Indonesia Menjadi Anggota Komisi Pembiayaan Pendidikan Global
Dinamika pendidikan di Indonesia tak lepas dari sumbangsih ide pemikiran dan komitmen tiada henti para tokoh “di balik layar”. Hasilnya, Indonesia bukan lagi negara dengan 90 persen jumlah orang buta huruf seperti 70 tahun lalu. Bangsa ini berutang budi kepada mereka.
Hal ini dikemukakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan dan Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Arief Rachman setelah pemberian “Penghargaan kepada Tokoh Nasional yang Berjasa dalam Program UNESCO” di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Kamis (27/8).
“Mereka saksi pelaku dari perjalanan sejarah Republik ini. Komitmen mereka tidak diragukan lagi dan patut dicontoh. Meski sudah pensiun dari tugas profesi kantor, tetapi tidak pensiun dalam kemajuan,” kata Anies yang menjadi Ketua Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Anies menyerahkan penghargaan kepada 14 tokoh nasional di bidang pendidikan, sains, kebudayaan, dan komunikasi yang dinilai berjasa pada program-program UNESCO. Penghargaan itu diberikan dalam rangka 70 tahun kemerdekaan Indonesia.
Arief Rachman mengatakan bahwa kesuksesan program UNESCO tidak akan tercapai jika tidak ada konseptor “di balik layar”. Ke-14 tokoh nasional itulah yang memberi konsep di bidang pendidikan.
Budayawan dan sastrawan Taufiq Ismail bersyukur atas penghargaan dari UNESCO dan Kemdikbud sekaligus berharap penghargaan itu diikuti dengan program pemerintah yang ada, seperti kurikulum pendidikan yang harus diperbaiki lagi. Menurut dia, mata pelajaran kesusastraan pada tingkat SMA/ SMK masih perlu diperbaiki.
“Ada dua hal yang perlu ditekankan dalam kurikulum bahasa dan sastra Indonesia, yakni menulis atau mengarang. Selama ini fokusnya hanya tata bahasa. Kita sudah 17 tahun memperjuangkan ini, tetapi belum berhasil,” kata Taufiq.
Komisi pendidikan
Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia yang menjadi anggota komisi global pembiayaan pendidikan yang merupakan hasil KTT Pendidikan di Oslo, Norwegia, pekan lalu. Bersama tiga negara lain, Indonesia akan bekerja sama mengembangkan pendidikan agar menjadi agenda utama pembangunan dunia. Komisi pendidikan yang dipimpin mantan Perdana Menteri Inggris Gordon Brown itu beranggotakan Indonesia, Malawi, Norwegia, dan Cile, dan Direktur Jenderal UNESCO.
“Komisi ini masih sedang didiskusikan isinya, tetapi yang sudah jelas tujuannya. Menjadikan pendidikan sebagai agenda utama pembangunan untuk 15 tahun ke depan,” kata Anies.
Ia melanjutkan, tantangan bagi komisi ini di masa depan tidak mudah. Apalagi dengan semakin kompleksnya persoalan-persoalan pendidikan di dunia. Ini bisa dilihat dari alokasi anggaran pendidikan di dunia yang meningkat dalam dua atau tiga dekade ini. Namun, anggaran pendidikan di negara berkembang dengan pendapatan rendah justru menurun.
Jika dibiarkan begini terus, akan terjadi kesenjangan yang semakin lebar. Ini yang menjadi salah satu keprihatinan dunia dan alasan dibentuknya komisi global untuk pembiayaan pendidikan. Keikutsertaan Indonesia di komisi ini, menurut Anies, bisa membawa banyak manfaat, khususnya jika dilihat dari posisi Indonesia di tataran global yang semakin baik.
Seperti diberitakan sebelumnya, pagu anggaran pendidikan di Kemdikbud dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 menurun. Kemdikbud mendapatkan alokasi anggaran Rp 49,23 triliun. Ini lebih kecil dibandingkan anggaran tahun sebelumnya, Rp 53,27 triliun. Penurunan itu akibat pagu anggaran fungsi pendidikan yang bersifat kebutuhan daerah dimasukkan ke dalam alokasi anggaran transfer daerah. (LUK)
———————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Agustus 2015, di halaman 11 dengan judul “UNESCO Apresiasi 14 Tokoh”.