PERKEMBANGAN teknologi tidak mengenal batas. Teknologi sanggup menerobos dan memodifikasi hal-hal yang bersifat tradisional. Wayang misalnya, kini muncul dalam balutan teknologi digital. Kesenian klasik yang telah dinobatkan UNESCO sebagai warisan mahakarya dunia seni bertutur ini hadir dalam format baru yang disebut wayang elektronik (e-wayang) yang belakangan mulai akrab di telinga publik.
Uniknya, teknologi e-wayang justru diciptakan dan dipopulerkan oleh tiga alumnus Institut Pertanian Bogor, yakni Mawan Sugiyanto, Rina Mardiana dan Dhiny. Pada 2010 mereka pernah mempresentasikan penemuannya di hadapan sejumlah pejabat untuk mendukung sebuah penelitian tentang wayang yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan lembaga Riset dan Teknologi (Ristek). Ketiganya terus mengembangkan dan mempromosikan e-wayang ke publik lewat Facebook dan website.
Pengertian e-wayang, menurut paparan mereka, adalah proses pembuatan wayang yang menggunakan sarana dan fasilitas digital (komputerisasi), termasuk bagaimana seseorang memainkan wayang menggunakan layar komputer. Keseluruhan proses pembuatannya menggunakan perangkat digital. Dalam situs e-wayang.org dipaparkan, e-wayang merupakan rekayasa pembuatan wayang menggunakan perangkat digital dan memfokuskan untuk mentransformasikan metode, panduan dan pakem pembuatan wayang tradisional ke dalam format digital.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun demikian, proses pembuatannya tetap berpijak pada ketentuan baku pembuatan wayang. Di dalamnya masih bisa ditemukan tatahan, gebingan, sunggingan dan istilah-istilah lainnya sebagaimana proses pembuatan wayang pada umumnya. Upaya transformasi e-wayang dilakukan sejauh format file bisa mendukung penyimpanan data corekan, pahatan dan sunggingan. Termasuk berbagai macam perangkat input yang membantu terselenggaranya pertunjukan wayang.
Selain itu, e-wayang juga dapat berupa format animasi biasa, animasi interaktif, dalam format e-paper atau e-book, image, movie dan lain sebagainya. Perangkat e-wayang bisa dikonversi ke berbagai bentuk format digital sehingga meningkatkan kemampuan akses bagi pengguna dan penggemar wayang.
Menurut si perancang, pembuatan wayang digital tidak begitu rumit, sebab sebagian software pengolahan gambar telah mendukung fasilitas layer atau lapisan. Sebagian perangkat lunak, pengolahan gambar telah mendukung fasilitas layer/lapisan. Lapisan itu sendiri adalah tumpukan gambar yang mendukung gambar transparan, sehingga memungkinkan untuk melakukan pengolahan dan memanipulasi objek gambar untuk dikombinasikan dengan gambar lainnya. ’’Dalam pembuatan wayang, ada tahapan-tahapannya, baik ketika memahat maupun mewarnai. Semua metode pembuatan wayang ini ternyata bisa ditransformasikan ke cara digital,’’ tutur Mawan sebagaimana dikutip detiknet.com.
Teknologi ini melahirkan tantangan baru, khususnya bagi seorang dalang. Sebagai brain ware yang menjalankan program e-wayang, seorang dalang dituntut memiliki keterampilan dalam mengoperasikan komputer dan perangkatnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalang tidak tergantung pada waktu dan tempat pertunjukan sehingga ia bisa menyusun cerita dalam berbagai bentuk format digital.
Open Format
Open format belakangan ini memunculkan berbagai terobosan bagi pengembang perangkat lunak untuk menciptakan format yang standar dan dapat dipergunakan oleh berbagai perangkat lunak apa pun. Open format merupakan sebuah format file, biasa disebut extension yang bersifat terbuka yang digunakan untuk menyimpan data digital. Open format ditetapkan oleh sebuah organisasi standardisasi yang membuat spesifikasi untuk format file tertentu. Dengan adanya standardisasi ini, maka format file ini dapat diimplementasikan dalam berbagai perangkat lunak.
Meskipun ada kemiripan format, namun e-wayang memiliki format baku, bukan dari hasil mengubah format. Dalam hal ini, e-wayang bukan proses mengubah format dari format wayang nondigital (misalnya wayang kulit, wayang kertas) menjadi format elektronik, misalnya dengan proses scan menjadi format image, juga bukan hasil merekam/ mengubah format pertunjukan digital, misalnya hasil shooting ke dalam format moving image (format movie atau rekaman animasi).
Sebagaimana dalam note, tentang gambar vector dan wayang kulit, maka e-wayang menerapkannya menggunakan format file Scalable Vector Graphic (SVG). Pada dasarnya SVG adalah format file berbasis pada format XML untuk mendeskripsikan gambar dua dimensi yang berupa gambar vector.
Format file ini mendukung untuk animasi dan atau bersifat interaktif. Format gambar ini sudah bisa dibuka langsung pada browser atau menggunakan perangkat lunak yang mendukung pengolahan format SVG. Selanjutnya, e-wayang bisa dikembangkan menjadi berbagai produk turunan, antara lain komik strip, buku komik dan animasi. Tidak heran jika belakangan mulai bermunculan aneka produk dengan memanfaatkan ikon wayang sebagai daya tarik, misalnya permen yang dipadukan dengan gambar tokoh-tokoh pewayangan yang digemari anak-anak. (24)
Kawe Shamudra, penulis lepas, tinggal di Batang
Sumber: Suara Merdeka, 28 Mei 2012