Tugas ”Mengkliping” Google

- Editor

Senin, 9 Desember 2013

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

“Bila mahasiswa yang ’’mengkliping” Google itu kita tanya tugasnya,  jawabannya cenderung apa adanya”

Ada yang  menarik saat mengoreksi tugas mahasiswa, yaitu sebagian besar bersumber dari internet, dengan Google sebagai senjata utama. Hanya dengan mengetik kata kunci, program itu men-searching. Setelah itu, kita mengklik satu per satu alamat situs yang dimunculkan. Itulah tahapan mencari informasi dari internet.

Pertanyaan kritisnya apakah boleh mengerjakan tugas dengan cara seperti itu? Jika posisi kita sebagai pengajar, penelusurannya cukup mengetikkan satu atau dua kalimat dari tugas mereka ke Google. Bila hasilnya memunculkan huruf tebal atau bold berarti karya mahasiswa itu bersumber dari internet.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Mereka hanya meng-control C, membuka dokumen baru di word, meng-control V di word, meng-control P, serta memberi nama dan nomor induk mahasiswa pada bagian atas kertas. Bisa dikatakan, mereka tidak menyusun, membangun, mengolah, atau menganalisis informasi yang diperoleh lewat Mbah Google, sebutan lain mesin pencari itu.

Pola seperti itulah yang harus kita ubah. Ada internet, bukan berarti segalanya ada. Internet bukan satu-satunya sumber belajar, masih banyak sumber lain seperti buku teks, jurnal, majalah, artikel, hasil penelitian, prosseding dan sebagainya.

Menurut Bloom, ada enam tingkatan dalam domain kognitif. Tingkat paling dasar adalah pengetahuan, yang berisi hal-hal spesifik, metode, dan struktur sederhana. Jika berpola mengkliping, berarti ada pada tataran pengetahuan karena mereka mengenal definisi, unsur, faktor, atau hal-hal lain yang ada dalam konsep tersebut.

Berbeda dari cara memahami, mengaplikasi, dan menganalisis dari sumber internet. Memahami sebagai langkah awal menjelaskan dan menguraikan sebuah konsep atau pengertian. Mengaplikasi sebagai kemampuan menggunakan bahan yang telah dipelajari ke dalam situasi nyata, meliputi aturan, metode konsep, prinsip, hukum-hukum, dan teori.

Menganalisis sebagai kemampuan merinci bahan jadi bagian-bagian supaya strukturnya mudah dimengerti. Menyintesis sebagai kemampuan mengombinasikan bagian-bagian jadi satu keseluruhan baru yang menitikberatkan pada tingkah laku kreatif dengan cara memformulasikan pola dan struktur baru. Mengevaluasi sebagai kemampuan mempertimbangkan nilai untuk maksud tertentu, berdasarkan kriteria internal dan eksternal.

Hanya Memindahkan
Bila mahasiswa yang ’’mengkliping Google itu kita tanya tentang tugasnya, jawabannya cenderung letterlijk, apa adanya. Mereka tidak bisa menguraikan, menjelaskan, memberi contoh, atau mengaplikasikan. Nyaris tak terlihat kreativitas keilmiahannya mengingat mereka hanya memindahkan dari internet.

Karena itu, dosen harus menaikkan tingkatan ranah belajar mahasiswa, juga guru terhadap siswa. Tak hanya cukup pengetahuan tetapi perlu pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Semuanya membutuhkan proses. Belajar adalah proses yang berkelanjutan dengan cara mengomentari, menganalisis, mengkritisi, dan mempraktikkan.

Melalui proses tersebut maka budaya ilmiah di kalangan mahasiswa dapat terwujud.

Kita mengenal Mark Zuckeberg sebagai penemu facebook. Dia tidak lulus di Harvard University AS tapi sukses menciptakan situs jejaring sosial yang kemudian mendunia.

Secara pendidikan, dia telah melakukan pembelajaran berbasis proses.

Ia tidak hanya memahami tetapi mengaplikasikan informasi yang diperolehnya. Ia berhasil mengaplikasikan informasi secara nyata sesuai dengan aturan, metode, konsep, prinsip, atau hukum menjadi bagian-bagian agar strukturnya mudah dipahami banyak orang.

Karena itu, mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan materi ketimbang sekadar menerima materi, terlebih hanya dari Google. Salah satu strategi adalah dengan mendalami materi, daripada mendapatkan banyak materi tetapi tidak menguasai. (10)

Agung Kuswantoro SPd MPd, dosen Pendidikan Administrasi Perkantoran Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang

Sumber: Suara Merdeka, 09 Desember 2013

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Mengalirkan Terang dari Gunung: Kisah Turbin Air dan Mikrohidro yang Menyalakan Indonesia
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Berita ini 18 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 12 November 2025 - 20:57 WIB

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Kamis, 17 Juli 2025 - 21:26 WIB

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Senin, 14 Juli 2025 - 16:21 WIB

Mengalirkan Terang dari Gunung: Kisah Turbin Air dan Mikrohidro yang Menyalakan Indonesia

Berita Terbaru

Artikel

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Rabu, 12 Nov 2025 - 20:57 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB