan tujuh spesies baru kumbang di Kepulauan Tanimbar, Maluku. Tujuh spesies itu yaitu Trigonopterus atuf, T. kumbang, T. laratensis, T. porg, T. selaruensis, T. tanimbarensis, and T. triradiatus. Temuan tersebut dipublikasikan Raden Pramesa Narakusumo dari Pusat Penelitian (Puslit) Biologi dan dua kolaboratornya dari Jerman di jurnal Zoo Keys.

Sumber: Biro Kerjasama, Hukum dan Humas LIPI, 2019

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sejak Januari hingga November 2019 saja, para peneliti LIPI telah menemkan 41 jenis atau spesies fauna baru. Beberapa temuan tersebut di antaranya mamalia nokturnal Tarsisius niemitzi di Sulawesi Tengah, burung Myzomela honeyeater (Meliphagidae) di dataran tinggi Alor, Nusa Tenggara Timur, tiga spesies baru katak (Sigalegalephrynus) di dataran tinggi Sumatera Utara, dan cicak batu (Cnemaspis) dari Muria, Jawa Tengah.

“Dari peneliti LIPI saja rata-rata bisa ditemukan 35 spesies baru binatang per tahun. Jika digabung dari para peneliti di luar LIPI totalnya bisa 200 per tahun, bahkan pernah sampai 230 temuan baru dalam setahun,” kata Kepala Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI Cahyo Rahmadi, di Jakarta, Rabu (13/11). “Temuan terbanyak berupa invertebrata, seperti kumbang yang bisa mencapai 100 spesies baru dalam satu tahun.

Data yang dikompilasi Puslit Biologi LIPI menunjukkan, dalam lima tahun terakhir total temuan fauna terbanyak ternyata di Pulau Jawa dengan dominasi kelas gastropoda atau sejenis siput, diikuti crustacea atau udang-udangan. “Selain itu, di Jawa dalam periode 2015-2019 juga masih ditemuan 2 spesies baru mamalia,” ujarnya.

–Temuan baru spesies fauna oleh LIPI selama 2015-2019. Sumber: Cahyo Rahmadi, Puslit Biologi LIPI, 2019

Menjaga ekosistem
Selain cicak batu di Muria, di pegunungan karst Kendeng, persisnya Sukolilo, Jawa Tengah, ditemukan spesies baru keong Landouria sukoliloensis. Menurut Cahyo, masih banyaknya temuan fauna baru di Jawa menunjukkan pentingnya ekosistem yang tersisa di pulau ini, termasuk pegunungan karst Kendeng, yang saat ini menghadapi ancaman penambangan industri semen. “Kalau untuk mamalia, temuan terbanyak dalam lima tahun terakhir di Sulawesi,” ujarnya.

Jatna Supriatna, Guru Besar Biologi Konservasi Universitas Indonesia (UI), saat berbicara dalam peluncuran buku “Sains untuk Biodiversitas Indonesia” mengatakan, Sulawesi merupakan salah satu wilayah yang memiliki fauna endemis tertinggi di dunia. Pada tahun 2017, Jatna dan kolaboratornya, Sharon Gursky dari Universitas Texas menemukan dua spesies tarsisius baru. Kedua spesies ini dinamakan Tarsisius spectrumgurskyae dan Tarsisius supriatnai.

Sekalipun eksplorasi dan upaya penemuan kekayaan hayati di Indonesia telah dilakukan sejak era kolonial, trutama oleh Alfred Russel Wallace, namun hingga saat peluang penemua baru masih tinggi. “Pada 2017 juga ditemukan spesies orang utan baru, Pongo tapanulensis,” kata Jatna.

Masih banyak
Cahyo juga meyakini, kajian yang lebih intensif akan terus menemukan beragam fauna baru di Indonesia. “Dari sisi proporsi temuan sebenarnya masih kurang karena keterbatasan jumlah peneliti dan fasilitas. Dengan negara sebesar ini dan kekayaa biodiversitas berlimpah, di LIPI hanya ada 70 peneliti fauna dan total di Indonesia hanya ada sekitar 150 orang yang aktif,” ungkapnya.

Identifikasi dan penemuan baru fauna amat penting di tengah ancaman kepunahan sejuta spesies secara global, sebagaimana diperingatkan oleh Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) pada Mei 2019. Sebagai negara kepulauan dengan biodiversitas dengan endemisitas tinggi, ekologi di Indonesia sangat rapuh. Kehancuran ekosistem, terutama di pulau-pulau kecil berpotensi memunahkan spesies endemik yang tak bisa ditemukan di mana pun.

Oleh AHMAD ARIF

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 14 November 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Berita ini 12 kali dibaca

Informasi terkait

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB