Universitas Palangkaraya mengembangkan teknologi pertanian terapung untuk budidaya melon. Kondisi geografis Kalimantan Tengah yang berawa gambut dan dialiri 11 sungai besar mendorong mahasiswa dan pengajar berinovasi membuat media tanam terapung dari kayu dan eceng gondok yang didekomposisi.
”Keramba tanaman apung berukuran 16 m x 6 m itu diisi tanaman purun dan eceng gondok dengan posisi terbalik dari sekitar rawa dengan kedalaman sekitar 50 cm. Di atasnya ditanami 400 tanaman melon yang bobot buahnya 2-3,5 kg per buah,” kata Hastin Ernawati Nur CC, pengajar Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Palangkaraya, di tepi Sungai Kahayan, Kelurahan Palangka, Jekan Raya, Palangkaraya, saat panen melon, Rabu (21/5).
Hastin yang juga pemimpin proyek inovasi teknologi pertanian terapung itu mengatakan, eceng gondok yang selama ini dianggap sebagai pengganggu dapat dimanfaatkan sebagai media tanam karena memiliki unsur hara yang baik. ”Dalam perawatan, tanaman tidak perlu disiram karena media tanam selalu terendam air,” ucap dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Proyek itu, lanjut Hastin, merupakan Program Kreativitas Mahasiswa yang didanai pemerintah tahun 2012 dan dikerjakan lima mahasiswa, Exwan Prasetyo, Teguh Alifianto, Raudah Afiat, Imam Nugroho, dan Yessika S, dengan tema ”Budidaya Sayuran pada Sistem Terapung”.
”Saat itu, tanaman sayur yang dibudidayakan adalah timun, labu kuning, dan gambas. Karena daya tahan keramba apung itu hanya dua tahun, sekarang dipilih komoditas yang bernilai ekonomis, yaitu melon, cabai merah, dan kedelai,” papar Hastin.
Masa tanam dan hasil buahnya relatif sama dengan melon yang ditanam di tanah. ”Masa tanam melon 65 hari. Tantangannya adalah tikus rawa, belalang, dan lalat buah,” ucap dia.
Exwan menyampaikan, salah satu kelebihan media tanam terapung adalah penghematan pemakaian pupuk hingga 50 persen. ”Jika menanam melon di tanah biasa diperlukan NPK 200 kg per ha, di sini hanya perlu 150 kg per ha. Demikian juga pemakaian pupuk kandang. Di tanah biasa 20 ton per hektar, di sini 10 ton per hektar,” ucap dia.
Pembantu Dekan I Fakultas Pertanian Universitas Palangkaraya Ardianor, Ketua Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Palangkaraya Yanetri Asi, Ketua RT 002 RW 003 Kelurahan Palangka Iswan B Guna, serta petani melon dari Desa Kalampangan, Sunyadi, mengapresiasi inovasi itu.
”Pemanfaatan eceng gondok sebagai media tanam dapat mengurangi perusakan ekosistem. Invasi eceng gondok menghambat suplai oksigen ke dalam air dan membuat ikan sulit berkembang,” kata Ardianor.
Sunyadi mengatakan, budidaya melon perlu modal besar, yaitu Rp 100 juta per ha di lahan tanah. ”Inovasi ini sangat bagus dan sesuai kondisi tanah di Kalimantan Tengah yang berawa gambut. Lagi pula, selama ini pasokan melon masih dari Jawa. Harga melon per kg Rp 17.000-Rp 20.000,” ucap dia. (DKA)
Sumber: Kompas, 22 Mei 2014