”Pemerintah sekarang memacu pertumbuhan perekonomian dengan mengeksploitasi dan mengekspor sumber daya primer, tanpa menciptakan nilai tambah dengan menerapkan inovasi teknologi dari hasil-hasil riset dalam negeri,” kata Ketua Komite Inovasi Nasional Zuhal pada Penghargaan 102 Inovasi Indonesia 2010 dan Open House Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, pekan lalu.
Dalam sambutannya itu, Zuhal menguraikan, tak dimanfaatkannya inovasi teknologi menimbulkan ringkihnya sistem pemicu pertumbuhan ekonomi.
”Sumber daya primer berupa hasil tambang sekarang dieksploitasi habis-habisan tanpa mempertimbangkan ketersediaan bagi masa depan,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Zuhal menyebutkan, revitalisasi Puspiptek mutlak dibutuhkan. Hal ini untuk menjembatani jarak antara riset yang menghasilkan inovasi teknologi dan industri yang memanfaatkannya.
Cara kerja birokratis juga dipandang melemahkan dan mengurangi fleksibilitas kegiatan riset di Puspiptek. Puspiptek sendiri saat ini mulai ketinggalan gaungnya dibandingkan keberadaan ”lembah-lembah kecerdasan” negara berkembang lain. Sampai-sampai Zuhal mengungkapkan, kalau mau merevitalisasi Puspiptek, pengelolaannya harus diserahkan kepada pihak swasta.
Zuhal menyoroti, mekanisme birokrasi membebani ruang gerak para periset. Untuk pengadaan hal-hal kecil tidak bisa luwes dan cepat karena harus disesuaikan dengan rencana yang pernah disampaikan kepada Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional.
Terbukti ada
Pada kesempatan sama, Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata menyebutkan, kemampuan inovasi teknologi di Indonesia terbukti ada. Pengembangan riset tahun ini telah mengantarkan Indonesia menduduki posisi ke-36 dalam Indeks Daya Saing Global 2010 khusus pada pilar inovasi.
Pilar inovasi merupakan satu di antara 12 pilar penentu Indeks Daya Saing Global (Global Competitiveness Index) oleh World Economic Forum (WEF) setiap tahun. Indeks Daya Saing Global bagi Indonesia tahun 2010 naik dari peringkat ke-54 pada tahun sebelumnya ke posisi ke-44.
Pilar inovasi ke-36 tahun ini meningkat dari posisi ke-39 pada tahun 2009. Bahkan, pada tahun 2008 lebih rendah lagi, yaitu pada posisi ke-47.
”Kemampuan inovasi terbukti ada, tetapi pemanfaatannya masih terbatas,” kata Suharna.
Ketiadaan pemanfaatan inovasi itu, menurut Suharna, ditunjukkan dengan aspek kesiapan teknologi, sesuai laporan WEF 2010, peringkat Indonesia masih di bawah 70. Kemudian pada aspek pengembangan teknologi informasi dan komunikasi masih di bawah peringkat 100. (NAW)
Sumber: Kompas, Rabu, 20 Oktober 2010 | 05:01 WIB