Pemeriksaan asam dioksiribo nukleat atau DNA membantu mengungkap kasus kekerasan seksual, terutama membuktikan siapa pelaku kekerasan. Namun, akses lembaga layanan yang mendampingi korban kekerasan seksual pada tes DNA masih terbatas.
Menurut peneliti dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Herawati Sudoyo, dalam lokakarya DNA Forensik di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Kamis (26/3), di Jakarta, DNA adalah cetak biru materi genetika pada tiap sel makhluk hidup dan diturunkan ke generasi berikut. Tiap individu memiliki DNA unik sebagai penentu karakteristik fisik dan membawa sifat yang diturunkan dari ibu maupun ayah.
Dalam kasus pemerkosaan, tes DNA dilakukan untuk mencocokkan DNA korban dengan terduga pelaku. Jika diperlukan, tes DNA bisa dilakukan terhadap janin pada perempuan korban kekerasan seksual untuk mengetahui pelaku pemerkosaan itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam tes paternitas, pemeriksaan DNA untuk mencocokkan DNA dengan ayah biologis. Di pengadilan, hasil tes DNA bisa memasukkan seseorang ke penjara ataupun membebaskan orang tak bersalah dari penjara.
Biaya mahal
Sayangnya, menurut Komisioner Komisi Nasional Perempuan Yuniyanti Chuzaifah, tes DNA mahal dan belum terjangkau oleh mayoritas korban kekerasan seksual. Lembaga layanan yang mendampingi korban pun tak mampu membiayai tes DNA. “Pengetahuan bagaimana seharusnya sampel DNA diambil, diproses, hingga keluar hasilnya, belum dipahami lembaga layanan pendampingan korban kekerasan seksual,” katanya.
Pembuktian pelaku kekerasan seksual di pengadilan kerap sulit dilakukan karena terdakwa menyangkal dan tak ada saksi. Pembuktian kian sulit saat terduga pelaku pemerkosaan adalah pejabat, penegak hukum, ataupun orang berkuasa yang mampu memengaruhi pemeriksaan DNA.
Untuk itu, perlu lembaga yang punya kredibilitas dan integritas untuk memeriksa DNA. Tes DNA yang dilakukan lembaga terpercaya amat penting, terutama pada kasus pengingkaran anak, korban kekerasan seksual, termasuk penyandang disabilitas, dan pembuktian kasus inses.
Kepala Bidang Perlindungan Anak, Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah, Sri Winarno, menyatakan, Pemprov Jateng menggratiskan tes DNA untuk kepentingan kasus pemerkosaan, penculikan anak, adopsi ilegal, dan perdagangan manusia.
Pihak BP3AKB bekerja sama dengan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dalam pemeriksaan DNA dan pelatihan pengambilan sampel DNA bagi tenaga kesehatan. Pada 2012-2014 tes DNA dilakukan untuk 13 kasus di Jateng, terutama untuk pembuktian status anak. (ADH)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Maret 2015, di halaman 14 dengan judul “Tes DNA Ungkap Kasus Kekerasan Seksual”.