Umur air bawah tanah di cekungan air tanah Jakarta semakin muda dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu belasan tahun saja umur air telah berkurang ribuan tahun. Pengambilan air berlebih membuat daur ulang hidrologi tidak seimbang.
Riset yang dilakukan tim Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) bekerja sama dengan Badan Konservasi Air Tanah (BKAT) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menemukan perubahan umur air tanah ini terjadi di seluruh titik sampel dalam kurun 19 tahun. Riset ini menggunakan data dasar penelitian pada 1998.
Paston Sidauruk, Peneliti Utama Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Batan, menuturkan, dari analisis di sejumlah sampel ditemukan perubahan yang cukup signifikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di lokasi sumur yang diambil di lokasi pabrik PT Yuasa, Tangerang, umur air saat ini 7.584 tahun. Padahal, berdasarkan data pada 1998, umur air di lokasi yang sama sekitar 11.140 tahun.
“Yang cukup signifikan juga misalnya di titik sumur di kantor ini (Jalan Tongkol) yang umur airnya sekitar 14.567 tahun. Pada 19 tahun lalu, daerah di sini umur air bawah tanahnya di angka 25.000 tahun,” ujar Paston, Kamis (12/1), dalam paparan riset yang dilakukannya bersama tim, di kantor BKAT, Jakarta Utara.
Secara umum, menurut Paston, terjadi perubahan umur air di wilayah Jakarta. Akan tetapi, angka di satu sumur berbeda dengan sumur yang lain. Berubahnya umur air mengindikasikan pengambilan air bawah tanah secara berlebihan.
Sumur produksi
Penelitian ini dilakukan mulai Oktober 2016. Sampel diambil dari sumur produksi dengan kedalaman 40 meter-150 meter. Hingga saat ini ada delapan titik yang dianalisis untuk pengukuran umur air bawah tanah. Dari setiap hasil pengukuran umur, angka margin of error sekitar 5-10 persen. Penelitian ini masih penelitian awal, yang menurut rencana dilanjutkan tahun ini.
Menurut Satrio, anggota tim dari Batan, sampel air yang diambil lalu diolah di laboratorium dengan sejumlah alat hingga ditemukan aktivitas C14 dalam CO2. Setelahnya dikonversi menjadi umur air dengan membandingkan angka standar yang telah ditentukan.
Umur air bawah tanah menunjukkan berapa lama air bergerak dari daerah imbuhan atau titik jatuh hujan hingga ke dalam tanah. Umur 14.567 tahun, misalnya, menunjukkan lama air bergerak dari titik imbuhan hingga ke Jalan Tongkol di daerah utara Jakarta saat diambil sampel beberapa tahun lalu.
“Dengan perjalanan yang semakin cepat, maka dibutuhkan pasokan air yang lebih cepat di daerah imbuhan. Dengan kata lain, kebergantungan terhadap hujan semakin tinggi,” ungkapnya.
Tidak seimbang
Hasil riset umur air bawah tanah ini sejalan dengan kondisi muka air tanah cekungan air tanah (CAT) Jakarta. Jika dibandingkan, umur air yang lebih muda berada di lokasi yang mengalami penurunan muka air tanah selama ini.
Ekstraksi air bawah tanah berlebihan memang terus terjadi. Ribuan sumur ilegal diduga kuat masih mengambil banyak air tanpa memperhatikan aspek lingkungan dan keberlanjutan.
Menurut Kepala BKAT Kementerian ESDM Muhammad Wachyudi Memed, air yang bergerak dari daerah imbuhan yang jauh lebih tinggi biasanya tiba di daerah tujuan dalam 10.000 tahun, sekarang menjadi 5.000 tahun. Hal itu disebabkan debit air di lokasi tujuan berkurang karena penyedotan.
“Seharusnya, kalaupun umur air berkurang, tidak berbeda jauh dengan kondisi awal. Dalam kondisi seperti ini, daur ulang hidrologi menjadi tidak seimbang,” kata Memed. Ia menambahkan, pihaknya menggunakan umur air sebagai bahan dalam memberi rekomendasi teknis pembuatan sumur air bawah tanah. (JAL)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Januari 2017, di halaman 27 dengan judul “Umur Air Tanah Jakarta Semakin Muda”.