Empat kasus mamalia laut terdampar dalam sebulan di Balikpapan, Kalimantan Timur, menunjukkan, perairan Teluk Balikpapan kian tak ramah bagi satwa. Untuk itu, perlu ada riset tentang kondisi teluk tersebut.
Hal itu mengemuka saat pelatihan penanganan mamalia terdampar oleh Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak Satuan Kerja Balikpapan, Sabtu (30/4), di Balikpapan. Acara itu dihadiri sejumlah aktivis lingkungan di Kaltim, balai konservasi sumber daya alam, dan kepolisian.
“Pada 2008-2015, ada 25 kejadian mamalia terdampar di pesisir pantai di Kaltim dan Kalimantan Utara, yakni 21 mamalia mati dan 4 mamalia selamat. Tahun ini, di Kota Balikpapan ada 4 kejadian,” kata Ishak Yusma, Kepala BPSPL Pontianak Satker Balikpapan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penyebab mamalia laut terdampar antara lain sampah, polusi suara, kurang pakan, dan perubahan iklim. Itu terkait Teluk Balikpapan kian ramai hilir mudik kapal serta pembangunan kawasan industri dan permukiman. “Perlu segera ada riset kondisi teluk terkini,” kata Ishak.
Awal Maret lalu, tiga lumba- lumba hidung botol (Tursiops aduncus) terdampar di parit area Mangrove Center Balikpapan, dua di antaranya selamat. Lalu, banyak pihak minta pelatihan penanganan satwa terdampar. “Ada yang masih salah identifikasi satwa,” katanya.
“Jika ada lumba-lumba terdampar massal, prioritas diselamatkan adalah yang paling mungkin selamat,” ucap Danielle Kreb, peneliti dari Yayasan Rare Aquatic Species of Indonesia.
Darman, anggota Forum Peduli Teluk Balikpapan, memperkirakan, luas area bakau primer di teluk itu semula 16.147 hektar, sepertiganya berkurang karena aktivitas industri. (PRA)
———————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Mei 2016, di halaman 13 dengan judul “Teluk Balikpapan Perlu Diteliti”.