Sumber belajar digital boleh melimpah ruah di internet. Perangkat multimedia begitu akrab dengan kehidupan manusia, terutama berkat kehadiran telepon pintar.
Namun, semua kemudahan itu ternyata tidak menjamin kaum muda untuk mampu berpikir kritis. “Literasi digital belum terbentuk. Generasi sekarang ketika mengakses internet baru pada tahap keterpesonaan pada teknologi. Kebiasaan untuk membuat internet sebagai media guna meningkatkan kapasitas diri belum terjadi,” kata Santi Indra Astuti, Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung (Unisba), Kamis (4/2).
Menurut dia, berdasarkan hasil penelitian mengenai perilaku berinternet remaja di Jawa Barat, kemampuan membaca, menulis, dan berpikir kritis mereka masih sulit berkembang meski sumber belajar digital melimpah ruah. Para remaja masih belum mampu memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi untuk membuat mereka menjadi pembelajar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Padahal, secara akses, kini tidak ada lagi hambatan karena Wi-Fi tersedia di banyak tempat,” kata Santi yang juga salah seorang pengurus Yayasan Pengembangan Media dan Anak.
Penelitian dilakukan pada 2015 terhadap remaja SMA di Bandung, Cirebon, Cianjur, dan Purwakarta oleh Asosiasi Program Studi Fakultas Ilmu Komunikasi. Penelitian berawal dari keprihatinan terhadap praktik plagiat yang dilakukan mahasiswa. Saat mengerjakan tugas kuliah, para mahasiswa banyak melakukan copy paste dari internet.
Menurut Santi, Indonesia akan menghadapi defisit sumber daya manusia berkualitas karena generasi mudanya tidak mampu meningkatkan kapasitas diri secara mandiri dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Ia mengakui, teknologi memudahkan kaum muda untuk membaca, menulis, dan belajar. Namun, jika kebiasaan itu tidak dibangun sejak dini dari rumah, sekolah, dan masyarakat, mereka tidak bisa memanfaatkan teknologi untuk mengembangkan diri.
“Sulit mengharapkan generasi muda untuk bisa meningkatkan kapasitas dirinya sebagai pembelajar melalui pemanfaatan teknologi,” tutur Santi.(ELN)
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Februari 2016, di halaman 12 dengan judul “Teknologi, Berkat atau Kutukan?”.