Virus Ebola, Misteri yang Belum Terpecahkan

- Editor

Kamis, 6 Juli 1995

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Wabah virus Ebola yang telah menewaskan lebih dari 100 ponduduk Zaire, kini tidak hanya mendapatkan perhatian serius dari seluruh dunia tetapi juga menimbulkan ketakutan di negara-negara yang biasa berhubungan dengan Afrika.

Dari Kanada misalnya, dikabarkan, aparat keamanan Bandara International Pearson, Torontoh telah mengkarantina seorang pemuda Zaire yang baru tiba dari negerinya. Tindakan ini dilakukan karena pemuda itu diketahui baru menghadiri pemakaman ibunya di Kikwit; tempat terjadinya wabah. Dikhawatirkan ia telah terkena virus Ebola.

Beberapa Negara Asia, seperti Pakistan, Srilangka, dan Taiwan kini juga memonitor orang-orang yang datang dari Afrika, terutama Zaire. Sementara Filipina dan Malaysia telah memberi perhatian khusus terhadap penumpang maupun binatang ternak yang berasal dari benua hitam itu. Tailand bahkan tidak mau memberikan visa untuk orang-orang yang sebelumnya pernah melakukan perjalanan ke Zaire.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

lndoneaia sendiri, sesuai petunjuk Badan Kesehatan DuniaWHO, melakukan surveillance yang, merupakan suatu sistem pengamatan kesehatan. Caranya dengan memberikan kartu untuk pengamatan kesehatan kepada orang-orang yang datang dari Zaire dan Sudan.

Pengamatan terutama pada mereka yang baru meninggalkan kedua negara itu dalam waktu 2 sampai 21 hari. Mengapa? Karena dalam jangka waktu itulah virus Ebola berinkubasi.

Menurut Menteri Kesehatan Sujudi, para pendatang dari kedua negara itu tidak perlu dikarantina. Tindakan isolasi pun, baru dilakukan bila mereka menunjukkan gejala-gejala nyata.

Virus Ebola memang pantas ditakuti, karena belum ditemukan obat antiviralnya yang efektif. Virus ini menular lewat kontak langsung yang intensif dengan penderitanya, antara lain melalui darah, cairan tubuh, cairan buangan (ekskresi termasuk air seni). Dengan demikian, semua peralatan yang berhubungan dengan hal-hal itu seperti jarum suntik berpotensi sebagai sumber penularan. Demikian pula halnya dengan alat-alat lain di rumah sakit yang digunakan untuk menampung muntahan atau air seni pasien juga menjadi sumber infeksi baru, apalagi bila sanitasi, sterilisasi dan segala prosedur penanganan penyakit infeksi tidak dijalankan dengan baik.

Dengan modus penularan semacam itu, tidak heran bila yang tertular kebanyakan adalah tenaga medis di rumah sakit. Tahun 1976 misalnya, 41 dari 76 staf RS di Afrika, meninggal karena terinfeksi virus Ebola.

Penyakit yang disebut sebagai demam berdarah Afrika, pertama kali berjangkit tahun 1976 di kawasan Sungai Ebola. Itu pula sebabnya, virus ini kemudian dinamai Ebola.

Sembilan tahun lalu, wabah Ebola menyebabkan jumlah kematian yang tinggi di Zaire dan Sudan. Sekitar 89 persen penderita, atau 400 dari 500 orang yang terkena penyakit ini meninggal dunia.

Masa inkubasi virus Ebola berlangsung sekitar 2 sampai 21 hari. Gejala klinis yang muncul serentak pada penderita adalah adalah: Pertama, perasaan tidak enak badan (malaise), sakit kepala, nyeri otot (milagia), dan demam tinggi. Kedua, rasa mual (nausea), muntah, sakit perut (nyeri abdominal) dan diare.
Ketiga, erupsi makulopapulat dan bercak-bercak merah (eritem) pada badan, muka, dan lengan yang timbul pada hari ke lima. Keempat, pendarahan hebat pada usus besar (gastrointestinal) dan-paruJ-paru, peradangan pada hati dengan timbulnya bintik-bintik kuning (ikterus) dan penurunan jumlah trombosit.

