Urgensi UU Keamanan Nuklir

- Editor

Minggu, 15 Mei 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Menjelang penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi Ke-4 Keamanan Nuklir di Washington DC, 31 Maret-1 April 2016, pemerintah masih memiliki satu pekerjaan rumah penting: menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Keamanan Nuklir.

Komitmen pemerintah menyelesaikan RUU itu pernah disampaikan Wakil Presiden Boediono pada penyelenggaraan KTT Ke-3 Keamanan Nuklir (KN) pada 2014 di Den Haag, Belanda. Namun, karena alotnya pembahasan dalam mekanisme rapat kementerian dan lembaga, sejak akhir 2015 pemerintah belum lagi melakukan pembahasan RUU itu dan tak memasukkannya dalam Prolegnas 2015-2019.

Hal itu kiranya tidak menyurutkan komitmen pemerintah untuk penyelesaian RUU itu. Penulis berpendapat bahwa setidaknya terdapat tiga kepentingan utama agar RUU tersebut dapat segera diselesaikan dan diundangkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pertama, UU terkait nuklir dan zat radioaktif yang ada saat ini dirasakan belum cukup mengatur keamanan nuklir di Indonesia. Ratifikasi Konvensi Internasional tentang Pemberantasan Terorisme Nuklir (KIPTN) melalui UU Nomor 10 Tahun 2014 masih belum cukup dan perlu segera ditindaklanjuti dan diperkuat dengan penyusunan UU khusus terkait keamanan nuklir.

Di samping itu, UU 10/1997 tentang Ketenaganukliran lebih banyak menonjolkan aspek keselamatan nuklir dan belum banyak berbicara mengenai keamanan nuklir. Sebagai contoh, ketentuan pidana dalam UU dimaksud lebih banyak menyentuh aspek pelanggaran izin dan keselamatan, serta belum mengatur kriminalisasi penyalahgunaan bahan nuklir dan radioaktif.

Berbeda dengan keselamatan nuklir yang bertujuan menjamin keselamatan manusia, hewan, dan lingkungan dari aktivitas pemanfaatan tenaga nuklir, keamanan nuklir lebih banyak menyentuh aspek perlindungan masyarakat dari penyalahgunaan bahan dan teknologi nuklir serta zat radioaktif oleh pihak tak bertanggung jawab, khususnya pelaku dan jaringan terorisme. Ini juga yang mendorong pemimpin lebih dari 50 negara dan empat organisasi internasional berperan aktif dalam KT KN sejak 2010.

Memanfaatkan teknologi
Komunitas internasional memercayai bahwa pelaku teror cenderung makin memanfaatkan teknologi dan bukan tak mungkin menggunakan unsur senjata pemusnah massal seperti bahan nuklir dan zat radioaktif. Karena itu, keamanan bahan, teknologi nuklir, dan zat radioaktif, termasuk kepemilikan, transfer, dan pemanfaatannya perlu diatur secara menyeluruh.

Kedua, UU tentang keamanan nuklir akan menjamin keamanan pengelolaan teknologi dan sumber daya nuklir. Dewasa ini, pemanfaatan teknologi nuklir bukan hanya dimonopoli reaktor nuklir untuk tujuan riset atau pembangkit listrik, tetapi juga telah dimanfaatkan berbagai industri. Sebagai contoh, penggunaan alat kesehatan berteknologi nuklir di berbagai rumah sakit di Indonesia. Eksplorasi pertambangan baik mineral maupun minyak bumi dan gas telah banyak memanfaatkan peralatan berbasis teknologi nuklir.

Peta lokasi pemanfaatan tenaga nuklir di situs Bapeten menunjukkan bahwa hampir 800 pelaku usaha di Indonesia telah memanfaatkan teknologi nuklir dan zat radioaktif dalam kegiatan usahanya. Data Bapeten juga menunjukkan, selama lebih dari satu dekade terakhir, permohonan izin pemanfaatan dan penggunaan zat radioaktif di Indonesia meningkat signifikan. Diperkirakan, permohonan izin itu akan terus meningkat sejalan dengan kemajuan dan pembangunan ekonomi nasional.

Selain itu, potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, khususnya mineral dan bahan tambang yang mengandung zat radioaktif, juga perlu diatur aspek keamanannya. Sebagai contoh, wilayah Bangka Belitung yang memiliki potensi tambang pasir timah dan tanah jarang, dengan unsur mineral ikutan seperti monazite dan zircon, dalam beberapa tahun terakhir makin diincar pihak asing. Kedua unsur itu terbukti mengandung uranium dan torium sebagai bahan bakar nuklir serta bahan baku industri pertahanan dalam pembuatan berbagai peralatan vital untuk militer.

Ketiga, legislasi mengenai keamanan nuklir akan memperkuat diplomasi nuklir yang difokuskan pada tiga pilar arsitektur nuklir global berdasarkan Traktat Non-proliferasi Nuklir, yakni perlucutan senjata, non-proliferasi, dan penggunaan nuklir untuk tujuan damai. Pemerintah meyakini upaya memperjuangkan penggunaan nuklir untuk tujuan damai harus diimbangi dengan kewajiban mendorong keamanan nuklir di masing-masing negara. Karena itu, pemerintah secara konsisten telah menunjukkan berbagai upaya terkait peningkatan keamanan nuklir secara nasional.

Sebagai gambaran, selain meratifikasi KIPTN, Indonesia secara konsisten terus melanjutkan penggunaan low-enriched uranium dalam memproduksi radioisotop dan mengoperasikan reaktor penelitian nuklir. Pemerintah juga melanjutkan komitmen pemasangan berbagai Monitor Portal Radioaktif di beberapa pelabuhan laut dan udara untuk mengawasi transportasi bahan nuklir dan radioaktif, seperti di Pelabuhan Tanjung Priok, Belawan, dan Bandara Soekarno-Hatta. Terakhir, dalam kerangka KTT KN, pemerintah telah mengambil inisiatif dalam penyusunan Kit Implementasi Perundang-undangan Nasional tentang Keamanan Nuklir sebagai suatu model law bagi negara dalam penyusunan legislasi di bidang keamanan nuklir.

Beberapa penjelasan di atas menunjukkan betapa kental kepentingan nasional dan kebutuhan memiliki legislasi nasional di bidang keamanan nuklir. Untuk itu, pembahasan RUU Keamanan Nuklir perlu dilanjutkan dan terus didukung berbagai pemangku kepentingan.

Dalam rapat akhir pembahasan ratifikasi KIPTN pada 2014, pemerintah dan DPR sepakat bahwa Indonesia perlu memiliki UU yang bukan hanya akan menyentuh aspek keamanan terkait penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab, tetapi juga mendorong potensi dan pemanfaatan bahan nuklir serta zat radioaktif untuk memberikan nilai tambah di dalam negeri.

Harditya Suryawanto, diplomat RI, Bekerja di Direktorat Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 April 2016, di halaman 7 dengan judul “Urgensi UU Keamanan Nuklir”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Maung, Mobil Nasional yang Tangguh dan Cerdas: Dari Garasi Pindad ke Jalan Menuju Kemandirian Teknologi
Menelusuri Jejak Mobil Listrik di Indonesia: Dari Solar Car ITS hingga Arjuna EV UGM
Berita ini 11 kali dibaca

Informasi terkait

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Jumat, 13 Juni 2025 - 08:07 WIB

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB