Tinggal di Dekat Jalan Besar, Anak Mengalami Gangguan Perkembangan Paru-Paru

- Editor

Kamis, 28 November 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tinggal di tepi jalan besar, hingga sekitar 50 meter dari jalan raya, membuat anak-anak lebih rentan terpapar polusi udara. Paru-paru mereka tak berkembang optimal dan lebih berisiko menderita penyakit jantung, stroke, gagal jantung, dan bronkitis di masa depan.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO–Pengendera menembus kabut pagi yang bercampur dengan asap kendaraan bermotor di Jalan Gerbang Pemuda, Senayan, Jakarta, Rabu (26/6/2019). Asap kendaraan bermotor menjadi salah satu sumber terbesar polusi udara di Jakarta.

Hasil itu diperoleh dari studi di 13 kota di Inggris dan Polandia yang dipimpin oleh peneliti dari King Collenge London, Inggris. Anak yang terpapar polusi udara dari pinggir jalan maka pertumbuhan paru-parunya akan terhambat hingga 14 persen. Risiko mereka mengalami kanker paru-paru naik 10 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Studi itu tidak hanya didasarkan pada jumlah pasien yang masuk ataupun meninggal di rumah sakit semata, tetapi juga didasarkan pada gejala-gejala yang diamati pada sejumlah responden, seperti infeksi dada. Jumlah mereka yang tinggal sekitar 50 meter dari jalan raya dan menunjukkan gejala gangguan paru itu kemudian dibandingkan populasi umum.

Terhambatnya pertumbuhan paru-paru pada anak-anak hingga 14 persen itu terjadi di Oxford, Inggris. Sementara di kota-kota lain di Inggris, pengaruhnya lebih rendah seperti London 13 persen atau Nottingham yang hanya 3 persen.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO–Perlintasan kereta api di dekat Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta, menjadi tempat pilihan para orangtua untuk mengajak anaknya bermain saat senja, Rabu (24/3/2010). Meskipun berbahaya dan penuh dengan polusi yang dapat mengganggu kesehatan, tempat tersebut dipilih sebagai ajang rekreasi keluarga karena murah dan dekat dari rumah.

Polusi udara
Para peneliti seperti dikutip BBC, Senin (25/11/2019), menulis, jika tingkat polusi udara bisa dikurangi seperlimanya saja, maka akan ada ribuan anak yang bisa dihindarkan dari gejala penyakit bronkitis.

“Polusi udara membuat warga kota, khususnya anak-anak, mengalami sakit sejak lahir hingga mati. Namun, kita seringkali mengabaikannya,” kata Rob Hughes dari Dana Udara Bersih (Clean Air Fund/CAF), lembaga filantropi yang berfokus pada pengurangan dampak polusi udara di Inggris.

Polusi udara adalah persoalan global. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyebut 91 persen populasi dunia atau 6,8 miliar penduduk tinggal di daerah yang kualitas udaranya tidak memenuhi standar kesehatan WHO.

Akibatnya, 4,2 juta penduduk dunia mengalami kematian dini pada 2016 gara-gara menghirup udara yang kualitasnya buruk. Kematian itu diakibatkan oleh paparan partikel berukuran amat kecil, berdiamater kurang dari 2,5 mikron atau sering disebut PM2,5. WHO juga menyebut udara bersih seharusnya memiliki kandungan nitrogen dioksida kurang dari 40 mikrogram per meter kubik.

Selain polutan dari udara luar, asap dalam ruangan dari memasak dan penghangat ruangan juga memberikan risiko kesehatan serius bagi 3 miliar orang baik akibat pembakaran kayu bakar, biomassa, maupun penggunaan minyak tanah atau batubara.

Sebanyak 91 persen dari kematian prematur itu terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Tingginya polusi udara itu memiliki hubungan yang erat dengan kemiskinan yang dihadapi warga dunia. Dari jumlah kematian prematur tersebut, kematian terbesar ada di Asia Tenggara dan Pasifik Barat.

Buruknya mutu udara yang dihirup itu meningkatkan risiko kesehatan masyarakat. Memperbaiki mutu udara bisa menekan jumlah penderita dan mengurangi beban ekonomi akibat penyakit jantung, stroke, kanker paru-paru, serta penyakit pernapasan kronis dan akut lainnya, seperti asma.

Kualitas udara yang buruk juga jadi tantangan warga berbagai kota di Indonesia. Pada beberapa kesempatan, seperti saat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di sejumlah kota di Sumatera dan Kalimantan atau saat puncak musim kemarau di Jakarta beberapa waktu lalu, udara benar-benar buruk untuk dihirup.

Studi yang dilakukan 15 lembaga swadaya masyarakat bidang kesehatan dan lingkungan di Inggris itu makin memperkuat bukti bahaya dibalik polusi udara yang selama ini seringkali diabaikan. Padahal, makin hari, kian banyak bukti dampak polusi udara terhadap kesehatan paru-paru.

“Polusi udara menghambat pertumbuhan paru-paru anak-anak. Padahal, di umur mereka, paru-parunya sedang berkembang hingga lebih rentan terhadap buruknya kualitas udara,” kata Kepala Eksekutif Yayasan Paru-paru Inggris (BLF) Penny Woods.

Oleh M ZAID WAHYUDI

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 27 November 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB