Warga Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, mengeluhkan tumpahan minyak yang terus terjadi setiap tahun di pulau tersebut, termasuk pada Minggu (8/4/2018). Selain mengganggu ekosistem dan kehidupan biota laut, tumpahan minyak juga memicu kerugian ekonomi warga.
Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kepulauan Seribu, Yusen Hardiman, mengatakan, panjang pantai yang tercemar di Pulau Pari kemarin Minggu sekitar sepuluh meter. Namun, menurut Ketua RT 001 RW 004 Kelurahan Pulau Pari, Edi Mulyono, limbah mencemari sepanjang pantai selatan yang panjangnya bisa mencapai ratusan meter.
“Sejak pagi, staf kami sudah menggempur, melakukan pembersihan. Ada 30 karung (limbah),” ucap Yusen saat dihubungi pada Minggu (8/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Yusen menambahkan, pihaknya menempatkan rata-rata sepuluh personel penyedia jasa lainnya perorangan (PJLP) pesisir di masing-masing pulau berpenduduk. Terdapat sebelas pulau berpenghuni dari 110 pulau di Kepulauan Seribu. Para personel PJLP tersebut bertugas menjamin kebersihan pesisir, termasuk jika ada tumpahan minyak.
Edi menuturkan, tumpahan minyak bukan sekali ini saja mencemari pantai pulau. “Setiap tahun terjadi, dan sudah sejak saya kecil,” ujar pria yang merupakan penghuni generasi kelima di Pulau Pari ini.
DOKUMENTASI–Tumpahan minyak di pantai Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Minggu (8/4/2018). Pencemaran tersebut mengganggu ekosistem serta memicu kerugian ekonomi masyarakat.
Menurut Edi, tumpahan minyak bisa mencemari pantai di sisi utara atau selatan pulau, bergantung pada kondisi arus yang membawa tumpahan. Yang ditakutkan warga adalah jika tumpahan minyak datang ke utara pulau, karena warga menjalankan budidaya ikan di sana, antara lain bawal putih, bawal bintang, kakap, dan kerapu. Pencemaran bisa menyebabkan kematian massal ikan budidaya.
Kondisi tersebut terjadi pada Oktober 2017. Dari 12.000-an ekor ikan di keramba budidaya, 3.500 ikan mati karena tumpahan minyak mencapai keramba. “Kerugian saat itu bisa mencapai Rp 80 juta,” kata Edi.
Ia menambahkan, biasanya masyarakat Pulau Pari yang langsung bergerak membersihkan limbah minyak. Caranya, mengambil limbah dan pasir yang sudah tercemar kemudian memasukkan ke karung dan plastik.
Akhir-akhir ini, pekerja harian lepas Pemerintah Provinsi DKI, termasuk PJLP pesisir Sudin LH dan Kebersihan Kepulauan Seribu, ikut membantu warga membersihkan limbah tumpahan minyak. Namun, tidak ada perkembangan metode meskipun pemprov sudah terlibat.
Dikritik
Cara tersebut dikritik organisasi masyarakat sipil Kawal Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Kawali).
“Penanganan manual atau tradisional yang dilakukan Sudin LH dan Kebersihan Kepulauan Seribu, rasanya tidak akan maksimal hasilnya, karena akan tetap menyisakan limbah yang tidak terangkut,” tutur Direktur Eksekutif Kawali, Puput TD Putra.
Puput mengatakan, pemprov juga mesti mengantisipasi dampak pada ekosistem laut, tidak hanya pada daratan. Metode penanganan harus menyesuaikan intensitas pencemaran, tetapi semuanya mesti berkelanjutan. Jika membutuhkan penanganan secara kimia dan fisika, ahli penanganan tumpahan minyak harus dilibatkan agar tidak ada efek samping ke ekosistem.
Dampak ke ekosistem laut akibat tumpahan minyak yaitu terganggunya proses kehidupan organisme laut. Secara fisika dan kimia, keberadaan minyak mengganggu proses sel ataupun sub sel pada tubuh organisme yang menimbulkan risiko kematian.
Pertumbuhan fitoplankton laut juga akan terhambat karena adanya senyawa beracun dalam komponen minyak serta senyawa yang terbentuk dari proses biodegradasi.
Populasi alga dan protozoa bisa menurun akibat kontak dengan racun slick (lapisan minyak di permukaan air). Menurunnya populasi fitoplankton berarti merosotnya populasi ikan, udang, dan kerang yang adalah sumber pangan manusia.
Selain itu, komponen minyak yang mengendap akan menutupi permukaan terumbu karang. Dampak langsungnya, menyebabkan kematian terumbu karang. Dampak tidak langsung, mengganggu proses respirasi dan fotosintesis hewan zooxanthellae pada karang yang bakal menyebabkan kematian dalam jumlah besar.
Puput menambahkan, penyelidikan diperlukan untuk mengetahui asal dan penyebab tumpahan minyak tersebut. Namun, ia menduga pemicunya adalah kebocoran pipa kilang minyak di daerah Kecamatan Kepulauan Seribu Utara atau dari kapal pengangkut minyak.
Terkait itu, Yusen menyebutkan, Pemprov tidak bertugas menyelidiki, karena penyelidikan adalah ranah kepolisian. Pemprov hanya bertugas membersihkan dan melaporkan pencemaran. “Saya sudah melaporkan ke Kapolsek (Kepala Kepolisian Sektor) Kepulauan Seribu Selatan hari ini (kemarin Minggu),” ucapnya.–JOHANES GALUH BIMANTARA
Sumber: Kompas, 9 April 2018