Uji klinis fase tiga calon vaksin Covid-19 di Indonesia tengah dilaksanakan dan ditargetkan rampung dalam enam bulan ke depan. Kelompok rentan hendaknya menjadi prioritas dalam pemberian vaksin.
Vaksin Covid-19 hanya akan efektif jika memiliki cakupan yang luas. Tanpa ada cakupan imunisasi yang luas, rantai penularan tidak akan bisa dihentikan. Untuk tahap pertama, vaksin harus diprioritaskan kepada kelompok rentan, yaitu lanjut usia dan yang memiliki penyakit penyerta.
“Sambil menunggu riset dan uji klinis vaksin hingga nanti siap diproduksi, kita harus mulai menyiapkan data tentang kelompok rentan yang akan mendapatkannya,” kata Wakil Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman David Muljono Handojo, di Jakarta, Rabu (12/8/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut David, vaksin hanya bisa efektif memutus rantai penularan jika diberikan pada minimal 70 persen populasi untuk Indonesia atau sekitar 175 juta penduduk. Namun, untuk mencapai cakupan seluas itu, tidak akan mudah karena akan ada masalah pada kapasitas produksi dan distribusi.
“Produksi Sinovac kalau nanti uji klinisnya berhasil, selain untuk di China sendiri, juga akan dibagi ke beberapa negara lain yang sekarang juga ikut uji klinis seperti Bangladesh. Karena itu, menjadi penting kita punya vaksin buatan dalam negeri,” tuturnya.
Selain itu, hal yang perlu diperhitungkan yakni persoalan sosial, berupa kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat, termasuk adanya kelompok penentang vaksin. Ini juga tercermin dengan rendahnya cakupan lengkap imunisasi di Indonesia yang hanya sekitar 12 persen.
“Strategi untuk memberikan prioritas vaksin pada kelompok rentan ini juga sudah dilakukan di Thailand dan Taiwan. Kelompok sasaran harus diidentifikasi dan disiapkan,” katanya.
David menambahkan, pendataan kelompok sasaran ini sebaiknya dari bawah melibatkan kecamatan sampai level RT. “Seperti kami lakukan di program hepatitis dengan mengerahkan bidan desa dan dukun bayi untuk mengidentifikasi ibu hamil agar begitu ada bayi lahir diberi imunisasi,” ujarnya.
Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, korban meninggal terbanyak di Indonesia adalah kelompok umur 46 – 59 tahun sebanyak 39,5 persen, disusul kelompok umur di atas 60 tahun 38,6 persen. Adapun dari sebaran kelompok umur yang terinfeksi mayoritas berumur 31-45 tahun sebanyak 31,4 persen, disusul 46-59 tahun sebanyak 24,6 persen, dan 19-30 tahun sebanyak 23,5 persen.
Kelompok umur di atas 60 tahun yang positif 11,4 persen. Ini menunjukkan, sekalipun yang terinfeksi relatif kecil, namun angka korbannya termasuk sangat tinggi. “Dari kelompok umur yang paling rentang di atas 55 tahun,” kata David.
Adapun dari penyakit penyerta, sebagian besar korban atau 13,2 persen memiliki penyakit hipertensi, diabetes melitus 11,7 persen, penyakit jantung 7,6 persen, gagal ginjal 3,1 persen, paru kronis 2,4 persen, dan gangguan pernapasan lainnya 1,7 persen.
Penolak vaksin
Survei yang dilakukan King’s College London dan Ipsos Mori yang dirilis pada 9 Agustus 2020 lalu menunjukkan, hanya 53 persen populasi Inggris yang pasti akan menerima vaksinasi Covid-19. Sebaliknya, satu dari enam atau sekitar 16 persen mengatakan mereka pasti tidak akan atau tidak mungkin menerima vaksin. Selain itu, ditemukan bahwa satu dari lima atau 20 persen mengatakan bahwa mereka “mungkin” bersedia divaksin.
Studi ini didasarkan pada 2.237 wawancara dengan penduduk Inggris berusia 16-75 tahun, yang dilakukan secara daring antara 17 dan 20 Juli 2020 dan hasilnya bisa diakses daring. Alasan penolak vaksin ini terkait keyakinan, sikap, dan nilai-nilai yang mencerminkan skeptisisme terhadap sains dan otoritas, serta berkurangnya kekhawatiran tentang pandemi Covid-19.
Analisis korelasi menunjukkan, mereka yang menolak vaksin rata-rata juga beranggapan masker tidak baik untuk kesehatan masyarakat (37 persen), percaya masker tidak mengurangi penyebaran Covid-19 (34 persen), dan yang menganggap pemerintah hanya ingin orang memakai masker sebagai cara mengontrol warga (34 persen).
Direktur Institut Kebijakan di King’s College London, Bobby Duffy mengingatkan, vaksin merupakan salah satu pencapaian terbesar dalam ilmu pengetahuan. “Kami yakin bahwa akhirnya kita bisa mengembangkannya untuk Covid-19. Akan tetapi lebih banyak lagi orang yang perlu diyakinkan tentang betapa pentingnya untuk mengakhiri krisis ini,” ungkapnya.
Oleh AHMAD ARIF
Editor: EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 13 Agustus 2020