20160708_142853wAkhirnya pendarahan menjadi-jadi. Darah akan keluar dari hidung, mulut, mata, bahkan kulit. Sang penderita pun tidak dapat tertolong lagi jiwanya.

Virus Ebola menyebabkan kematian sel-sel yang sangat hebat pada limpa, hati, ginjal, gastrointestinal, dan diikuti dengan pendarahan besar-besaran dalam organ. Diduga pendarahan ini terjadi karena adanya penggumpalan intravaskular yang menyeluruh. Pada sel juga akan ditemukan badan inklusi, yaitu struktur yang sifatnya keras akibat infeksi virus. Nilai SGOT pada penderita meningkat, pertanda ginjalnya tidak berfungsi. Lalu, terjadi penurunan jumlah lekosit (darah putih) serta penurunan protein plasma yang menyokong terjadinya kehilangan integritas vaskular.

EBOLA termasuk golongan filovirus dan mempunyai struktur yang aneh: berbentuk seperti tabung (peluru) dengan tonjolan-tonjolan permukaan yang teratur.

Makhluk kecil ini merupakan virus RNA berserat tunggal dengan berat molekul 4,5 x 106 Dalton, atau kira-kira 7,4 x10-8 gram. Diametemya sekitar 80 nanometer atau 0,00008 milimeter (mm) dan panjangnya 1.000-14.000 nm, atau 0,001- 0,014 mm.

Virus ini berkembang biak dalam sitoplasma dan dapat berada dalam darah penderita sebanyak 106 unit infektif per milliliter, sampai sang pasien meninggal.

Uniknya, virus ini dapat berada dalam darah selama berbulan-bulan setelah timbulnya rasa sakit yang akut. Sedang pada virus lain, darah hanya merupakan sarana transportasi untuk menyerang organ-organ tertentu. Setelah tiba pada organ yang dituju, maka jumlah virus di dalam darah akan berkurang.

Virus cacar misalnya, masuk ke dalam aliran darah agar tiba pada sasarannya, yakni kulit (sel epitel). Ketika virus ini telah sampai di kulit, maka jumlah virus cacar yang ada di dalam darah akan berkurang.
Sungguhpun virus Ebola telah ditemukan belasan tahun lalu, kehadirannya tetap sebuah misteri. Karena sejak mewabah tahun 1976, virus yang menakutkan ini tidak muncul pada tahun-tahun berikutnya. Tetapi mendadak mewabah lagi tahun 1995. Dengan demikian, pengetahuan para ahli mengenai penyakit ini masih sangat sedikit.

Pengobatan terhadap virus Ebola hanya bersifat seadanya. Ketika pasien serangan Ebola terkena diare misalnya, yang diberikan adalah obat anti-diare. Ketika pasien menderita sakit kepala diberikan obat yang mengandung paracetamol. Begitu pula ketika pasien mangalami pendarahan, pertolongan yang diberikan adalah memberikan transfusi. Obat antiviralnya sendiri tidak ada.

Minimnya pengetahuan mengenai punyakit ini, membuat banyak orang salah kaprah. Mereka mengira virus Ebola pertama kali muncui pada binatang menyusui, yang kemudian menulari manusia. Padahal virus ini pertama kali djtemukan pada manusia ketika terjadi wabah di Zaire 1976. Lalu virus itu diasingkan atau ditularkan kepada binatang menyusui, agar dapat diamati dan dicari obat antiviralnya. Ketika diasingkan pada marmot, virus Ebola menyebabkan demam yang tidak fatal, dengan masa inkubasi 4-7 hari. Sedangkan pada anak mencit dapat menimbulkan kematian.

Sampai saat ini para ahli virologi sedang melakukan usaha pengasingan terhadap sang virus, namun tetap belum dapa dipastikan darimana asal-usul “pembunuh misterius” itu. Reservoar alami atau inang tampat virus Ebola berkembang biak juga masih gelap.

Dengan demikian, masih panjang perjalanan yan ditempuh manusia untuk membuka misteri virus ini.

(Anni Sardijito, bekerja di Lembaga Biologi Molekular Eijkman)
Sumber: Kompas, Kamis 6 Juni 1995

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Sejarah Ilmu Kedokteran
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Rabu, 14 Juni 2023 - 14:27 WIB

Sejarah Ilmu Kedokteran

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB