Pengasapan Berlebihan Picu Kekebalan Nyamuk
Orang yang sudah sembuh dari demam berdarah dengue belum tentu tak akan tertular kembali karena virus dengue memiliki beberapa macam serotipe. Untuk itu, infeksi virus penyakit tersebut harus diwaspadai setiap saat dengan langkah yang dimulai dari rumah masing-masing.
Ada empat macam serotipe virus dengue, yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Tubuh punya mekanisme membangun kekebalan pada virus dengue setelah pernah terinfeksi. ”Kekebalan pada salah satu serotipe dan pada serotipe lain belum,” ucap Mozes Silaban, dokter spesialis penyakit dalam pada Siloam Hospitals Lippo Village, Sabtu (30/4), di Jakarta.
Mozes memaparkan hal itu dalam Forum Diskusi Kesehatan ”Kenali dan Waspada Demam Berdarah Dengue”. Acara itu digelar harian Kompas bekerja sama dengan Rumah Sakit Siloam dan disiarkan radio Sonora secara langsung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Demam berdarah dengue disebabkan infeksi dengue dari genus Flafivirus ditransmisikan nyamuk betina, kebanyakan dari spesies Aedes aegypti. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi, di dunia ada 390 juta kasus DBD per tahun dengan 96 juta kasus termanifestasi klinis.
Menurut Mozes, kembali tertularnya seseorang yang sembuh dari DBD disebut secondary infection. Beberapa bulan atau tahun kemudian, pasien mengalami gejala DBD lagi, seperti pusing, nyeri mata, dan pegal, mirip gejala flu. Trombosit turun jadi kurang dari 150.000 trombosit per mikroliter darah dan hematokrit naik 5-10 persen.
Karena itu, mantan pasien DBD harus tetap waspada dan tak bisa hanya mengandalkan sistem kekebalan tubuh. Pencegahan penyebaran virus, perkembangbiakan nyamuk, dan gigitan nyamuk harus terus dijalankan.
Pola penyebaran
Ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengatakan, kenaikan jumlah kasus DBD memiliki pola tiap tahun, yaitu naik di awal musim hujan dan awal musim kemarau. Siklus kenaikan jumlah kasus terjadi tiap lima tahun.
Ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyonomengatakan, dari pengamatannya pada 2013 di sebagian Jakarta dan Depok terdapat sejumlah rukun warga (RW) di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur yang melakukan pengasapan rata-rata sebulan sekali. Itu terlalu sering dan tidak sesuai dengan prosedur yang tepat sehingga, Miko meyakini, nyamuk di RW-RW tersebut sudah kebal pada bahan kimia yang digunakan untuk pengasapan.
Karena itu, pemerintah perlu mengatur agar jenis-jenis bahan kimia pengasapan yang tidak mempan lagi tidak digunakan kembali. Menurut Miko, bahan-bahan kimia pada obat nyamuk komersial, seperti obat semprot, bakar, atau elektrik, juga perlu dikaji pemerintah sehingga industri obat nyamuk akan mengganti bahan tersebut dengan bahan lain jika resistensi nyamuk terbukti.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Vensya Sihotangmenuturkan, pihaknya memang menerima laporan adanya resistensi nyamuk terhadap bahan kimia untuk pengasapan, tetapi pemerintah belum bisa memutuskan bahwa produk kimia tertentu sudah tidak mempan lagi berdasarkan laporan tersebut. ”Survei baru dari sisi kesehatan pada area yang sangat terbatas. Kami juga masih harus melaporkan ke Komisi Pestisida Kementerian Pertanian terlebih dulu,” ujarnya.
Kementerian Kesehatan mengonfirmasi siklus lima tahunan itu. Pada 2010, jumlah kasus DBD 156.086 pasien. Jumlah kasus setahun pada 2011-2014 kurang dari jumlah di 2010. Pada 2015, jumlah kasus melebihi 2011-2014, lebih rendah ketimbang 2010, yakni 129.650 kasus. Tahun ini, sampai 22 April, ada 57.378 kasus DBD dan 565 pasien meninggal.
Terkait hal itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Vensya Sihotang menekankan, pencegahan DBD yang efektif ialah membasmi telur dan larva nyamuk Aedes. Caranya sederhana, tapi butuh keterlibatan aktif warga, yakni memberantas sarang nyamuk.
PemberantasanSarang Nyamuk 3M Plus
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Vensya Sihotang menyatakan, perlu pemberantasan sarang nyamuk 3M plus.
Langkah 3M, yakni membersihkan tempat penampungan air, menutup rapat tempat penampungan air, dan memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang jika dibiarkan bisa menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Langkah itu ditambah dengan mencegah gigitan nyamuk, seperti mengoles obat anti nyamuk ke tubuh, memakai kelambu saat tidur, menanam tanaman pengusir nyamuk, dan tak menggantung pakaian di dalam rumah.
Selain itu, warga juga diimbau agar tidak terjebak rasa aman palsu dari pengasapan. Selama ini, karena dianggap sangat efektif, warga di sejumlah tempat secara swadaya membiayai pengasapan di lingkungan mereka, bahkan sejumlah pihak dengan kepentingan tertentu memakai pengasapan gratis untuk menarik simpati masyarakat.
Padahal, pengasapan sebenarnya bertujuan mematikan nyamuk jika di suatu area terjadi kasus infeksi virus penyebab DBD sehingga penyakit tidak sampai menular kepada lebih banyak orang. Artinya, pengasapan semestinya tidak setiap saat, tetapi menunggu ada kasus terlebih dulu.
Sementara pengasapan untuk mematikan nyamuk jika di suatu area ada kasus DBD agar tak menyebar. Jadi, pengasapan tak tiap saat, tapi menanti ada kasus. Pengasapan berlebih berisiko membuat nyamuk kebal zat kimia dalam pengasapan. ”Jika diasap tiap bulan, dalam dua tahun terjadi resistensi,” ucap Miko.
Pemerintah perlu mengatur agar jenis bahan kimia pengasapan yang tak mempan lagi tak kembali dipakai. Bahan kimia pada obat nyamuk komersial pun perlu dikaji pemerintah. (JOG)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Mei 2016, di halaman 13 dengan judul “Waspadai Penularan DBD Berulang”.