Berada di kedalaman hutan lebat, bukan jaminan satwa-satwa terhindar dari ancaman mematikan. Kebakaran hutan disertai kabut asap pekat yang menembus rimba raya memaksa orangutan, gajah, rusa, burung, dan fauna liar lain eksodus dari “rumahnya”. Namun, tidak bagi jenis flora.
Di Taman Nasional Bukit Tigapuluh Jambi, rombongan gajah terpecah. Bermigrasi akibat kebakaran hutan dan lahan. Sebanyak 99 ekor gajah di TN Bukit Tigapuluh dilaporkan berpencar menjadi kelompok-kelompok kecil. “Terdiri atas 5-12 ekor,” kata Mira Margaretha dari Frankfurt Zoological Society (FZS), Kamis (29/10).
Pergerakan gajah sebagian menuju perkebunan warga yang potensial menimbulkan konflik manusia-satwa. Sebagian lain kembali memasuki hutan setelah sempat keluar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Api yang menjalar juga mengganggu sejumlah benteng hutan konservasi di Kalimantan terganggu. Di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Rabu lalu, orangutan betina berumur 17-20 tahun kembali ditemukan terjebak di perkebunan sawit. sejumlah petugas kehutanan mengevakuasi orangutan itu dengan alat seadanya.
Primata besar endemis Pulau Kalimantan itu, kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah II Kalteng Hartono, keluar dari kedalaman hutan untuk mencari makan dan tempat berlindung baru karena rumah, habitat aslinya, terbakar.
Kondisi orangutan itu membaik dan dirawat, sebelum siap dilepas ke Suaka Margasatwa Lamandau. Selama kebakaran hutan dan lahan pada 2015, BKSDA menyelamatkan enam orangutan di Pangkalan Bun.
Di Kalimantan Barat, dampak serupa dirasakan. Tujuh orangutan diselamatkan saat memasuki perkebunan sawit dan ladang warga di Kabupaten Ketapang, sepanjang Agustus-September 2015.
Dalam waktu dekat, kata Kepala BKSDA Pontianak Sustyo Iriyono, tim BKSDA akan mengevakuasi lima orangutan lain yang masih terjebak di Ketapang. Daerah itu terdampak kabut asap terparah yang kini masih terancam bahaya kebakaran yang masih berlanjut.
Sebuah tragedi
Kebakaran hutan tahun 2015 ini dilaporkan merusak ribuan hektar kawasan konservasi di Sumatera dan Kalimantan. Petaka asap itu bukan bencana, melainkan tragedi yang terkait dengan ulah manusia. Bencana adalah sesuatu yang tak bisa dicegah, sedangkan kebakaran hutan dan rawa gambut bukanlah kali ini saja. Namun, kejadian rutin menyusul pengeringan rawa gambut penyimpan air.
Sekalipun tak terbakar, sejumlah kawasan konservasi juga diliputi kabut asap yang terbang dari lokasi pembakaran di daerah lain. Semua makhluk terdampak. “Satwa itu juga makhluk hidup yang butuh udara bersih, kebutuhan utama seperti manusia,” kata Hadi Alikodra, pakar ekologi satwa liar Institut Pertanian Bogor.
Dengan hutan konservasi yang luas dan umumnya di daerah pelosok, bukan mudah melihat dampak kabut asap di lapangan. Saat memasuki kawasan Taman Nasional (TN) Tesso Nilo di dekat Dusun Dolik dan Dusun Kuala Renangan, Pelalawan, Riau, pekan lalu, Kompas hanya melihat bekas-bekas tapak kaki dan kotoran gajah di pinggir jalan setapak dusun.
TN Sembilang Sumatera Selatan yang sebelumnya jarang terbakar, kini 3.515 hektar wilayahnya terbakar. Kebakaran tersebar di empat lokasi yang berbatasan dengan permukiman desa atau perkebunan sawit.
Kepala TN Sembilang Syahimin menerima laporan, satwa-satwa seperti harimau, macan dahan, beruang, rusa, dan gajah keluar dari hutan sekadar minum di sungai, dekat permukiman. Salah satu laporan menyebutkan macan dahan (Neofelis nebulosa diardi) memangsa bebek peliharaan warga.
Kabut asap juga membuat tahun tanpa kehadiran burung migran di pesisir Sumsel itu. Hingga kini, lokasi itu belum dikunjungi burung migran putih- kelabu. Melihat kehadiran burung migran merupakan aktivitas rutin tahunan yang dinanti- nanti penggemar ekowisata, biasanya dimulai tiap Oktober.
Seakan belum cukup, di Suaka Margasatwa Padang Sugihan, Bentayan, dan Dangku pun dilaporkan terjadi kebakaran sporadis. Beberapa beruang madu dilaporkan memasuki permukiman warga di Kabupaten Musi Rawas dan Kabupaten Ogan Komering Ilir di Sumsel.
Fauna-fauna yang terpaksa keluar dari hutan, rumah mereka, menunjukkan asap yang mengganggu atau jerebu menerobos rimba raya. Relung-relung rimba tempat aman satwa dan flora, kekayaan hayati Tanah Air, terdampak ulah manusia atas nama keuntungan semu.(IRE/NAD/ESA/DEA/SAN/SAH/ICH)
————————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Oktober 2015, di halaman 20 dengan judul “Tragedi Jerebu, Petaka Hayati”.