Upaya Lebih Memantapkan Shalat

- Editor

Sabtu, 28 Mei 2011

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

SAAT kancah perpolitikan para elite sedang panas-panasnya, saat itu pula ada seorang tua tetap istikamah dengan tugas mulia yang dilakukannya tiap Jumat. Yang dilakukan tidak demi harta ataupun dunia, apalagi bernuansa politik. Ia memilih mengalibrasi jam besar yang ada di mushala dan rumahnya. Waktu baginya sangat penting demi tepatnya awal waktu shalat dan keabsahan ibadah shalat jamaah.

Jika dia melakukannya tiap Jumat maka muslimin, termasuk di Jateng, bisa melakukannya pada Sabtu, 28 Mei 2011, untuk kembali mengkiblatkan masjid. Dalam sebuah Hadis, Rasulullah bersabda,’’ Apabila kamu melakukan shalat, maka sempurnakanlah wudumu, kemudian menghadaplah ke kiblat dan bertakbirlah.’’ Para imam mujtahid pun bersepakat bahwa menghadap kiblat ketika shalat hukumnya wajib karena merupakan syarat sahnya shalat.

Persoalan ketidaktepatan arah kiblat pada sejumlah masjid, mushala, atau langgar di Indonesia bukan karena ada pergeseran lempengan bumi atau akibat gempa. Persoalannya lebih mendasar, yaitu pembangunan masjid kali pertama, termasuk penentuan arah kiblatnya, hanya berdasarkan ancar-ancar arah barat, atau diukur menggunakan kompas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam konteks kekinian, masyarakat perlu memahami bagaimana menentukan arah kiblat dengan baik agar tidak terjadi permasalahan. Pengalaman penulis selama ini menyimpulkan, masyarakat tidak memahami metode untuk menentukan arah kiblat dengan baik. Persoalan arah kiblat yang tepat 100% memang bukan hanya masalah ukur-mengukur melainkan mengait dengan persoalan sensitivitas agama dan ketokohan.

Ketika pengukuran tidak dilakukan oleh orang yang memiliki keilmuan di masyarakat misalnya, maka masyarakat tidak akan memercayai. Metode rasdul kiblat ini kiranya dapat dijadikan panduan atau cara yang bisa mempermudah. Memang ada beberapa metode yang biasa digunakan untuk menentukan arah kiblat, di antaranya dengan perhitungan trigonometri bola yang diaplikasikan untuk mencari azimuth kiblat.

Seperti kita ketahui, sudut arah kiblat wilayah Indonesia berkisar dari 292 derajat sampai dengan 2.960 derajat sehingga jika dihitung dari arah barat antara 24 dan 26 derajat. Sudut kiblat juga dapat diaplikasikan dengan menggunakan beberapa alat, misalnya memakai rubu mujayyab, segi tiga kiblat, atau peralatan yang teknologinya sudah modern semacam teodolit dan global positioning system (GPS).

Mengecek Ulang

Adapun rasdul kiblat adalah cara tradisional yang tetap diyakini kesahihannnya. Metrode ini mendasarkan pada pencatatan bayang-bayang matahari pada waktu tertentu setelah kita mengetahui data lintang dan bujur tempat serta mengetahui lintang dan bujur Kakbah.

Rasdul kiblat bisa menjadi metode alternatif, dan Sabtu, 28 Mei 2011 (juga Sabtu, 16 Juli pukul 16.27 WIB) adalah waktu yang tepat untuk menerapkan pengecekan itu secara mudah dan praktis. Kita bisa mengeceknya dengan cara mendirikan tongkat di atas pelataran yang datar untuk mendapatkan bayangan kiblat pada jam tertentu.

Pada 28 Mei 2011, ketika matahari berkulminasi di atas Kakbah, waktu di Indonesia mengalami konversi waktu, sehingga bayangan matahari akan menunjuk arah kiblat pada pukul 16.18 WIB (atau pukul 17.18 Wita dan pukul 18.18 WIT). Bayangan yang terlihat itulah yang menunjukkan arah kiblat.
Bayangan kiblat ini dideskripsikan dengan posisi matahari yang memiliki nilai deklinasi yang hampir sama dengan lintang Kakbah. Ketika bayangan matahari tiap benda yang berdiri tegak lurus pada pukul 12.00 MMT (Makkah Mean Time) ini menunjukkan arah kiblat, maka bayangan matahari pada tiap benda yang berdiri tegak di kota Semarang pun akan membentuk garis kiblat.

Gambaran itu terjadi ketika matahari muncul dari timur sehingga bayangan tongkat  pada pukul 16.18 WIB membentuk garis ke timur, serong ke utara (membelakangi arah kiblat). Saat itu pula, kita bisa mengecek ulang arah kiblat masjid, langgar, termasuk mushala di rumah, dengan memanfaatkan Hari Kiblat tersebut. Tujuannya hanya satu, yakni lebih memantapkan ibadah shalat. (10)

H Ahmad Izzuddin MAg, Ketua Asosiasi Dosen Falak Indonesia, Ketua Pusat Layanan Falakiyah (Puslafalak) IAIN Walisongo Semarang, Direktur Lembaga Hisab Rukyah Al-Miiqaat Jawa Tengah

Sumber: Suara Merdeka, 28 Mei 2011

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Mengalirkan Terang dari Gunung: Kisah Turbin Air dan Mikrohidro yang Menyalakan Indonesia
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 12 November 2025 - 20:57 WIB

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Kamis, 17 Juli 2025 - 21:26 WIB

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Senin, 14 Juli 2025 - 16:21 WIB

Mengalirkan Terang dari Gunung: Kisah Turbin Air dan Mikrohidro yang Menyalakan Indonesia

Berita Terbaru

Artikel

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Rabu, 12 Nov 2025 - 20:57 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB