Teknologi Robotik; Anak Indonesia Pun Punya Ide Besar

- Editor

Senin, 3 Mei 2010

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Setiap kali pulang dari bepergian seusai liburan, akuarium Sayyidathu Thifal Atqiyya (16) selalu kotor dan terkadang ikannya mati karena tak terurus. Itu pula yang dialami Zuraidah Hanifah (15).

Setelah berpikir panjang mencari solusi, kedua siswi sekolah-rumah (homeschooling) Madrasah Techno Natura, Depok, itu akhirnya membuat simulasi robot ekosistem yang bisa mengatur kelembaban udara, daratan, dan temperatur air di akuarium.

”Oleh karena itu, ia kami namakan robot ekosistem atau Eco-Bot. Ide awalnya sederhana, ya, bermula dari masalah akuarium itu. Kami kemudian mencari cara gimana biar akuarium enggak kotor lagi kalau ditinggal pergi,” kata Thifal, siswa sekolah-rumah yang kini duduk di bangku sekolah setara kelas II SMA itu, sambil tersenyum.

Meski tak persis sama, Leuan Andalver Noble dan Habib Adib Wahono—keduanya juga siswa sekolah-rumah Techno Natura—memiliki pengalaman relatif serupa dengan masalah yang dihadapi Thifal dan Zuraidah. Lantaran setiap kali hendak memakai teleskop di sekolah harus bergantian dengan teman lain, Leuan dan Adib kemudian berpikir untuk membuat teleskop robotik (T-Bot).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Maklum, teleskop milik sekolah mereka terbatas,” kata Leuan Andalver.

Guna mengatasi keterbatasan itu, mereka lalu membuat teleskop robot yang dihubungkan dengan laptop. Dengan begitu, para siswa tidak perlu saling berebut atau harus bergantian mengintip obyek melalui lubang teleskop. Dengan T-Bot yang mereka buat hanya dalam waktu dua minggu tersebut, para siswa akhirnya bisa sama-sama melihat hasil ”bidikan” teleskop yang ”dipancarkan” melalui layar laptop. Meski belum sempurna, gerakannya masih relatif kasar, satu langkah besar sudah mereka tancapkan.

Impian Eco-Bot

Thifal dan Zuraidah memakai media terarium (biosfer buatan paling alami karena fungsi biologis yang terjadi mirip dengan di alam) untuk menyelesaikan masalah perawatan akuarium. Terciptalah miniatur ekosistem tertentu, seperti ekosistem danau dan sungai lengkap dengan daratannya.

”Kami atur temperatur atau kelembaban udara, daratan, dan volume air dengan robot yang dipasangi sensor,” tutur Zuraidah, yang duduk di bangku sekolah setara kelas III SMP itu.

Semua pengaturan dilakukan otomatis oleh robot dengan bantuan sensor yang dipasang di beberapa titik. Jika, misalnya, kondisi air terlalu panas dan dideteksi sensor, robot akan menghidupkan kipas angin untuk mendinginkan airnya. Sebaliknya, jika udaranya terlalu kering, robot akan mengeluarkan uap air.

Proyek Eco-Bot ini baru tergarap 80 persen dan sempat terbengkalai karena Thifal dan Zuraidah sibuk belajar pelajaran lain. Paling tidak, menurut mereka, perlu waktu 4-6 minggu untuk menyelesaikan Eco-Bot dalam akuarium berukuran 1 meter x 1 meter.

Keduanya yakin, jika menggunakan teknologi yang kian canggih, Eco-Bot yang lebih canggih bisa dibuat untuk kepentingan lebih luas. Taruhlah seperti untuk digunakan di kebun binatang. Bahkan, Thifal punya impian Eco-Bot bisa dipakai untuk mencegah kepunahan ekosistem atau bencana tanah longsor.

Keempat siswa Techno Natura itu berkesempatan memamerkan proyek robot mereka bersama delapan siswa dari dua SMA di Jakarta (SMA Negeri 28 dan SMA Labschool) ketika berbincang santai dan akrab dengan 12 siswa di California, Los Angeles, AS, melalui digital video conference (DVC) dengan jaringan satelit, akhir April lalu, di Kedutaan Besar AS, Jakarta.

Dalam kegiatan yang diselenggarakan Departemen Pendidikan Amerika Serikat dan Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) itu, para siswa bertukar informasi dan pengalaman menggarap proyek robotik hingga ngobrol hal-hal ringan, seperti makanan favorit dan hobi masing-masing.

Kegiatan DVC ini, kata Direktur Komunikasi Strategis dan Direktur Bidang Pendidikan Pusat Penelitian Penerbangan Dryden milik NASA John R O’Shea, termasuk langkah awal untuk mengeksplorasi peluang kerja sama AS-Indonesia melalui bidang sains dan teknologi. ”Semoga kita bisa kontak terus untuk menindaklanjuti kemungkinan melakukan proyek robotik bersama,” ujarnya.

Bagi David E Alexander, Koordinator NASA Digital Learning Network untuk Pusat Penelitian Penerbangan Dryden-NASA, berbagi pengalaman antarsiswa penting untuk membuka kesempatan dan wawasan agar siswa termotivasi mewujudkan impiannya melalui sains dan teknologi. ”Pesan NASA untuk anak-anak, salurkan bakat dan potensi yang ada dan bekerja keraslah. Hanya itu satu-satunya cara mewujudkan impian,” ujarnya. [Luki Aulia]

Sumber: Kompas, Senin, 3 Mei 2010 | 03:13 WIB

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama
Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an
AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah
Ancaman AI untuk Peradaban Manusia
Tingkatkan Produktivitas dengan Kecerdasan Artifisial
Menilik Pengaruh Teknologi Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan
Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 16 Februari 2025 - 09:06 WIB

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:57 WIB

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:52 WIB

Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:48 WIB

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:44 WIB

Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

Berita Terbaru

Berita

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:57 WIB

Berita

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:48 WIB

Berita

Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:44 WIB