Mainan anak di Indonesia jenis kubik yang berbahan plastik diidentifikasi tercemar zat kimia berbahaya yang biasanya ditemukan di limbah komponen elektronik. Cemaran zat kimia ini jauh di ambang batas dan dikhawatirkan berdampak negatif terhadap kecerdasan serta mengganggu kesehatan anak dalam jangka panjang.
Zat kimia berbahaya yang ditemukan dalam mainan anak ini adalah jenis OctaBDE (octabromodiphenyl ether) dan HBCD (hexabromocyclododecane). Dua zat ini sudah dilarang secara global oleh Konvensi Stockholm. Selain itu, juga ditemukan DecaBDE (decabromodiphenyl ether) yang tengah diusulkan untuk dilarang secara global.
Studi ini dilakukan oleh IPEN (International POPs Elimination Network) atau jaringan masyarakat sipil global untuk memerangi bahan kimia beracun dan Arnika, sebuah organisasi lingkungan di Ceko. Di Indonesia, mereka bekerja sama dengan BaliFokus, lembaga swadaya masyarakat yang banyak mengkaji tentang penggunaan bahan kimia beracun. Survei dilakukan di 26 negara, termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kebetulan, mainan anak di Indonesia yang diteliti adalah jenis kubus rubik,” kata Toxic Program Manager BaliFokus Krishna Zaki, yang dihubungi di Jakarta, Jumat (21/3).
Mainan anak kubus rubik ini dibeli dari beberapa kota di Indonesia, termasuk di Jakarta. Sebagian berasal dari impor, kebanyakan dari China. “Besar kemungkinan, cemaran bahan kimia beracun ini tidak hanya ditemukan di kubus rubik,” kata Yuyun Ismawati, penasihat senior BaliFokus.
Hasil analisis sampel dari Indonesia menunjukkan bahwa dari 15 mainan yang diteliti, tiga sampel mengandung HBCD dalam konsentrasi tinggi. Tiga mainan ini mengandung HBCD masing-masing 140 ppm (part per million), 431 ppm, dan 541 ppm. Padahal, ambang batas aman yang diusulkan untuk HBCD adalah 100 ppm.
Bahan kimia ini biasanya digunakan dalam selubung plastik produk elektronik agar tidak mudah terbakar. Menurut Yuyun, bahan beracun ini kemungkinan berada di mainan anak karena material yang dipakai berasal dari limbah plastik daur ulang.
“Kalau anak pegang mainan ini, migrasi bisa lewat debu partikelnya yang luruh dan kemudian terhirup atau menempel di tangan dan kemudian terbawa masuk saat makan,” katanya. Paparan zat kimia beracun ini, kata Yuyun, kemungkinan besar turut meningkatkan kanker pada anak-anak ataupun dewasa.
Menurut Khrisna, bahan kimia ini bersifat persisten, dikenal dapat membahayakan sistem reproduksi dan mengganggu sistem hormon, yang berdampak negatif pada kecerdasan, konsentrasi, kemampuan belajar dan ingatan. (AIK)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 April 2017, di halaman 14 dengan judul “Zat Kimia Beracun di Mainan Anak”.