Terapi Imun; Terobosan Gempur Kanker

- Editor

Sabtu, 3 Oktober 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kanker hingga kini masih menjadi penyebab penyakit dan kematian terbanyak di dunia. Berbagai upaya medis dilakukan demi melawan sel-sel kanker yang menyebar dalam tubuh penderita. Salah satu cara untuk mengatasi penyakit itu adalah terapi imun.

Dilihat pada tingkat kematiannya, penyakit akibat keganasan sel itu merenggut 22.465 nyawa per hari. Itu menurut data International Agency for Research on Cancer (IARC), badan riset Organisasi Kesehatan dunia (WHO), pada 2012. Dari 14 juta kasus kanker per tahun di dunia, sekitar 8,2 juta di antaranya meninggal.

Kanker umumnya menyerang paru, usus dan lambung, hati, prostat, payudara, dan rahim. Itu dipicu antara lain kegemukan, kurang asupan buah dan sayur, kurang aktivitas fisik, merokok, konsumsi alkohol, dan zat karsinogen pada makanan. Menurut WHO, kebiasaan merokok menyebabkan 70 persen kematian akibat kanker paru.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Penderita menjalani serangkaian tindakan medis, terutama kemoterapi. Terapi radiasi sinar-X jadi standar terapi kanker. Sayangnya, teknik itu tak hanya mematikan sel kanker, tetapi juga merusak sel sehat. Akibatnya, pasien mengalami efek samping dan menurun mutu hidupnya.

Untuk mengatasi dampak setelah terapi kemo, lalu dilakukan riset biologi molekuler memakai mikroelektronika atau mikroskop elektron sebagai sarana diagnostik. Teknik perunutan gen digunakan untuk mengetahui perilaku sel atau profil gen kanker. Melalui riset itu, diketahui kanker punya beragam karakteristik dan profil genetik sehingga tiap individu kanker berbeda perilaku.

Satu dekade lalu, pada kanker paru, misalnya, hanya ditemukan sepasang gen hasil mutasi, yaitu epidermal growth factor receptor (EGFR) dan KRAS (Kirsten Ras). Belakangan ini, ada mutasi lain sel kanker dan bertumpang tindih pada sejumlah kasus kanker.

Mutasi sel atau gen itu diberi kode atau penanda hayati (biomarker) antara lain Programmed Death Ligand-1 (PDL-1), PI3K (phosphatidylinositol 3 kinase), Phosphatase and tensin homolog (PTEN). Kemunculan gen mutan beragam sifat itu memperumit terapi kanker. Karena itu, perlu pengujian sifat molekuler untuk mencirikan tumor yang terbentuk. Dari hasil riset itu, dikembangkan cara menaklukkannya.

Terapi
Menurut temuan obyek mikroskopis itu, lalu dikembangkan pendekatan baru melawan kanker, yakni dengan memperkuat sistem imun pada manusia. “Terapi imun adalah terobosan baru yang akan membasmi kanker secara tuntas dan menangkal penyebarannya ke bagian lain tubuh pasien,” kata CEO Roche Severin Schwan, di dalam Oncology Media Day, September lalu, di Basel. Berbeda dengan kemoterapi yang hanya ditargetkan pada tumor di bagian tertentu, terapi imun berefek pada penguatan sistem imun tubuh.

Dan Chen, pakar onkologi medis di Pusat Kanker Universitas Stanford, Amerika Serikat, mengembangkan terapi imun pada kanker. Program postdoktoral bidang terapi gen di University of Southern California di Los Angeles, AS, itu dilakukan untuk mengetahui mekanisme molekul masuk sel. “Fokus riset untuk memahami mengapa reaksi sistem imun pada tubuh manusia melawan kanker tak efektif lagi,” ujarnya.

1403f02b35e549e392e734492b7aa73cRisetnya mengungkap peran PDL-1, yakni protein yang dihasilkan sel tumor untuk melemahkan sistem kekebalan tubuh manusia. Protein itu mampu menonaktifkan Sel T yang dihasilkan sistem imun untuk melawan kanker.

Sel tumor yang berkembang akan menarik sel lain bergabung dalam lingkungan mikronya. Sel itu lalu berubah jadi sel imun yang terinfiltrasi tumor (IC). Sel itu kemudian menghasilkan PDL1 yang melumpuhkan sel T.

Kemudian, Dan Chen bekerja sama dengan Bryan Irving dan Heather Maecker dalam mengembangkan strategi menghasilkan anti PDL1, bagian dari terapi imun. Dengan menahan PDL1, itu memungkinkan pemulihan sistem kekebalan tubuh untuk menyerang kanker.

“Terapi imun yang masuk tahap klinis pada 2010 bisa menolong pasien kanker stadium IV,” kata Chen. Cara medis itu mempertahankan kehidupannya dalam hitungan tahunan. Jadi, terapi imun kanker mendorong perubahan paradigma perawatan kanker. Terapi itu dilakukan dengan memberi antibodi monoklonal, yakni protein sistem imun buatan demi mengubah interaksi sistem imun dan sel kanker. Salah satu antibodi monoklonal yang diteliti, yakni RG7446, dirancang untuk mengganggu protein PDL1 yang dihasilkan kanker demi melawan Sel T yang dikeluarkan sistem imun. Dengan menahan PDL1 dan sel imun yang terinfiltrasi tumor (IC), itu mencegahnya berhubungan dengan sel T, sehingga memperkuat pertahanan tubuh.

Dengan memasuki PDL1, RG7446 bisa mengaktifkan kembali sel T hingga efektif mendeteksi dan menyerang sel tumor. Hasil riset fase I menunjukkan RG7446 bisa menyusutkan tumor pada 52 persen pasien kanker kandung kemih yang punya PDL1 positif.

Pengembangan terapi imun berbasis bioteknologi untuk terapi kanker, antara lain dilakukan Georges Kohler yang mengembangkan proses produksi antibodi monoklonal. Berkat inovasi ini, Kohler meraih Penghargaan Nobel pada 1984. Kini, terapi imun diuji coba pada kasus kanker payudara, rahim, paru, dan kulit.–YUNI IKAWATI
————————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Oktober 2015, di halaman 14 dengan judul “Terobosan Gempur Kanker”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB