Dunia sepak bola selalu identik dengan konflik dan kontroversi, baik antarpemain, suporter maupun penonton, terutama menyangkut absah tidaknya sebuah gol.
Maka teknologi hadir untuk memberikan jalan tengah. Hasil revolusi teknologi garis gawang atau goal-line technology (GLT) diharapkan dapat meredakan ketegangan dan meminimalisasi keraguan soal akurasi masuk tidaknya sebuah gol.
Boleh dikatakan, GLT merupakan piranti teknologi olahraga tercanggih saat ini yang dapat menjadi ”saksi” karena kemampuannya menghasilkan data yang akurat, reliabel dan praktis karena didukung piranti Hawk Eye dan GoalRef. Perangkat ini telah diujicobakan pada pertandingan pemanasan antara Inggris vs Belgia di Stadion Wembley, awal Juni lalu. Sistem serupa juga pernah diuji coba pada dua laga Denmark.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hawk Eye menggunakan rekaman gambar (video/foto) yang diambil sepanjang pertandingan. Kemudian hasil rekaman itu ditransfer secara otomatis ke komputer khusus di saat pertandingan berlangsung (real time).
Pada komputer khusus ini, seluruh rekaman dikombinasikan dengan semua data pertandingan, sebelum menunjukkan apakah bola masuk gawang (gol) atau tidak. Jika bola terlihat (tercatat) melintasi garis gawang, komputer otomatis akan mengirimkan sinyal ”gol” melalui earphone atau jam tangan wasit di tengah lapangan.
Hawk Eye merupakan teknologi buatan Inggris, sedangkan GoalRef diciptakan di Fraunhofer Institute, Jerman. Produsen Hawk Eye mengklaim bahwa GLT dapat memproses dan mengirim jawaban dalam 0,05 detik. Sementara GoalRef lebih praktis karena hanya memakai gelombang radio berfrekuensi rendah yang dipancarkan medan magnet di sekeliling gawang. Kemudian GoalRef menanamkan chip khusus di dalam bola sebagai penanda bila menembus gelombang radio tadi.
Dalam presentasi di Nurenberg 7 Juni lalu, Rene Duenker, peneliti di Fraunhofer Institute menjelaskan, jika bola melintasi seluruh garis gawang yang dipagari medan magnet, maka gelombang radio akan terlacak dan melaporkan bahwa bola sudah masuk (gol).
Agar tidak terjadi keraguan gol, Badan Pengawas Dunia FIFA telah mencoba dua sistem ini untuk membantu penyelenggaraan turnamen guna mengetahui apakah bola sudah melewati garis atau tidak.
Dipertimbangkan
Beberapa insiden gol misterius pada sejumlah ajang kompetisi dunia antara lain yang memicu desakan pemakaian GLT. Misalnya gol misterius saat Inggris melawan Jerman di Piala Dunia 2010 dan gol Juan Mata (Chelsea) ke gawang Liverpool di final Piala FA dua bulan lalu.
Insiden terbaru terjadi pada laga terakhir dan penentuan Grup D Piala Eropa 2012, saat Ukraina melawan Inggris pada Selasa atau Rabu (20/6/2012) dini hari WIB. Sebuah tendangan Marko Devic sudah masuk ke gawang dan baru dihalau John Terry. Namun, wasit kelima menolaknya sebagai gol, sementara rekaman pertandingan menunjukkan bahwa bola telah masuk gawang.
Sebenarnya GoalRef sudah dipakai tahun 2005 saat Kejuaraan Dunia U-17 di Peru. Tetapi ternyata FIFA menunda pemakaiannya di Piala Dunia 2006. GLT yang masih mempertaruhkan nasibnya pada sidang FIFA di Zurich, 5 Juli nanti, tinggal dua, yaitu Hawk Eye dan GoalRef.
Kini dunia sedang menimbang pemanfaatan GLT dalam persepakbolaan guna menunjang kompetisi yang berkualitas dan menghindari insiden akibat keraguan gol. Kemungkinan besar pemakaian GLT baru bisa dilaksanakan pada Piala Dunia 2014 mendatang jika ada kesepakatan.
Pasalnya, desakan pemakaian teknologi ini masih menimbulkan pro kontra. Presiden Uni Federasi Sepak Bola Eropa (UEFA), Michel Platini, menolak keras penggunaan teknologi garis gawang dengan alasan bahwa kehadiran teknologi di lapangan justru akan mengurangi esensi sepak bola itu sendiri. Sementara Presiden FIFA, Sepp Blatter, sangat menyetujui penggunaan GLT. (24)
Kawe Shamudra, penulis lepas, tinggal di Batang
Sumber: Suara Merdeka, 2 Juli 2012