Pandemi Covid-19 terus meluas. Saat ini kasus Covid-19 di Indonesia sudah menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara. Karena itu, pelonggaran pembatasan sosial harus dilakukan dengan hati-hati.
Penentuan daerah aman Covid-19 yang menjadi dasar pelonggaraan aktivitas harus dilakukan dengan hati-hati, tidak hanya didasarkan ada tidaknya kasus positif. Kapasitas tes dan penelusuran kontak harus terus ditingkatkan agar wabah tidak meluas, apalagi saat ini kasus Covid-19 di Indonesia sudah menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara.
Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, terdapat penambahan kasus positif Covid-19 sebanyak 1.031 orang pada Rabu (17/6/2020) sehingga totalnya menjadi 41.431 kasus. Sementara jumlah kasus meninggal bertambah 45 orang sehingga total menjadi 2.276 orang. Adapun jumlah pasien yang sembuh menjadi 16.243 setelah ada penambahan 540 orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dengan jumlah ini, Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus positif dan korban jiwa karena Covid-19 tertinggi di Asia Tenggara. Singapura yang berada di urutan kedua memiliki 41.216 kasus dengan korban jiwa 26 orang.
Juru bicara pemerintah untuk Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan, penambahan kasus Covid-19 ini tidak tersebar merata di Indonesia. Sejumlah wilayah memiliki kasus penambahan tinggi, tetapi beberapa tidak melaporkan adanya penambahan kasus positif.
”Distribusi kasus baru masih didominasi pada lima provinsi terbanyak melaporkan kasus konfirmasi positifnya,” ujarnya. Daerah tersebut adalah Jawa Timur yang melaporkan 225 kasus baru, DKI Jakarta 127 kasus, Jawa Tengah 115 kasus, Kalimantan Selatan 86 kasus, dan Sulawesi Selatan 84 kasus.
Adapun provinsi lima besar dengan kasus positif terbanyak secara kumulatif adalah DKI Jakarta 9.222 orang, Jawa Timur 8.308 pasien, Sulawesi Selatan 3.116 orang, Jawa Barat 2.662 penduduk, dan Jawa Tengah 2.231 orang.
Zona hijau
Persebaran kasus Covid-19 yang tidak merata ini mendorong pemerintah membuat zonasi daerah menurut kategorisasi risiko yang menjadi dasar bagi pelonggaran aktivitas, termasuk di antaranya kegiatan pendidikan. Sekolah hanya akan dibuka di zona hijau.
Berdasarkan presentasi Tim Pakar Gugus Tugas pada 7 Juni 2020 lalu, terdapat 15 indikator yang dipakai untuk menentukan zonasi suatu daerah sehingga menjadi zona risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah, dan tidak terdampak atau zona hijau. Indikator ini ditenukan berdasarkan kriteria epidemiologi, surveilans, dan kesehatan masyarakat.
Untuk disebut sebagai zona hijau, indikatornya adalah tidak tercatat adanya kasus positif. Dengan kriteria ini, Gugus Tugas merilis ada 102 kabupaten/kota yang tidak terdampak pada 7 Juni 2020. Jumlah zona hijau ini kemudian berkurang menjadi 92 kabupaten atau kota pada tanggal 16 Juni 2020 karena hampir setiap hari terdapat tambahan daerah baru terdampak Covid-19.
Epidemiolog dari Laporcovid-19.org, Iqbal Elyazar, mengatakan, penentuan zona aman Covid-19 di Indonesia harus dilakukan dengan sangat hati-hati. ”Untuk menentukan daerah tidak terdampak harusnya indikator yang digunakan lebih banyak. Tidak hanya tidak adanya kasus positif, tetapi juga tidak ada ODP (orang dalam pemantauan) dan PDP (pasien dalam pengawasan),” tuturnya.
Menurut Iqbal, jika hanya berpatokan pada ketiadaan jumlah kasus, itu bisa terjadi karena tes yang kurang di daerah tersebut. ”Apalagi jika sampai ada PDP dan ODP yang meninggal di daerah tersebut, itu jelas tidak bisa disebut sebagai zona bebas Covid-19,” katanya.
Iqbal menyarankan, dengan sebaran wabah saat ini dan longgarnya pembatasan antardaerah, seluruh kabupaten atau kota di Indonesia sudah harus melakukan pemeriksaan dan penelusuran. Hal ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi sejak dini agar tidak terjadi ledakan kasus.
Sesuai persyaratan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah tes minimal setiap wilayah adalah 1 per 1.000 orang per minggu. Dengan kriteria ini, sejauh ini baru DKI Jakarta yang sudah memenuhi kriteria ini.
Data hingga 15 Juni 2020 menunjukkan, dari 329.190 orang yang dites Covid-19 di seluruh Indonesia, sebanyak 102.923 orang adalah penduduk Jakarta. Secara nasional, positivity rate atau kasus positif rata-rata dari orang yang diperiksa 11,9 persen dengan nilai rata-rata tes per 1.000 orang per minggu baru 0,21 atau jauh di bawah standar minimal WHO.
Untuk Jakarta, positiviy rate 9 persen dengan nilai rata-rata tes per 1.000 orang per minggu mencapai 1,7 yang berarti sudah memenuhi standar minimal WHO. Namun, positivity rate DKI Jakarta ini masih sangat tinggi.
Berdasarkan panduan WHO, kriteria menuju normal harus memenuhi nilai positivity rate kurang dari 5 persen selama minimal dua minggu. Dengan standar ini, menurut Iqbal, belum ada satu pun daerah di Indonesia yang bisa dikategorikan aman dari Covid-19.
Oleh AHMAD ARIF
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 18 Juni 2020